Jakarta: Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian membeberkan penyebab maraknya kebocoran data atau insiden ancaman siber. Peristiwa ini banyak terjadi akibat kurangnya kesiapan, kesadaran, serta kepatuhan hingga kapabilitas stakeholder dalam penanganan insiden siber yang memadai.
Visualisasi saat menunjukkan rekapitulasi notifikasi indikasi insiden siber yang diberikan BSSN kepada stakeholder terkait hanya direspons 16,93 persen dalam tiga tahun terakhir. Padahal, BSSM telah mengirimkan 5.102 notifikasi kepada stakeholder dengan total 864 notifikasi sudah direspons, sedangkan 4.238 notifikasi belum direspons.
"Kami mendata semua ancaman-ancaman yang ada di ruang cyber dalam melaksanakan monitoring insiden ancaman cyber. Kami memberikan notifikasi accident kepada stakeholder yang terkait. Visualisasi pada saat menunjukkan rekapitulasi notifikasi indikasi insiden cyber yang diberikan kepada stakeholder persentasenya respons masih rendah," kata Hinsa, Jakarta, Selasa, 22 Agustus 2023.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I, Hinsa memaparkan tren per tahunnya menunjukkan yang sama pada 2021 dan 2022, 91 persen notifikasi tidak direspons. Sedangkan pada 2023, 61 persen notifikasi belum direspons.
Di sisi lain, jika dilihat dari rekapitulasi 2022 dan 2023 sesuai Perpres Nomor 82 Tahun 2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital, bisa dilihat peningkatan indikasi insiden di 2023 daripada 2022.
Contohnya, sektor keuangan. Ada kasus serangan cyber pada Bank Syariah Indonesia (BSI).
"Jumlah notifikasi pada sektor ini di 2022 terdapat hanya 15 indikasi insiden siber nilai ini meningkat menjadi 127 indikasi insiden pada 2023. Ini menunjukkan lonjakan yang signifikan sehingga keamanan cyber menjadi sangat penting akibat potensi keamanan semakin tinggi," ujar dia.
Jakarta: Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (
BSSN) Hinsa Siburian membeberkan penyebab maraknya
kebocoran data atau insiden
ancaman siber. Peristiwa ini banyak terjadi akibat kurangnya kesiapan, kesadaran, serta kepatuhan hingga kapabilitas stakeholder dalam penanganan insiden siber yang memadai.
Visualisasi saat menunjukkan rekapitulasi notifikasi indikasi insiden siber yang diberikan BSSN kepada stakeholder terkait hanya direspons 16,93 persen dalam tiga tahun terakhir. Padahal, BSSM telah mengirimkan 5.102 notifikasi kepada stakeholder dengan total 864 notifikasi sudah direspons, sedangkan 4.238 notifikasi belum direspons.
"Kami mendata semua ancaman-ancaman yang ada di ruang
cyber dalam melaksanakan monitoring insiden ancaman
cyber. Kami memberikan notifikasi
accident kepada stakeholder yang terkait. Visualisasi pada saat menunjukkan rekapitulasi notifikasi indikasi insiden
cyber yang diberikan kepada stakeholder persentasenya respons masih rendah," kata Hinsa, Jakarta, Selasa, 22 Agustus 2023.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I, Hinsa memaparkan tren per tahunnya menunjukkan yang sama pada 2021 dan 2022, 91 persen notifikasi tidak direspons. Sedangkan pada 2023, 61 persen notifikasi belum direspons.
Di sisi lain, jika dilihat dari rekapitulasi 2022 dan 2023 sesuai Perpres Nomor 82 Tahun 2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital, bisa dilihat peningkatan indikasi insiden di 2023 daripada 2022.
Contohnya, sektor keuangan. Ada kasus serangan
cyber pada Bank Syariah Indonesia (BSI).
"Jumlah notifikasi pada sektor ini di 2022 terdapat hanya 15 indikasi insiden siber nilai ini meningkat menjadi 127 indikasi insiden pada 2023. Ini menunjukkan lonjakan yang signifikan sehingga keamanan
cyber menjadi sangat penting akibat potensi keamanan semakin tinggi," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)