medcom.id, Jakarta: Kepolisian mengaku kerap menemui kendala dalam mengidentifikasi korban kecelakaan transportasi lantaran kesulitan mendapatkan data rekam gigi atau dental record. Di Indonesia dental record masih belum maksimal.
Kepala Rumah Sakit Polri, Brigjen Pol Didi Agus mengatakan, selama ini, kebanyakan orang yang memiliki dental record merupakan orang-orang yang berprofesi sebagai pilot dan pramugari. Sementara, kesadaran warga sipil untuk dental record masih minim.
"Di Polri sebetulnya ada lembaga laboratorium klinik dan odontologi kepolisian. Itu mengurus sampel gigi satu-satu. Tapi kan baru berapa, baru pramugari, pilot, yang potensial terjadi bencana," ujar Didi di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (5/1/2017).
Padahal, dental record dapat mempermudah tim dalam mengidentifikasi korban bencana atau korban kecelakaan. Contohnya yakni saat Trigana Air jatuh beberapa waktu lalu.
"Jadi semua negara, di negara-negara maju, pilot itu ada catatannya giginya itu. Makanya begitu kayak kemarin pilot Trigana, cepat kita. Yang non pilot ini susah," kata dia.
Didi mengatakan, sebetulnya untuk proses identifikasi korban kecelakaan bisa dilakukan dengan cara identifikasi sidik jari. Namun, proses tersebut bisa terganggu apabila jari tangan rusak atau sulit diidentifikasi.
Karenanya, Didi berharap suatu saat semua masyarakat sipil juga bisa memiliki dental record. Selama ini, data rekam itu masih jarang dimiliki warga karena tidak banyak kepentingan yang diperlukan terkait dental record tersebut.
"Mungkin ke depan harapan kami di Indonesia ada data-data center gigi secara nasional," harap dia.
Seperti diketahui, proses identifikasi korban terbakarnya Kapal Motor Zahro Express kerap menemui kendala terkait dental record para korban. Didi menyebut, gigi para korban tidak mudah dikenali, lantaran kondisi korban 100 persen terbakar.
Polisi, lanjut Didi juga kesulitan mencari data-data antemortem korban yang meninggal satu keluarga. Sebabnya, data antemortem biasa disimpan oleh keluarga, seperti data gigi, dan lainnya. Hal ini cukup memakan waktu lama. "Tentunya memakan waktu agak lama," kata dia.
Sementara, polisi juga kesulitan mengidentifikasi sidik jari korban. "Karena kondisinya terbakar, tentunya sidik jari tidak bisa sama sekali. Jadi kami hanya mengandalkan gigi, DNA, dan secondary-nya adalah properti," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Kepolisian mengaku kerap menemui kendala dalam mengidentifikasi korban kecelakaan transportasi lantaran kesulitan mendapatkan data rekam gigi atau
dental record. Di Indonesia
dental record masih belum maksimal.
Kepala Rumah Sakit Polri, Brigjen Pol Didi Agus mengatakan, selama ini, kebanyakan orang yang memiliki
dental record merupakan orang-orang yang berprofesi sebagai pilot dan pramugari. Sementara, kesadaran warga sipil untuk
dental record masih minim.
"Di Polri sebetulnya ada lembaga laboratorium klinik dan odontologi kepolisian. Itu mengurus sampel gigi satu-satu. Tapi kan baru berapa, baru pramugari, pilot, yang potensial terjadi bencana," ujar Didi di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (5/1/2017).
Padahal,
dental record dapat mempermudah tim dalam mengidentifikasi korban bencana atau korban kecelakaan. Contohnya yakni saat Trigana Air jatuh beberapa waktu lalu.
"Jadi semua negara, di negara-negara maju, pilot itu ada catatannya giginya itu. Makanya begitu kayak kemarin pilot Trigana, cepat kita. Yang non pilot ini susah," kata dia.
Didi mengatakan, sebetulnya untuk proses identifikasi korban kecelakaan bisa dilakukan dengan cara identifikasi sidik jari. Namun, proses tersebut bisa terganggu apabila jari tangan rusak atau sulit diidentifikasi.
Karenanya, Didi berharap suatu saat semua masyarakat sipil juga bisa memiliki
dental record. Selama ini, data rekam itu masih jarang dimiliki warga karena tidak banyak kepentingan yang diperlukan terkait
dental record tersebut.
"Mungkin ke depan harapan kami di Indonesia ada data-data center gigi secara nasional," harap dia.
Seperti diketahui, proses identifikasi korban terbakarnya Kapal Motor Zahro Express kerap menemui kendala terkait
dental record para korban. Didi menyebut, gigi para korban tidak mudah dikenali, lantaran kondisi korban 100 persen terbakar.
Polisi, lanjut Didi juga kesulitan mencari data-data antemortem korban yang meninggal satu keluarga. Sebabnya, data antemortem biasa disimpan oleh keluarga, seperti data gigi, dan lainnya. Hal ini cukup memakan waktu lama. "Tentunya memakan waktu agak lama," kata dia.
Sementara, polisi juga kesulitan mengidentifikasi sidik jari korban. "Karena kondisinya terbakar, tentunya sidik jari tidak bisa sama sekali. Jadi kami hanya mengandalkan gigi, DNA, dan secondary-nya adalah properti," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)