medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo meminta para pembantunya memantau pergerakan organisasi Gafatar. Keberadaan Gafatar dinilai meresahkan karena banyak orang hilang diduga bergabung organisasi itu.
Presiden meminta para menteri dan aparat penegak hukum mencari tahu latar belakang Gafatar, apakah mempunyai ideologi atau tujuan tertentu atau tidak. "Polri salah satu yang diminta untuk melihat hal tersebut," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Istana Negara, Jakarta, Rabu(13/1/2016).
Pram mengatakan, Presiden juga meminta Kementerian Dalam Negeri mengumpulkan data lengkap terkait Gafatar. "Ini sudah cukup membuat keresahan di publik karena banyak yang hilang," ujar Pram.
Kepada masyarakat, Presiden mengimbau agar tidak percaya bujuk rayu untuk bergabung Gafatar. Pram menduga, Gafatar merekrut anggota dengan metode-metode spiritualitas.
Markas Gafatar di Jalan Ciputat Raya, Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Foto: MTVN/Arga Sumantri
Sebab, banyak orang yang rela meninggalkan keluarga demi bergabung Gafatar. Kasus paling mencolok adalah hilangnya dokter Rica Tri Handayani dan putranya Zafran Alif Wicaksono.
Keduanya meninggalkan suaminya di Yogyakarta karena diduga bergabung dengan Gafatar. Rica dan Zafran ditemukan dalam kondisi baik di daerah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Senin 11 Januari.
"Kenyataannya sampai berkorban meninggalkan keluarga, pasti ada sesuatu yang tertanam dalam dirinya (orang yang hilang)," kata Pram.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan, Gafatar sangat berbahaya. Gerakan ini menanamkan ideologi buruk kepada pengikut.
Catatan Polri, 1.058 orang bergabung Gafatar. "Jumlah itu terdiri dari simpatisan eks Afghanistan dan eks Suriah," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 12 Januari.
Gafatar dideklarasikan pada 21 Januari 2012 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Pada 20 November 2012 Direktorat Jenderal Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri melalui surat Nomor 220/3657/D/III/2012 melarang pendirian Gafatar.
Anehnya, hingga April 2015 organisasi ini masih melaksanakan berbagai kegiatan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Sudarmo mengatakan, Gafatar sebelumnya bernama Milah Abraham. Organisasi ini juga sempat berganti nama menjadi Negara Karunia Tuhan Semesta Alam (NKSA).
Sudarmo membenarkan tokoh Gafatar, Mahful Tumanurung. "Dulu namanya Milah Abraham, sempat ganti menjadi NKSA, kemudian ganti lagi menjadi Gafatar," kata Sudarmo kepada Metrotvnews.com.
Milah Abraham dicap sebagai komunitas ajaran sesat karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi. Kelompok ini sempat marak di Depok, Jawa Barat, pada 2010. Tokoh Milah Abraham adalah Ahmad Musadeq.
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo meminta para pembantunya memantau pergerakan organisasi Gafatar. Keberadaan Gafatar dinilai meresahkan karena banyak orang hilang diduga bergabung organisasi itu.
Presiden meminta para menteri dan aparat penegak hukum mencari tahu latar belakang Gafatar, apakah mempunyai ideologi atau tujuan tertentu atau tidak. "Polri salah satu yang diminta untuk melihat hal tersebut," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, di Istana Negara, Jakarta, Rabu(13/1/2016).
Pram mengatakan, Presiden juga meminta Kementerian Dalam Negeri mengumpulkan data lengkap terkait Gafatar. "Ini sudah cukup membuat keresahan di publik karena banyak yang hilang," ujar Pram.
Kepada masyarakat, Presiden mengimbau agar tidak percaya bujuk rayu untuk bergabung Gafatar. Pram menduga, Gafatar merekrut anggota dengan metode-metode spiritualitas.
Markas Gafatar di Jalan Ciputat Raya, Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Foto: MTVN/Arga Sumantri
Sebab, banyak orang yang rela meninggalkan keluarga demi bergabung Gafatar. Kasus paling mencolok adalah hilangnya dokter Rica Tri Handayani dan putranya Zafran Alif Wicaksono.
Keduanya meninggalkan suaminya di Yogyakarta karena diduga bergabung dengan Gafatar. Rica dan Zafran ditemukan dalam kondisi baik di daerah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Senin 11 Januari.
"Kenyataannya sampai berkorban meninggalkan keluarga, pasti ada sesuatu yang tertanam dalam dirinya (orang yang hilang)," kata Pram.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan, Gafatar sangat berbahaya. Gerakan ini menanamkan ideologi buruk kepada pengikut.
Catatan Polri, 1.058 orang bergabung Gafatar. "Jumlah itu terdiri dari simpatisan eks Afghanistan dan eks Suriah," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa 12 Januari.
Gafatar dideklarasikan pada 21 Januari 2012 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. Pada 20 November 2012 Direktorat Jenderal Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri melalui surat Nomor 220/3657/D/III/2012 melarang pendirian Gafatar.
Anehnya, hingga April 2015 organisasi ini masih melaksanakan berbagai kegiatan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Sudarmo mengatakan, Gafatar sebelumnya bernama Milah Abraham. Organisasi ini juga sempat berganti nama menjadi Negara Karunia Tuhan Semesta Alam (NKSA).
Sudarmo membenarkan tokoh Gafatar, Mahful Tumanurung. "Dulu namanya Milah Abraham, sempat ganti menjadi NKSA, kemudian ganti lagi menjadi Gafatar," kata Sudarmo kepada
Metrotvnews.com.
Milah Abraham dicap sebagai komunitas ajaran sesat karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi. Kelompok ini sempat marak di Depok, Jawa Barat, pada 2010. Tokoh Milah Abraham adalah Ahmad Musadeq.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)