Jakarta: Memperingati Hari Buruh Sedunia 2023, buruh perempuan dan pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi teatrikal dengan perabotan rumah tangga. Aksi ini berlangsung di kawasan Bundaran Patung Kuda Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin, 1 Mei 2023.
Puluhan emak-emak yang tergabung dalam asosiasi buruh perempuan ini terlihat membawa ember, serbet, hingga centong nasi sebagai salah satu atribut demonstrasi mereka. Mereka mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Belum diakuinya status PRT sebagai pekerja acap kali membuat mereka tidak mendapatkan hak yang sebanding dengan kewajiban.
“Kita tahu situasi saat ini adalah buruh tidak bekerja tidak dibayar yang artinya sistemnya diubah, dari tetap, kontrak, menjadi hasil harian mereka,” ucap Jihan Faatihah, demonstran dari Perempuan Mahardhika, dikutip dalam Newsline di Metro TV, Senin, 1 Mei 2023.
Selain mendesak disahkan RUU PRT, mereka berharap pemerintah mencabut UU Perpu Cipta Kerja, menghentikan sistem no work no pay, meningkatkan kelayakan upah buruh, dan menghentikan pelecehan serta kekerasan di tempat kerja.
Sebelumnya, RUU ini sudah diajukan sejak 2004 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR, tetapi belum juga disahkan. Pasalnya, RUU ini tak kunjung dibawa ke sidang paripurna, meski Badan Legislasi DPR telah menyepakatinya menjadi inisiatif DPR pada 2020.
Walaupun pemerintah telah berupaya untuk mengurangi minimnya perlindungan terhadap PRT melalui Permenaker No.2 Tahun 2015, Permenaker tersebut dinilai masih belum cukup dalam memberikan perlindungan. Hal ini karena masih banyaknya kasus kekerasan dan pelanggaran hak PRT di Indonesia. (Jessica Gracia Siregar)
Jakarta: Memperingati Hari Buruh Sedunia 2023, buruh perempuan dan pekerja rumah tangga (PRT) menggelar aksi teatrikal dengan perabotan rumah tangga. Aksi ini berlangsung di kawasan Bundaran Patung Kuda Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, pada Senin, 1 Mei 2023.
Puluhan emak-emak yang tergabung dalam asosiasi buruh perempuan ini terlihat membawa ember, serbet, hingga centong nasi sebagai salah satu atribut demonstrasi mereka. Mereka mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Belum diakuinya status PRT sebagai pekerja acap kali membuat mereka tidak mendapatkan hak yang sebanding dengan kewajiban.
“Kita tahu situasi saat ini adalah buruh tidak bekerja tidak dibayar yang artinya sistemnya diubah, dari tetap, kontrak, menjadi hasil harian mereka,” ucap Jihan Faatihah, demonstran dari Perempuan Mahardhika, dikutip dalam
Newsline di
Metro TV, Senin, 1 Mei 2023.
Selain mendesak disahkan RUU PRT, mereka berharap pemerintah mencabut UU Perpu Cipta Kerja, menghentikan sistem no work no pay, meningkatkan kelayakan upah buruh, dan menghentikan pelecehan serta kekerasan di tempat kerja.
Sebelumnya, RUU ini sudah diajukan sejak 2004 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional DPR, tetapi belum juga disahkan. Pasalnya, RUU ini tak kunjung dibawa ke sidang paripurna, meski Badan Legislasi DPR telah menyepakatinya menjadi inisiatif DPR pada 2020.
Walaupun pemerintah telah berupaya untuk mengurangi minimnya perlindungan terhadap PRT melalui Permenaker No.2 Tahun 2015, Permenaker tersebut dinilai masih belum cukup dalam memberikan perlindungan. Hal ini karena masih banyaknya kasus kekerasan dan pelanggaran hak PRT di Indonesia.
(Jessica Gracia Siregar) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)