Jakarta: Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen R Nugraha Gumilar menjelaskan pengubahan penyebutan kelompok kriminal bersenjata (KKB) menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Penyebutan OM untuk menegaskan kelompok tersebut adalah tentara atau kombatan.
"Penyebutan OPM menegaskan mereka adalah tentara atau kombatan, sehingga berhak menjadi korban (merujuk hukum humaniter)," ujar Nugraha melalui keterangan tertulis kepada Media Indonesia, Jumat, 12 April 2024.
Dengan begitu, kata dia, prajurit TNI tidak akan ragu-ragu bertindak terhadap OPM. Menurut Nugraha, OPM tersebut adalah kelompok yang terlibat konflik bersenjata.
"Ini adalah bentuk perlindungan terhadap prajurit di lapangan," tegas dia.
Namun, pihaknya tetap mengedepankan operasi teritorial. Operasi teritorial yang dikedepankan TNI berupaya mengajak semua masyarakat di Papua membangun Bumi Cenderawasih. Dia menegaskan prajurit TNI di Papua bakal mengambil langkah tegas jika upaya tersebut dihalangi OPM.
"Jika tidak digubris dan OPM tetap bertindak brutal membunuh, memperkosa, membakar fasilitas umum, maka akan dilakukan tindakan tegas," ujar Nugraha.
Sebelumnya, peneliti isu Papua dari Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth, mengatakan penyebutan OPM untuk mengganti KKB justru bakal menimbulkan kerancuan. Sebab, KKB atau Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) hanya salah satu faksi dalam OPM.
Selain sayap bersenjata, OPM memiliki faksi politik di bawah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) serta Komite Nasional Papua Barat (KNPB), faksi yang bergerak melakukan aksi demonstrasi tanpa kekerasan.
Menurut dia, konsekuensi dari politik penamaan itu memungkinkan TNI melakukan pendekatan militer kepada faksi politik dan diplomatis OPM, yakni ULMWP dan KNPB. Padahal, masalah di Papua yang melibatkan dua kelompok tersebut tidak dapat diselesaikan secara bersenjata.
Jakarta: Kepala Pusat Penerangan
TNI Mayjen R Nugraha Gumilar menjelaskan pengubahan penyebutan
kelompok kriminal bersenjata (KKB) menjadi Organisasi
Papua Merdeka (OPM). Penyebutan OM untuk menegaskan kelompok tersebut adalah tentara atau kombatan.
"Penyebutan OPM menegaskan mereka adalah tentara atau kombatan, sehingga berhak menjadi korban (merujuk hukum humaniter)," ujar Nugraha melalui keterangan tertulis kepada Media Indonesia, Jumat, 12 April 2024.
Dengan begitu, kata dia, prajurit TNI tidak akan ragu-ragu bertindak terhadap OPM. Menurut Nugraha, OPM tersebut adalah kelompok yang terlibat konflik bersenjata.
"Ini adalah bentuk perlindungan terhadap prajurit di lapangan," tegas dia.
Namun, pihaknya tetap mengedepankan operasi teritorial. Operasi teritorial yang dikedepankan TNI berupaya mengajak semua masyarakat di Papua membangun Bumi Cenderawasih. Dia menegaskan prajurit TNI di Papua bakal mengambil langkah tegas jika upaya tersebut dihalangi OPM.
"Jika tidak digubris dan OPM tetap bertindak brutal membunuh, memperkosa, membakar fasilitas umum, maka akan dilakukan tindakan tegas," ujar Nugraha.
Sebelumnya, peneliti isu Papua dari Jaringan Damai Papua, Adriana Elisabeth, mengatakan penyebutan OPM untuk mengganti KKB justru bakal menimbulkan kerancuan. Sebab, KKB atau Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) hanya salah satu faksi dalam OPM.
Selain sayap bersenjata, OPM memiliki faksi politik di bawah United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) serta Komite Nasional Papua Barat (KNPB), faksi yang bergerak melakukan aksi demonstrasi tanpa kekerasan.
Menurut dia, konsekuensi dari politik penamaan itu memungkinkan TNI melakukan pendekatan militer kepada faksi politik dan diplomatis OPM, yakni ULMWP dan KNPB. Padahal, masalah di Papua yang melibatkan dua kelompok tersebut tidak dapat diselesaikan secara bersenjata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)