Jakarta: Tenaga kesehatan (nakes) merupakan profesi mulia, sekaligus mengemban tanggung jawab cukup berat. Tanpa melihat kondisi, bahkan situasi sulit sekalipun, para nakes rela mengabdi dan menjalani tugas semaksimal mungkin demi kesehatan masyarakat.
Perjuangan berat para nakes di Tanah Air dalam menjalani tugasnya mendapat perhatian besar dari pemerintah. Bahkan, sebagai bentuk apresiasi, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memberikan penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan kepada para nakes pada 2023.
Salah satu nakes yang mendapat penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan 2023, yakni Adrianus Jeniven Haki Tonbesi, perawat yang mengabdi di Puskesmas Wini Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, sejak 2021. Ia dianugerahi penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Nasional 2023.
Pria yang akrab disapa Iven Tonbesi ini mendapat penghargaan karena pengabdian melayani pasien di daerahnya, dan inovasi program kesehatan yang ia lakukan untuk masyarakat wilayah Wini. Adapun program kesehatan tersebut berupa Program Gercap Sero Pasukan (Gerakan Cegah Amputasi Bagi Pasien Ulkus Diabetes di Kampung Perbatasan).
Program ini merupakan sebuah gerakan inovasi yang difokuskan untuk penderita diabetes melitus. Kehadiran program ini diharapkan bisa mencegah masyarakat terkena penyakit diabetes, komplikasi hingga amputasi akibat diabetes.
"Jadi, Gercap singkatan dari gerakan cegah amputasi. Sero, metode yang saya gunakan, yaitu screening dan pelacakan, edukasi, rawat, dan obati. Ada beberapa rangkaian kegiatan. Sedangkan, Pasukan ini singkatan dari pasien diabetes melitus di kampung perbatasan," kata Iven dalam tayangan program Kick Andy di Metro TV, Minggu, 27 Agustus 2023.
"Tujuan saya membuat program ini ada tiga. Diambil dari kata sero yang artinya nol. Jadi saya ingin sero kasus komplikasi, sero kasus amputasi, dan sero kasus kematian di wilayah kerja saya," lanjutnya.
Dalam program tersebut, terdapat beberapa metode yang diterapkan. Salah satunya, melakukan kegiatan skrining dan pelacakan kasus penderita diabetes. Adapun upaya yang dilakukan adalah melakukan skrining di kegiatan-kegiatan posyandu ataupun pertemuan warga.
"Jadi saya membuat bagaimana kita mendekatkan pelayanan ke masyarakat, kami menemukan pasien-pasien diabetes melitus secara dini sehingga bisa mencegah kasus komplikasi," ucap Iven.
Pria lulusan D3 Akademi Perawat di Atambua dan Universitas Diponegoro itu juga mengungkapkan alasan melakukan skrining kepada masyarakat. Ia mengaku hal ini dilakukan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang kesulitan datang berobat ke puskesmas.
"Jadi memang fenomena yang ada di masyarakat, mereka tidak mau datang berobat ke puskesmas. Karena mungkin banyak faktor. Salah satunya, masalah kurang dukungan dari keluarga atau masalah faktor ekonomi, sehingga mereka tidak datang ke puskesmas," kata Iven.
Selain itu, Iven juga memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga pola makan dan hidup untuk mencegah penyakit diabetes melitus. "Terkait diet nutrisi. Jadi pola makannya harus diatur, dianjurkan rutin berolahraga, ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan di posyandu lansia, kegiatan di posyandu. Kalau bisa masyarakat diaktifkan untuk bisa mengetahui semua jenis informasi kesehatan yang salah satunya terkait diabetes melitus," jelasnya.
Iven tidak mudah bisa menjalani program ini. Awalnya, Iven harus menghadapi beragam reaksi masyarakat. Bahkan, beberapa di antaranya menganggap edukasi tersebut tidak terlalu penting.
Tantangan lain yang juga dihadapi Iven terkait komunikasi. Mengingat, beberapa wilayah tidak memiliki jangkauan sinyal yang baik sehingga pasien-pasien sulit dihubungi.
"Yang berikut, pasien yang kita obati, kadang-kadang kita hubungi mereka untuk datang ke puskesmas, kadang-kadang komunikasinya putus. Kemudian saat kita datangi ke rumah pasien, orangnya tidak ada. Kadang saya berpikir yang sakit siapa, yang mau sehat siapa? Itulah beberapa tantangan yang saya temukan di tempat saya bekerja," kata Iven.
Namun, tantangan tersebut tak membuat Iven patah arang. Ia tetap fokus untuk menjalani tugasnya. Perjuangan Iven juga tak berakhir sia-sia. Berkat ketekunan dan kegigihan menjalani program miliknya, kasus diabetes di wilayah Wini mulai mengalami penurunan.
"Untuk tahun 2022 lalu, tidak ada kasus kematian dan tidak ada kasus amputasi. Jadi setelah melakukan inovasi ini, ada sedikit perubahan. Tetapi, komplikasi masih ada. Namun, jumlah kasus diabetes melitus di sana trennya sudah mulai menurun. Dari 2022, ada 36 kasus, sekarang hanya ada 17 kasus. Orang-orang ini kami jaga jangan sampai ke komplikasi," paparnya.
Apresiasi untuk Dwi Endah Kurniasih, Pendiri Sekolah Lansia
Iven Tonbesi bukan satu-satunya yang mendapat penghargaan. Kementerian Kesehatan juga memberikan penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan 2023 kepada warga Yogyakarta, Dwi Endah Kurniasih.
Endah dinilai layak mendapat penghargaan ini karena jasanya yang sudah membantu melayani para lansia di Tanah Air. Bantuan layanan yang diberikan Dwi berupa mendirikan sekolah khusus lansia.
Endah menjelaskan, sekolah lansia ini didirikan dengan tiga tujuan, yakni menjadikan lansia sukses, lansia bahagia, dan hidup bermartabat. Wanita yang berprofesi dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Respati Yogyakarta (Unriyo) itu berharap para lansia bisa tetap dalam kondisi baik pada masa usianya.
"Sukses artinya makin tua makin sehat, makin tua makin aktif, makin tua makin produktif. Di akhir hayatnya dalam kondisi bermartabat. Karena banyak sekali lansia-lansia, mereka yang hidupnya sudah makin tidak baik begitu, justru sudah pensiun, lalu pensiunnya berkurang, lalu oleh keluarganya mungkin ditempatkan di ruang belakang begitu. Nah ini penting untuk bagaimana mereka supaya bisa tetap bermartabat dan bisa tangguh di usia senjanya," tutur Endah.
Bukan perjalanan mudah buat Endah mendirikan sekolah lansia ini. Ia menjalani program sekolah lansia ini dengan dana sendiri. Namun, kini, sekolah lansia sudah berkembang, bahkan mendapat bantuan dan dukungan dari kepala desa dan perusahaan.
"Awalnya saya pakai biaya sendiri. Lalu setelah itu meminta bantuan dana ke kepala desa. Di sana ada anggaran dana desa. Lalu juga kerjasama dengan beberapa perusahaan yang memang mereka punya konsentrasi untuk lansia," kata Endah.
Dalam sekolah lansia, Endah menerapkan program pembelajaran ringan untuk para lansia. Ia juga menggunakan kurikulum 7 dimension of wellness.
"Sebelumnya, kami belajar tentang 7 dimension of wellness. Ada tujuh indikator lansia sukses. Misalnya seperti spiritual, fisik, intelektual, sosial, lingkungan, vokasional. Ketujuh indikator itulah yang menjadi kurikulum dalam pembelajaran sekolah lansia," tutur Endah.
"Yang jelas memang output pembelajaran ini adalah membuat lansia bahagia. Jadi pembelajarannya yang ringan, nanti diajarkan terapi tertawa, terapi tersenyum, lalu tongue therapy, terapi senam koran, dan sebagainya," katanya.
Saat ini, Sekolah Lansia yang digagas Dwi Endah sudah mencapai 110 sekolah dan tersebar di 13 provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah lansia yang bersekolah mencapai 12.825 peserta dan 22.000 lansia (usia 65+).
Endah pun berharap sekolah lansia bisa terus berkembang. Bahkan, rencananya, ia juga akan membuat program kampung ramah lansia.
"Salah satu kampung yang dibangun dengan sangat ramah, sistemnya sudah ada, dengan 8 indikator dari WHO. Nah itu nantinya akan berkembang sehingga kampung itu sangat nyaman sekali untuk ditempati lansia sehingga meskipun usia mereka panjang, mereka mandiri dan sehat, diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat juga nyaman," jelasnya.
Selain Endah, Kemenkes juga memberikan apresiasi terhadap tenaga kesehatan lainnya, dr. Agustinus Taolin. Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang saat ini menjabat sebagai Bupati Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur periode 2021-2024.
Apresiasi besar dilayangkan untuk Agustinus karena langkah besar untuk warga sekitar dalam sektor kesehatan. Sepanjang menjabat sebagai bupati, ia membuat sebuah transformasi kesehatan yang telah dilakukan di Kabupaten Belu.
"Kami melihat bahwa peran Pemerintah Daerah di sini sangat penting. Kami mencanangkan pada saat itu bahwa kalau kami terpilih menjadi pemimpin di sana, kepala daerah di sana, bagi warga masyarakat yang belum mendapatkan akses hak atas pelayanan kesehatan ini harus kita lindungi, harus kita penuhi," ujar Agustinus.
Salah satu langkah yang dilakukan Agustinus adalah menjamin pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat di Kabupaten Belu.
Salah satu langkah besar yang dibuat Agustinus, yakni menyediakan tujuh jenis spesialis di RSUD Kabupaten Belu.
"Dari mana? Kami melihat bahwa di dalam APBD, anggaran pemerintah daerah di sana, masih ada ruang untuk disisihkan untuk perhatian kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengalokasikan sebagian dari anggaran Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan itu. Nah lewat jaminan itu, pada saat kita memasukkan seluruh warga masyarakat di Kabupaten Belu terintegrasi dengan BPJS yang dibayar oleh pemerintah," jelasnya.
Kemudian, Agustinus juga memberikan perhatian besar kepada air bersih. Ia menilai air juga penting dan menjadi salah satu sumber kesehatan buat warganya. Karena itu, ia membangun penampungan besar berupa embung di desa-desa untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga.
"Kalau tidak ada air bersih, untuk kebersihan, untuk masak, untuk mandi ini menjadi masalah. Sehingga kita lihat itu, di perkotaan kita juga mengusahakan sumber air dan saluran sambungan air sampai ke tingkat rumah. Kemudian, kita membangun embung di desa-desa. Embung untuk irigasi dan embung untuk air bakunya, untuk minum," kata Agustinus.
Langkah besar lainnya yang dilakukan Agustinus adalah menyediakan dokter-dokter spesialis di RSUD Kabupaten Belu. Menurut Agustus, langkah ini perlu dilakukan untuk menindaklanjuti transformasi kesehatan enam pilar yang dicanangkan Kemenkes.
"Kalau di kabupaten, faskes sekunder atau pelayanan sekunder di rumah sakit, hari ini di Kabupaten Belu, di rumah sakit kami bukan hanya memiliki tujuh spesialis dasar atau tujuh spesialisasi yang sesuai direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kami punya 12," ujar Agustinus.
"Jadi ada dokter penyakit dalam, dokter anak, dokter bedah, dokter kandungan, dokter anestesi, dokter laboratorium. Kami juga ada dokter jantung, dokter penyakit dalam, bahkan kami punya empat dokter penyakit dalam dan 1 konsultan untuk penyakit hati dan saluran cerna. Dan bupatinya juga melayani orang," lanjutnya.
Guna menarik minat para dokter spesialis, Agustinus mengaku butuh biaya yang tidak sedikit. Bahkan, Agustinus memastikan para dokter spesialis diberikan sarana dan prasarana serta fasilitas untuk pekerjaannya. Diperlukan juga biaya untuk menjamin kesejahteraan para dokter.
"Kami, Kabupaten Belu menyediakan sarana prasarana kebutuhan dokter untuk melakukan profesi dokternya, termasuk kehidupan keluarganya, rumah tinggal, dan alat transportasi dari Pemerintah Daerah untuk dokter di sana. Dia merasa nyaman, dia merasa tinggal di rumah sendiri, dan dia betah di sana," kata Agustinus.
"Jadi dokter hanya butuh itu saja. Perputaran atau pengisian kembali tenaga yang datang dan pergi, kami punya berjalan cukup baik. Jadi hari-hari ini, tenaga dokter yang bertugas di tempat kami ini semuanya nyaman," sambungnya.
Menurut Agustinus, biaya-biaya tersebut digunakan dari APBD dan beberapa sumber lainnya. "Sumbernya dari pusat, dana transfer, dana alokasi umum, dana alokasi khusus. Puji Tuhan, Kabupaten Belu memiliki APBD hampir Rp1 triliun. Anggaran kesehatan Kabupaten Belu untuk belanja hampir 28 persen," paparnya.
Keberhasilan dalam memberikan kesejahteraan kesehatan masyarakat tak membuat Agustinus puas. Ia berharap bisa meningkatkan kualitas layanan kesehatan pada masyarakat.
"Kita juga akan mengupayakan supaya rumah sakit di daerah kami ini, kalau betul dan sesuai dengan program Kementerian Kesehatan menjadikan hospital base untuk pendidikan, saya kira kami menjadi salah satu tempat. Jadi di samping menjadi pusat pendidikan, juga menjadi pusat layanan dan pusat rujukan," ujar Agustinus.
Menjadi Teladan Nakes di Daerah
Upaya-upaya hebat para nakes tersebut mendapat pujian dari Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya. Ia berharap mereka yang mendapatkan penghargaan dan apresiasi sebagai Tenaga Kesehatan Teladan bisa memberikan inspirasi dan motivasi para nakes lainnya.
Salah satunya termotivasi untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan di daerah-daerah. Khususnya daerah kategori DTPK (Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan) dan DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan).
"Jadi penghargaan terhadap tenaga kesehatan ini adalah bagian dari upaya Kementerian Kesehatan untuk memberikan apresiasi kepada tenaga-tenaga kesehatan yang sudah bekerja tanpa mengenal lelah, tanpa melihat daerah mereka bekerja. Tentunya mereka juga tidak hanya sekadar memikirkan masalah ekonomi, tetapi mereka sering sekali malah lebih mementingkan kepentingan masyarakat. Inilah yang kemudian kita cari tenaga-tenaga kesehatan yang berdedikasi luas ini untuk kita berikan penghargaan," kata Arianti.
"Memang benar bukan dari sisi apa yang mereka dapat, tetapi ini kami harapkan bisa mendorong mereka untuk lebih semangat lagi dan juga mendorong tenaga-tenaga kesehatan lain untuk mencontoh. Jangan hanya semua mau berkumpul di daerah-daerah atau kota-kota besar saja, tetapi juga mau mencontoh teman-teman yang mau berbakti di daerah-daerah kategori DTPK dan DBK yang memang sulit untuk mendapatkan akses pelayanan," lanjutnya.
Bukan hanya penghargaan, Kemenkes juga memberikan bentuk apresiasi lain untuk para nakes yang menerima penghargaan ini. Beberapa kategori juga mendapatkan fasilitas berupa kendaraan bermotor maupun studi banding ke luar dan dalam negeri.
"Selain piala, kita juga memberikan kesempatan untuk umat muslim untuk menjadi petugas haji. Tentunya nanti di sana mereka juga akan meningkatkan kompetensinya karena mereka akan melayani jemaah-jemaah haji kita," kata Arianti.
Jakarta: Tenaga kesehatan (nakes) merupakan profesi mulia, sekaligus mengemban tanggung jawab cukup berat. Tanpa melihat kondisi, bahkan situasi sulit sekalipun, para nakes rela mengabdi dan menjalani tugas semaksimal mungkin demi kesehatan masyarakat.
Perjuangan berat para nakes di Tanah Air dalam menjalani tugasnya mendapat perhatian besar dari pemerintah. Bahkan, sebagai bentuk apresiasi, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memberikan penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan kepada para nakes pada 2023.
Salah satu nakes yang mendapat penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan 2023, yakni Adrianus Jeniven Haki Tonbesi, perawat yang mengabdi di Puskesmas Wini Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, sejak 2021. Ia dianugerahi penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Nasional 2023.
Pria yang akrab disapa Iven Tonbesi ini mendapat penghargaan karena pengabdian melayani pasien di daerahnya, dan inovasi program kesehatan yang ia lakukan untuk masyarakat wilayah Wini. Adapun program kesehatan tersebut berupa Program Gercap Sero Pasukan (Gerakan Cegah Amputasi Bagi Pasien Ulkus Diabetes di Kampung Perbatasan).
Program ini merupakan sebuah gerakan inovasi yang difokuskan untuk penderita diabetes melitus. Kehadiran program ini diharapkan bisa mencegah masyarakat terkena penyakit diabetes, komplikasi hingga amputasi akibat diabetes.
"Jadi, Gercap singkatan dari gerakan cegah amputasi. Sero, metode yang saya gunakan, yaitu screening dan pelacakan, edukasi, rawat, dan obati. Ada beberapa rangkaian kegiatan. Sedangkan, Pasukan ini singkatan dari pasien diabetes melitus di kampung perbatasan," kata Iven dalam tayangan program Kick Andy di Metro TV, Minggu, 27 Agustus 2023.
"Tujuan saya membuat program ini ada tiga. Diambil dari kata sero yang artinya nol. Jadi saya ingin sero kasus komplikasi, sero kasus amputasi, dan sero kasus kematian di wilayah kerja saya," lanjutnya.
Dalam program tersebut, terdapat beberapa metode yang diterapkan. Salah satunya, melakukan kegiatan skrining dan pelacakan kasus penderita diabetes. Adapun upaya yang dilakukan adalah melakukan skrining di kegiatan-kegiatan posyandu ataupun pertemuan warga.
"Jadi saya membuat bagaimana kita mendekatkan pelayanan ke masyarakat, kami menemukan pasien-pasien diabetes melitus secara dini sehingga bisa mencegah kasus komplikasi," ucap Iven.
Pria lulusan D3 Akademi Perawat di Atambua dan Universitas Diponegoro itu juga mengungkapkan alasan melakukan skrining kepada masyarakat. Ia mengaku hal ini dilakukan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang kesulitan datang berobat ke puskesmas.
"Jadi memang fenomena yang ada di masyarakat, mereka tidak mau datang berobat ke puskesmas. Karena mungkin banyak faktor. Salah satunya, masalah kurang dukungan dari keluarga atau masalah faktor ekonomi, sehingga mereka tidak datang ke puskesmas," kata Iven.
Selain itu, Iven juga memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga pola makan dan hidup untuk mencegah penyakit diabetes melitus. "Terkait diet nutrisi. Jadi pola makannya harus diatur, dianjurkan rutin berolahraga, ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan di posyandu lansia, kegiatan di posyandu. Kalau bisa masyarakat diaktifkan untuk bisa mengetahui semua jenis informasi kesehatan yang salah satunya terkait diabetes melitus," jelasnya.
Iven tidak mudah bisa menjalani program ini. Awalnya, Iven harus menghadapi beragam reaksi masyarakat. Bahkan, beberapa di antaranya menganggap edukasi tersebut tidak terlalu penting.
Tantangan lain yang juga dihadapi Iven terkait komunikasi. Mengingat, beberapa wilayah tidak memiliki jangkauan sinyal yang baik sehingga pasien-pasien sulit dihubungi.
"Yang berikut, pasien yang kita obati, kadang-kadang kita hubungi mereka untuk datang ke puskesmas, kadang-kadang komunikasinya putus. Kemudian saat kita datangi ke rumah pasien, orangnya tidak ada. Kadang saya berpikir yang sakit siapa, yang mau sehat siapa? Itulah beberapa tantangan yang saya temukan di tempat saya bekerja," kata Iven.
Namun, tantangan tersebut tak membuat Iven patah arang. Ia tetap fokus untuk menjalani tugasnya. Perjuangan Iven juga tak berakhir sia-sia. Berkat ketekunan dan kegigihan menjalani program miliknya, kasus diabetes di wilayah Wini mulai mengalami penurunan.
"Untuk tahun 2022 lalu, tidak ada kasus kematian dan tidak ada kasus amputasi. Jadi setelah melakukan inovasi ini, ada sedikit perubahan. Tetapi, komplikasi masih ada. Namun, jumlah kasus diabetes melitus di sana trennya sudah mulai menurun. Dari 2022, ada 36 kasus, sekarang hanya ada 17 kasus. Orang-orang ini kami jaga jangan sampai ke komplikasi," paparnya.
Apresiasi untuk Dwi Endah Kurniasih, Pendiri Sekolah Lansia
Iven Tonbesi bukan satu-satunya yang mendapat penghargaan. Kementerian Kesehatan juga memberikan penghargaan Tenaga Kesehatan Teladan 2023 kepada warga Yogyakarta, Dwi Endah Kurniasih.
Endah dinilai layak mendapat penghargaan ini karena jasanya yang sudah membantu melayani para lansia di Tanah Air. Bantuan layanan yang diberikan Dwi berupa mendirikan sekolah khusus lansia.
Endah menjelaskan, sekolah lansia ini didirikan dengan tiga tujuan, yakni menjadikan lansia sukses, lansia bahagia, dan hidup bermartabat. Wanita yang berprofesi dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Respati Yogyakarta (Unriyo) itu berharap para lansia bisa tetap dalam kondisi baik pada masa usianya.
"Sukses artinya makin tua makin sehat, makin tua makin aktif, makin tua makin produktif. Di akhir hayatnya dalam kondisi bermartabat. Karena banyak sekali lansia-lansia, mereka yang hidupnya sudah makin tidak baik begitu, justru sudah pensiun, lalu pensiunnya berkurang, lalu oleh keluarganya mungkin ditempatkan di ruang belakang begitu. Nah ini penting untuk bagaimana mereka supaya bisa tetap bermartabat dan bisa tangguh di usia senjanya," tutur Endah.
Bukan perjalanan mudah buat Endah mendirikan sekolah lansia ini. Ia menjalani program sekolah lansia ini dengan dana sendiri. Namun, kini, sekolah lansia sudah berkembang, bahkan mendapat bantuan dan dukungan dari kepala desa dan perusahaan.
"Awalnya saya pakai biaya sendiri. Lalu setelah itu meminta bantuan dana ke kepala desa. Di sana ada anggaran dana desa. Lalu juga kerjasama dengan beberapa perusahaan yang memang mereka punya konsentrasi untuk lansia," kata Endah.
Dalam sekolah lansia, Endah menerapkan program pembelajaran ringan untuk para lansia. Ia juga menggunakan kurikulum 7
dimension of wellness.
"Sebelumnya, kami belajar tentang 7
dimension of wellness. Ada tujuh indikator lansia sukses. Misalnya seperti spiritual, fisik, intelektual, sosial, lingkungan, vokasional. Ketujuh indikator itulah yang menjadi kurikulum dalam pembelajaran sekolah lansia," tutur Endah.
"Yang jelas memang output pembelajaran ini adalah membuat lansia bahagia. Jadi pembelajarannya yang ringan, nanti diajarkan terapi tertawa, terapi tersenyum, lalu tongue therapy, terapi senam koran, dan sebagainya," katanya.
Saat ini, Sekolah Lansia yang digagas Dwi Endah sudah mencapai 110 sekolah dan tersebar di 13 provinsi di seluruh Indonesia. Jumlah lansia yang bersekolah mencapai 12.825 peserta dan 22.000 lansia (usia 65+).
Endah pun berharap sekolah lansia bisa terus berkembang. Bahkan, rencananya, ia juga akan membuat program kampung ramah lansia.
"Salah satu kampung yang dibangun dengan sangat ramah, sistemnya sudah ada, dengan 8 indikator dari WHO. Nah itu nantinya akan berkembang sehingga kampung itu sangat nyaman sekali untuk ditempati lansia sehingga meskipun usia mereka panjang, mereka mandiri dan sehat, diperhatikan oleh keluarga dan masyarakat juga nyaman," jelasnya.
Selain Endah, Kemenkes juga memberikan apresiasi terhadap tenaga kesehatan lainnya, dr. Agustinus Taolin. Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang saat ini menjabat sebagai Bupati Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur periode 2021-2024.
Apresiasi besar dilayangkan untuk Agustinus karena langkah besar untuk warga sekitar dalam sektor kesehatan. Sepanjang menjabat sebagai bupati, ia membuat sebuah transformasi kesehatan yang telah dilakukan di Kabupaten Belu.
"Kami melihat bahwa peran Pemerintah Daerah di sini sangat penting. Kami mencanangkan pada saat itu bahwa kalau kami terpilih menjadi pemimpin di sana, kepala daerah di sana, bagi warga masyarakat yang belum mendapatkan akses hak atas pelayanan kesehatan ini harus kita lindungi, harus kita penuhi," ujar Agustinus.
Salah satu langkah yang dilakukan Agustinus adalah menjamin pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat di Kabupaten Belu.
Salah satu langkah besar yang dibuat Agustinus, yakni menyediakan tujuh jenis spesialis di RSUD Kabupaten Belu.
"Dari mana? Kami melihat bahwa di dalam APBD, anggaran pemerintah daerah di sana, masih ada ruang untuk disisihkan untuk perhatian kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengalokasikan sebagian dari anggaran Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan itu. Nah lewat jaminan itu, pada saat kita memasukkan seluruh warga masyarakat di Kabupaten Belu terintegrasi dengan BPJS yang dibayar oleh pemerintah," jelasnya.
Kemudian, Agustinus juga memberikan perhatian besar kepada air bersih. Ia menilai air juga penting dan menjadi salah satu sumber kesehatan buat warganya. Karena itu, ia membangun penampungan besar berupa embung di desa-desa untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga.
"Kalau tidak ada air bersih, untuk kebersihan, untuk masak, untuk mandi ini menjadi masalah. Sehingga kita lihat itu, di perkotaan kita juga mengusahakan sumber air dan saluran sambungan air sampai ke tingkat rumah. Kemudian, kita membangun embung di desa-desa. Embung untuk irigasi dan embung untuk air bakunya, untuk minum," kata Agustinus.
Langkah besar lainnya yang dilakukan Agustinus adalah menyediakan dokter-dokter spesialis di RSUD Kabupaten Belu. Menurut Agustus, langkah ini perlu dilakukan untuk menindaklanjuti transformasi kesehatan enam pilar yang dicanangkan Kemenkes.
"Kalau di kabupaten, faskes sekunder atau pelayanan sekunder di rumah sakit, hari ini di Kabupaten Belu, di rumah sakit kami bukan hanya memiliki tujuh spesialis dasar atau tujuh spesialisasi yang sesuai direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Kami punya 12," ujar Agustinus.
"Jadi ada dokter penyakit dalam, dokter anak, dokter bedah, dokter kandungan, dokter anestesi, dokter laboratorium. Kami juga ada dokter jantung, dokter penyakit dalam, bahkan kami punya empat dokter penyakit dalam dan 1 konsultan untuk penyakit hati dan saluran cerna. Dan bupatinya juga melayani orang," lanjutnya.
Guna menarik minat para dokter spesialis, Agustinus mengaku butuh biaya yang tidak sedikit. Bahkan, Agustinus memastikan para dokter spesialis diberikan sarana dan prasarana serta fasilitas untuk pekerjaannya. Diperlukan juga biaya untuk menjamin kesejahteraan para dokter.
"Kami, Kabupaten Belu menyediakan sarana prasarana kebutuhan dokter untuk melakukan profesi dokternya, termasuk kehidupan keluarganya, rumah tinggal, dan alat transportasi dari Pemerintah Daerah untuk dokter di sana. Dia merasa nyaman, dia merasa tinggal di rumah sendiri, dan dia betah di sana," kata Agustinus.
"Jadi dokter hanya butuh itu saja. Perputaran atau pengisian kembali tenaga yang datang dan pergi, kami punya berjalan cukup baik. Jadi hari-hari ini, tenaga dokter yang bertugas di tempat kami ini semuanya nyaman," sambungnya.
Menurut Agustinus, biaya-biaya tersebut digunakan dari APBD dan beberapa sumber lainnya. "Sumbernya dari pusat, dana transfer, dana alokasi umum, dana alokasi khusus. Puji Tuhan, Kabupaten Belu memiliki APBD hampir Rp1 triliun. Anggaran kesehatan Kabupaten Belu untuk belanja hampir 28 persen," paparnya.
Keberhasilan dalam memberikan kesejahteraan kesehatan masyarakat tak membuat Agustinus puas. Ia berharap bisa meningkatkan kualitas layanan kesehatan pada masyarakat.
"Kita juga akan mengupayakan supaya rumah sakit di daerah kami ini, kalau betul dan sesuai dengan program Kementerian Kesehatan menjadikan hospital base untuk pendidikan, saya kira kami menjadi salah satu tempat. Jadi di samping menjadi pusat pendidikan, juga menjadi pusat layanan dan pusat rujukan," ujar Agustinus.
Menjadi Teladan Nakes di Daerah
Upaya-upaya hebat para nakes tersebut mendapat pujian dari Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya. Ia berharap mereka yang mendapatkan penghargaan dan apresiasi sebagai Tenaga Kesehatan Teladan bisa memberikan inspirasi dan motivasi para nakes lainnya.
Salah satunya termotivasi untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan di daerah-daerah. Khususnya daerah kategori DTPK (Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan) dan DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan).
"Jadi penghargaan terhadap tenaga kesehatan ini adalah bagian dari upaya Kementerian Kesehatan untuk memberikan apresiasi kepada tenaga-tenaga kesehatan yang sudah bekerja tanpa mengenal lelah, tanpa melihat daerah mereka bekerja. Tentunya mereka juga tidak hanya sekadar memikirkan masalah ekonomi, tetapi mereka sering sekali malah lebih mementingkan kepentingan masyarakat. Inilah yang kemudian kita cari tenaga-tenaga kesehatan yang berdedikasi luas ini untuk kita berikan penghargaan," kata Arianti.
"Memang benar bukan dari sisi apa yang mereka dapat, tetapi ini kami harapkan bisa mendorong mereka untuk lebih semangat lagi dan juga mendorong tenaga-tenaga kesehatan lain untuk mencontoh. Jangan hanya semua mau berkumpul di daerah-daerah atau kota-kota besar saja, tetapi juga mau mencontoh teman-teman yang mau berbakti di daerah-daerah kategori DTPK dan DBK yang memang sulit untuk mendapatkan akses pelayanan," lanjutnya.
Bukan hanya penghargaan, Kemenkes juga memberikan bentuk apresiasi lain untuk para nakes yang menerima penghargaan ini. Beberapa kategori juga mendapatkan fasilitas berupa kendaraan bermotor maupun studi banding ke luar dan dalam negeri.
"Selain piala, kita juga memberikan kesempatan untuk umat muslim untuk menjadi petugas haji. Tentunya nanti di sana mereka juga akan meningkatkan kompetensinya karena mereka akan melayani jemaah-jemaah haji kita," kata Arianti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)