Mantan pimpinan Peleton 1 Resimen Komando Pasukan Angkatan Darat (RKPAD) Sintong Panjaitan/MI/Usman P Iskandar
Mantan pimpinan Peleton 1 Resimen Komando Pasukan Angkatan Darat (RKPAD) Sintong Panjaitan/MI/Usman P Iskandar

Korban Tragedi 1965 tak Sebanyak yang Digemborkan

Ilham wibowo • 18 April 2016 15:41
medcom.id, Jakarta: Mantan pimpinan Peleton 1 Resimen Komando Pasukan Angkatan Darat (RKPAD) Sintong Panjaitan membantah data yang menyebut korban tragedi 1965 mencapai ratusan juta jiwa. Purnawirawan TNI ini mengaku, selama operasi yang digelar dari Jakarta hingga Jawa Tengah, pasukan yang ia pimpin hanya mengeksekusi tokoh-tokoh PKI.
 
Sintong mengatakan, operasi militer yang digelar di Jakarta kemudian ke Jawa Tengah pada saat itu memang menginterogasi orang-orang yang diduga berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Namun, jika orang itu berkelakuan pasif, RPKAD melepasnya.
 
"Yang aktif pun ada yang cuma ditahan dua hari tiga hari saja, karena ternyata mereka hanya aktif menjadi petugas upacara misalnya. RPKAD memang benar ke sana (Jawa Tengah). Tapi RPKAD harus melindungi masyarakat juga baik PKI atau tidak," kata Sintong dalam Simposium Nasional bertajuk Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan di hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).

Sintong mempertanyakan data yang digemborkan beberapa pihak terkait ratusan bahkan jutaan orang yang meninggal selama operasi 1965 tersebut. Sintong menilai, angka itu tak berdasar.
 
Sintong mengakui data itu muncul dari Menteri era Soekarno, Mayjen Soemarno yang merilis angka 80 ribu korban. Sementara pembantu Presiden Soekarno, Oei Tjoe Tat bahkan menyebut lebih banyak, yakni 500 ribu korban.
 
Sintong menyakini data tersebut hanya bualan. Apalagi, kata dia, dua orang ini terindikasi pihak yang tak menyenangi operasi RPKAD.
 
"Selama saya tugas di sana hanya satu orang ditembak RPKAD. Di tempat lain? Tidak ada pembunuhan. Laporan dengan yang bertugas di sana kok beda jumlah? Saya bicara fakta. Bahwa korban di seluruh Indonesia tidak benar," ucapnya.
 
Kendati begitu, pihaknya membenarkan ada pengerahan massa baik dari Pemuda Ansor, Muhammadiyah, maupun Marhaen untuk membantu RPKAD menumpas G 30 S PKI. Itu dilakukan karena pada saat itu RPKAD hanya memiliki pasukan terbatas.
 
"Kami latih mereka untuk menangkap anggota komunis yang ada di kampung. Menangkap, bukan ditahan. Tapi satu kelompok dibantu oleh satu anggota RPKAD. Tangkap, dibawa, dan diinterogasi. Itu pun ditanya saja," ucapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan