Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf (tengah).  bersama Kepala BNP2TKI Nusron Wahid (kiri) dan Ketua Migrant Care Anis Hidayah menjadi pembicara dalam diskusi legislasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9). Foto: MI/ MOHAMAD IRFAN.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf (tengah). bersama Kepala BNP2TKI Nusron Wahid (kiri) dan Ketua Migrant Care Anis Hidayah menjadi pembicara dalam diskusi legislasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9). Foto: MI/ MOHAMAD IRFAN.

DPR Desak Kemenkes Tarik Semua Vaksin Palsu Dari Peredaran

Wanda Indana • 28 Juni 2016 08:47
medcom.id, Jakarta: Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan mengamankan vaksin yang sumbernya tidak jelas di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. Kemenkes juga diminta menarik vaksin jika terbukti palsu.
 
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, pemalsuan vaksin merupakan bentuk kejahatan. Karena itu, Kemenkes harus mendata jenis vaksin palsu dan mempublikasikan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan yang menjual vaksin palsu tersebut.
 
"Secara proaktif dan intensif mendata masyarakat atau pasien penerima vaksil palsu melalui data dari fasyankes yang menggunakan vaksil palsu agar dapat dilakukan vaksinasi ulang," kata Dede dalam rapat kerja bersama Kemenkes di Gedung Nusantara I DPR, Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).

Dede menambahkan, pihaknya mendesak Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan baik pre market maupun post market. Dede meminta BPOM menjamin pendistribusian vaksin sesuai kaidah Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
 
"Termasuk melakukan law enforcement secara tegas dan tidak tebang pilih terhadap pelaku yang terlibat," jelas Dede.
 
Menurut Dede, pengawasan pemerintah terhadap pembuatan dan peredaran vaksin lemah. Karena itu, Kemenkes dan BPOM harus memperkuat kerjasama lintas sektoral terhadap pengawasan produk dan pengamanan suplai vaksin. Menurut Dede, kewenangan BPOM harus diperkuat. ‎
 
"Komisi IX meminta Badan POM untuk menyiapkan draft awal RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan ‎sertra pemanfaatan obat asli Indonesia agar dapat menjadi bahan penyusunan RUU tersebut," tegas Dede.
 
Terakhir, DPR meminta Kemenkes dan BPOM menyerahkan laporan hasil investigasi internal terkait penanganan kasus peredaran vaksin palsu. Kemenkes dan BPOM diberi tenggat waktu sampai 30 Juni, sembari menunggu hasil uji laboratorium BPOM buat mengetahui zat apa saja yang terkandung di dalam vaksin palsu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan