drg Romi Syofpa Ismael seusai bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Binagraha, Jakarta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.
drg Romi Syofpa Ismael seusai bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Binagraha, Jakarta. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

Jatuh Bangun Dokter Berkursi Roda Perjuangkan Kesetaraan

Candra Yuri Nuralam • 02 Agustus 2019 05:43
Jakarta: Dokter Gigi (drg) Romi Syofpa Ismael menceritakan perjuangannya untuk mencapai kesetaraan laiknya orang normal untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dia menilai ketulusan tingginya 'dibanting' karena keremehan.
 
Romi mengabdi sebagai dokter honorer di poli gigi Puskesmas Talunan Kecamatan Sangir Balai Janggo, Solok Selatan pada tahun 2015. Pengabdian itu dilakukannya atas kecintaan yang besar terhadap masyarakat Indonesia.
 
"Saya berdinas di Kabupaten Solok Selatan di daerah terpencil," kata dia dalam Primetalk Metro TV, Kamis 1 Agustus 2019.

Sangir Balai Janggo adalah sebuah disktrik yang terletak di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Ibu Kota Disktrik berada berada di Jorong Pasar Sungai Sungkai di Nagari Sungai Kunyit.
 
Kecamatan Sangir Balai Janggo memiliki sumber energi pembangkit listrik tenaga air yang berlokasi di Jorong Mukti Tama Nagari Sungai Kunyit bersumber dari Sungai Batang Ganeh, dan anak sungai Pangian. Walau demikian, potensi itu belum maksimal digarap, sehingga belum semua daerah di Kecamatan itu menikmati aliran listrik.
 
Meski bekerja dipedalaman tidak membuat semangat Romi surut. Dengan sepenuh hati dia memantapkan perasaannya untuk mengabdi tanpa terbesit imbalan yang besar saat itu.
 
"Dari awal saya berjanji untuk tidak mencari materi, saya dari awal bersumpah untuk melakukan pengabdian kesehatan gigi dan mulut untuk masyarakat," ujar Romi.
 
Setahun setelah mengabdi, Romi mengalami paraplegia seusai melahirkan. Paraplegia adalah suatu kondisi menurunnya fungsi motorik atau sensorik dari gerak sebagian tubuh. Kedua tungkai kaki Romi lemah.
 
Alhasil, dia harus beraktivitas sehari-hari di atas kursi roda. Meski demikian, Romi tetap mengabdi dengan lancar di Puskesmas Talunan.
 
Kondisi itu tidak membuat dirinya putus asa untuk tetap melakukan pengabdian. Dia tetap semangat menjalankan tugasnya sehari-hari menjadi dokter gigi.
 
Saat itu, Romi berpikiran bahwa semangatnya akan terbalaskan saat pembukaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 Kabupaten Solok Selatan dibuka. Di situ dia berfikir pengabdiannya akan terbalaskan oleh negara.
 
Ketika pembukaan CPNS dibuka Romi berfikir akan menjadi hal baik. Ditemani dengan suaminya, Romi bolak-balik menjalani setiap tahapan dalam CPNS.
 
"Saya tahu saya sudah di jalan yang benar dari proses yang saya tempuh, seleksi administrasi, kompetensi dasar dan kompetensi bidang dan saya dinyatakan lulus dengan pemberkasan," tutur Romi.
 
Selama perjalanan memperjuangkan diri sebagai PNS Romi dinyatakan tidak bermasalah. Berdasarkan penilaian pun, kinerjanya dinyatakan pantas untuk dinyatakan lulus dan diangkat sebagai PNS. Dia termasuk peserta terbaik saat itu.
 
"Kelulusan awal itu sangat membuat saya dan keluarga sangat bahagia," kata Romi.
 
Romi mengatakan pada awalnya fisiknya tidak dipermasalahkan oleh para panitia seleksi CPNS. Namun, panitia memutuskan untuk melakukan pemeriksaan syaraf terkait permasalahan kakinya.
 
"Saya bilang saya mampu untuk melakukan itu berdasarkan pemeriksaan mata, jantung, paru, gigi, darah dan penyakit dalam keadaan normal. Tapi ada permasalahan dibagian kaki, saya dikonsulkan kebagian syaraf," terang Romi.
 
Demi menjadi PNS Romi pun mengikuti kemauan panitia untuk melakukan pemeriksaan. Usai diperiksa, Romi dinyatakan mampu. Kelumpuhan pada kakinya tidak mempengaruhi kinerjanya untuk menjadi dokter.
 
"Sudah ada keterangan dari dokter spesialis okupasi analisis kerja saya. Sebenarnya tidak ada masalah, terlebih ditambah dengan rekam medik," beber Romi.
 
Panitia seleksi tidak sepaham dengan hasil rekam medik Romi. Panitia malah menarik kelulusan Romi sebagai PNS. Panitia memutuskan penganulir keputusan itu lantaran Romi tidak pantas untuk mengabdi lantaran menggunakan kursi roda.
 
"Saya dinyatakan lulus tapi saya dianulir pembatalan kelulusan saya keluar dengan alasan tidak alasan tidak memenuhi persyaratan umum tidak sehat jasmani," beber Romi.
 
Bagai petir di siang bolong, hal itu mematahkan semangat Romi. Dia sempat mengira pengabdiannya di pedalaman sia-sia selama empat tahun belakangan.
 
"Tapi ini berbuah sangat pahit bagi saya terutama bagi anak, suami dan keluarga besar saya," kata Romi.
 
Usut punya usut, Romi mendengar pembatalan kelulusannya karena kursi roda yang menjadi alatnya berjalan. Padahal, dalam tes permasalahan kaki itu tidak mempengaruhi hasil.
 
Gosip itu pun membuat geram Romi. Seakan mau melawan, Romi sadar dia tidak bisa melakukan apapun.
 
"Dugaan yang saya dengar dari seseorang yang ingin saya lawan," tegas Romi.
 
Tidak Mau Menyerah
 
Romi tidak mau menyerah untuk mendapatkan kesetaraan. Usai menelan pil pahit kehidupan itu dia bersikeras untuk melakukan pengaduan ke pemerintah.
 
Romi berkoar mulai dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Tak disangka, keluh kesahnya mendapat respon di luar pemikirannya.
 
"Spechless (direspon seperti ini), alhamdulillah medapat apresiasi dan dukungan yang luar biasa (dari pemerintah), saya tidak menyangka pemerintah sampai memberikan apresiasi yang begitu besar terhadap permasalahan yang saya hadapi saat ini," kata Romi.
 
Dia berharap usahanya membuahkan hasil. Romi tidak ingin diistimewakan usai mengadu kesana-kesini. Romi hanya meminta kesetaraan yang sama laiknya orang lain untuk menjadi seorang PNS dibidang dokter gigi.
 
"Saya tidak minta belas kasihan, saya hanya meminta hak saya dipulihkan lagi sebagai CPNS di Kabupaten Solok Selatan. Saya mampu, saya bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itu saja," tandasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(EKO)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan