Jakarta: Kebencian Iskandar Slameth pada umat kristiani di Ambon tak terbendung. Pikirannya terus memberi perintah 'serang, serang, dan serang.'
Tak ada niat damai. Kemarahannya memuncak ketika abangnya mendapat serangan. Kaki hancur terkena bom.
"Dari situ saya punya emosi yang luar biasa untuk balas dendam," cerita Iskandar dengan suara tinggi pada Medcom.id.
Sejak tahun 1999 konflik agama terjadi di Ambon. Islam dan Kristen saling tombak dan tembak.
Iskadar aktif sebagai tentara anak sejak usia 14 tahun. Pria berperawakan kurus itu selalu mengambil barisan paling depan.
"Sedari kecil kami sudah diajarkan melawan Kristen adalah Jihad," ucap dia.
Ajaran yang dipahami Iskandar sama seperti yang diyakini warga Kristen Ambon, Ronal Regang. Membunuh muslim ialah tugas mulia.
Dia menganggap membunuh umat beragama lain ialah perang suci. Tujuannya, membela Tuhan, tempat ibadah, agama dan saudara.
"Saking sucinya, kami selalu ke gereja sebelum turun perang. Kami minta perlindungan," ujar Ronal saat dihubungi terpisah.
Sejak 1999 hingga 2002 sudah tak terhitung jumlah umat Islam dan Kristen yang meninggal. Tak terhitung pula rumah yang terbakar.
Kebencian dalam diri Iskandar sedikit luntur ketika dia mengikuti Mukhtamar Nasional Pelajar Islam Indonesia di Makassar pada 2004. Iskandar merasa tenang. Dia tak takut bertemu lain iman.
"Damai mau ke mana pun, bicara dengan siapa pun, Islam maupun Kristen. Beda sama di Maluku," cerita Iskandar.
Usai mengikuti Mukhtamar Nasional Pemuda Islam Indonesia Iskandar tak mau kembali ke Ambon. Ia gusar. Ia tak mau kembali ke pusaran konflik.
"Saya ingin berubah dan keluar dari lingkaran setan," katanya dengan nada penuh penyesalan.
Niat Iskandar tak berjalan mulus. Warga Kristen dan Islam masih terkungkung bara dendam.
Ronal Regang (kiri) dan Iskandar Slameth (kanan). Foto: Instagram
Hingga pada 2006, Iskandar dan 19 perwakilan pemuda Islam mengikuti Young Ambassador for Peace. Acara itu mempertemukan Iskandar dan Ronal serta 19 tentara anak dari agama yang ia perangi. Diam-diam Iskandar dan kawannya menyusun rencana.
"Saat bertemu, masih ada rasa dendam dan tidak percaya. Kalau ada apa-apa kita serang," tambah Iskandar.
Ronal berpikiran sama. Benci masih ada, walaupun tak sepenuh dulu. Ronal dan pasukannya siap menyerang bila terjadi sesuatu.
Beruntung, itu tak terjadi. Pertemuan justru dipenuhi canda tawa. Bayang-bayang masa lalu kelebat hadir. Ronal menyesal kehangatan itu tidak ada sejak dia kecil.
Setelah workshop keduanya menjalin persahabatan dan saling bertandang. Wilayah Islam dan Kristen di Maluku terpisah. Muslim berada di Talake dan Trikora, sedangkan Kristen tersebar hampir 70% di wilayah Ambon.
Beberapa kali, Ronal dan pemuda Kristen bermain ke wilayah Islam dengan membawa kopi dengan kalung salib di leher.
"Kami menyebutnya coffee peace. Minum kopi bersama tanpa rasa curiga," kata Ronal dengan rasa bangga.
Ronal menyesal telah memenggal ratusan orang. Bila waktu bisa diulang, ia ingin bermain dan berteman dengan warga muslim.
Kepalanya sakit membayangkan orang-orang yang ia bunuh. Dadanya sesak mengingat saudara seiman mati terpenggal.
Pria berusia 30 tahun ini menyesal masa kecilnya dipenuhi kebencian mematikan. Sekarang dia senang bisa berkawan dengan damai.
Kini, mereka saling berkomitmen menjadi duta perdamaian. Setidaknya, untuk diri sendiri dan orang terdekat.
"Kita berkomitmen untuk saling menjaga," sahut Ronal.
#AyokeMaluku
Anak-anak muda Maluku mulai berbenah pascatragedi berdarah. Pelan-pelan mereka mengubah stigma. Mereka tak mau lagi dianggap tukang ribut.
Kegiatan yang pertama kali dilahirkan ialah Art Peace. Kesenian yang ditujukan untuk mempererat persaudaraan.
"Kita bikin kegiatan yang fun dan happy. Tanpa ada rasa balas dendam," cerita Iskandar.
Pemuda-pemuda Maluku juga aktif berselancar di dunia sosial. Ramai-ramai mereka mengampanyekan #AyokeMaluku. Mereka ingin, Maluku terkenal akan keindahan bukan kekerasan.
"Dulu orang searching munculnya berita, foto, dan video konflik Maluku. Akhirnya kita 'perang' dengan hastag ayo ke Maluku. Di situ kita posting keindahan alamnya," ujar dia.
'Perang' digital yang dilakukan Iskandar dan kawannya berhasil membawa nama Maluku menjadi destinasi yang wajib dikunjungi. Keindahan pantai-pantai di Maluku dijuluki sebagai surga kecil di Timur Indonesia.
Pulau Morotai contohnya. Kini, pulau di Maluku Utara itu dinobatkan sebagai salah satu 10 Bali Baru Indonesia.
"Siapa pun bisa bermain di sini dengan aman karena banyak tempat yang wajib dikunjungi," tutur dia.
Ronal Regang (kiri) dan Iskandar Slameth (kanan). Foto: Instagram
Belajar dari Maluku
Penyesalan selalu muncul dalam diri Iskandar dan Ronal. Tapi, dari perang itu kini keduanya belajar untuk saling menyayangi sesama.
Ramai-ramai ribut saat Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 tak mempengaruhi Maluku. Iskandar menyebut Maluku tetap damai dan tenang.
Masih lekat diingatan panjangnya rentetan aksi bela Islam di Jakarta. Aksi yang melibatkan jutaaan orang itu muncul pada 4 Oktober 2016.
Aksi buntut dari kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Mereka minta Ahok segera diadili.
Saat itu, aksi berjalan damai. Selang sebulan kemudian, tepatnya 4 November 2016, massa kembali turun ke jalan. Tuntutannya masih sama, minta Ahok dijebloskan ke bui.
Aksi jilid dua ini memakan korban jiwa dan luka. Aksi berlanjut pada 2 Desember 2016 hingga terbentuk aksi reuni alumni 212 pada 2017.
Kerusuhan juga sempat pecah di Jakarta pada 21-22 Mei 2019. Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendemo Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Demo lagi-lagi memakan korban jiwa dan luka.
"Kami sudah belajar dari masa lalu. Kami tahu bagaimana sakitnya kehilangan orang yang kami cinta," kata Iskandar di ujung azan Magrib.
Pria berusia 35 tahun ini sadar banyak yang bertepuk tangan melihat sesama saudara bertengkar. Mereka mencari untung lewat konflik. Dia miris dengan aksi rasialisime pada masyarakat Papua.
Iskandar meminta semua pihak saling menghargai dan menghormati. Dia mengajak semua pihak menarik diri dari zona konflik.
"Kehilangan saudara bukan hal yang menyenangkan. Kita ingin hidup damai. Kita punya slogan yang indah, Bhineka Tunggal Ika, biar berbeda-beda tetap satu," tegas Iskandar.
Ronal mengajak masyarakat Indonesia tak memuja kekerasan atas nama suku, agama, ras dan antargolongan. Masyarakat Indonesia harus membayar mahal arti kedamaian bila terjadi perpecahan.
"Maluku punya prinsip, potong di kuku, rasa di daging. Artinya apa yang kamu rasakan, aku juga rasakan. Satu luka kecil di tubuh sakitnya akan dirasakan seluruh tubuh," kata Ronal yang kini aktif bicara di forum-forum perdamaian.
Jakarta: Kebencian Iskandar Slameth pada umat kristiani di Ambon tak terbendung. Pikirannya terus memberi perintah 'serang, serang, dan serang.'
Tak ada niat damai. Kemarahannya memuncak ketika abangnya mendapat serangan. Kaki hancur terkena bom.
"Dari situ saya punya emosi yang luar biasa untuk balas dendam," cerita Iskandar dengan suara tinggi pada
Medcom.id.
Sejak tahun 1999 konflik agama terjadi di Ambon. Islam dan Kristen saling tombak dan tembak.
Iskadar aktif sebagai tentara anak sejak usia 14 tahun. Pria berperawakan kurus itu selalu mengambil barisan paling depan.
"Sedari kecil kami sudah diajarkan melawan Kristen adalah Jihad," ucap dia.
Ajaran yang dipahami Iskandar sama seperti yang diyakini warga Kristen Ambon, Ronal Regang. Membunuh muslim ialah tugas mulia.
Dia menganggap membunuh umat beragama lain ialah perang suci. Tujuannya, membela Tuhan, tempat ibadah, agama dan saudara.
"Saking sucinya, kami selalu ke gereja sebelum turun perang. Kami minta perlindungan," ujar Ronal saat dihubungi terpisah.
Sejak 1999 hingga 2002 sudah tak terhitung jumlah umat Islam dan Kristen yang meninggal. Tak terhitung pula rumah yang terbakar.
Kebencian dalam diri Iskandar sedikit luntur ketika dia mengikuti Mukhtamar Nasional Pelajar Islam Indonesia di Makassar pada 2004. Iskandar merasa tenang. Dia tak takut bertemu lain iman.
"Damai mau ke mana pun, bicara dengan siapa pun, Islam maupun Kristen. Beda sama di Maluku," cerita Iskandar.
Usai mengikuti Mukhtamar Nasional Pemuda Islam Indonesia Iskandar tak mau kembali ke Ambon. Ia gusar. Ia tak mau kembali ke pusaran konflik.
"Saya ingin berubah dan keluar dari lingkaran setan," katanya dengan nada penuh penyesalan.
Niat Iskandar tak berjalan mulus. Warga Kristen dan Islam masih terkungkung bara dendam.
Ronal Regang (kiri) dan Iskandar Slameth (kanan). Foto: Instagram
Hingga pada 2006, Iskandar dan 19 perwakilan pemuda Islam mengikuti
Young Ambassador for Peace. Acara itu mempertemukan Iskandar dan Ronal serta 19 tentara anak dari agama yang ia perangi. Diam-diam Iskandar dan kawannya menyusun rencana.
"Saat bertemu, masih ada rasa dendam dan tidak percaya. Kalau ada apa-apa kita serang," tambah Iskandar.
Ronal berpikiran sama. Benci masih ada, walaupun tak sepenuh dulu. Ronal dan pasukannya siap menyerang bila terjadi sesuatu.
Beruntung, itu tak terjadi. Pertemuan justru dipenuhi canda tawa. Bayang-bayang masa lalu kelebat hadir. Ronal menyesal kehangatan itu tidak ada sejak dia kecil.
Setelah
workshop keduanya menjalin persahabatan dan saling bertandang. Wilayah Islam dan Kristen di Maluku terpisah. Muslim berada di Talake dan Trikora, sedangkan Kristen tersebar hampir 70% di wilayah Ambon.
Beberapa kali, Ronal dan pemuda Kristen bermain ke wilayah Islam dengan membawa kopi dengan kalung salib di leher.
"Kami menyebutnya
coffee peace. Minum kopi bersama tanpa rasa curiga," kata Ronal dengan rasa bangga.
Ronal menyesal telah memenggal ratusan orang. Bila waktu bisa diulang, ia ingin bermain dan berteman dengan warga muslim.
Kepalanya sakit membayangkan orang-orang yang ia bunuh. Dadanya sesak mengingat saudara seiman mati terpenggal.
Pria berusia 30 tahun ini menyesal masa kecilnya dipenuhi kebencian mematikan. Sekarang dia senang bisa berkawan dengan damai.
Kini, mereka saling berkomitmen menjadi duta perdamaian. Setidaknya, untuk diri sendiri dan orang terdekat.
"Kita berkomitmen untuk saling menjaga," sahut Ronal.
#AyokeMaluku
Anak-anak muda Maluku mulai berbenah pascatragedi berdarah. Pelan-pelan mereka mengubah stigma. Mereka tak mau lagi dianggap tukang ribut.
Kegiatan yang pertama kali dilahirkan ialah
Art Peace. Kesenian yang ditujukan untuk mempererat persaudaraan.
"Kita bikin kegiatan yang
fun dan
happy. Tanpa ada rasa balas dendam," cerita Iskandar.
Pemuda-pemuda Maluku juga aktif berselancar di dunia sosial. Ramai-ramai mereka mengampanyekan #AyokeMaluku. Mereka ingin, Maluku terkenal akan keindahan bukan kekerasan.
"Dulu orang
searching munculnya berita, foto, dan video konflik Maluku. Akhirnya kita 'perang' dengan hastag ayo ke Maluku. Di situ kita posting keindahan alamnya," ujar dia.
'Perang' digital yang dilakukan Iskandar dan kawannya berhasil membawa nama Maluku menjadi destinasi yang wajib dikunjungi. Keindahan pantai-pantai di Maluku dijuluki sebagai surga kecil di Timur Indonesia.
Pulau Morotai contohnya. Kini, pulau di Maluku Utara itu dinobatkan sebagai salah satu 10 Bali Baru Indonesia.
"Siapa pun bisa bermain di sini dengan aman karena banyak tempat yang wajib dikunjungi," tutur dia.
Ronal Regang (kiri) dan Iskandar Slameth (kanan). Foto: Instagram
Belajar dari Maluku
Penyesalan selalu muncul dalam diri Iskandar dan Ronal. Tapi, dari perang itu kini keduanya belajar untuk saling menyayangi sesama.
Ramai-ramai ribut saat Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 tak mempengaruhi Maluku. Iskandar menyebut Maluku tetap damai dan tenang.
Masih lekat diingatan panjangnya rentetan aksi bela Islam di Jakarta. Aksi yang melibatkan jutaaan orang itu muncul pada 4 Oktober 2016.
Aksi buntut dari kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. Mereka minta Ahok segera diadili.
Saat itu, aksi berjalan damai. Selang sebulan kemudian, tepatnya 4 November 2016, massa kembali turun ke jalan. Tuntutannya masih sama, minta Ahok dijebloskan ke bui.
Aksi jilid dua ini memakan korban jiwa dan luka. Aksi berlanjut pada 2 Desember 2016 hingga terbentuk aksi reuni alumni 212 pada 2017.
Kerusuhan juga sempat pecah di Jakarta pada 21-22 Mei 2019. Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendemo Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Demo lagi-lagi memakan korban jiwa dan luka.
"Kami sudah belajar dari masa lalu. Kami tahu bagaimana sakitnya kehilangan orang yang kami cinta," kata Iskandar di ujung azan Magrib.
Pria berusia 35 tahun ini sadar banyak yang bertepuk tangan melihat sesama saudara bertengkar. Mereka mencari untung lewat konflik. Dia miris dengan aksi rasialisime pada masyarakat Papua.
Iskandar meminta semua pihak saling menghargai dan menghormati. Dia mengajak semua pihak menarik diri dari zona konflik.
"Kehilangan saudara bukan hal yang menyenangkan. Kita ingin hidup damai. Kita punya slogan yang indah, Bhineka Tunggal Ika, biar berbeda-beda tetap satu," tegas Iskandar.
Ronal mengajak masyarakat Indonesia tak memuja kekerasan atas nama suku, agama, ras dan antargolongan. Masyarakat Indonesia harus membayar mahal arti kedamaian bila terjadi perpecahan.
"Maluku punya prinsip, potong di kuku, rasa di daging. Artinya apa yang kamu rasakan, aku juga rasakan. Satu luka kecil di tubuh sakitnya akan dirasakan seluruh tubuh," kata Ronal yang kini aktif bicara di forum-forum perdamaian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)