medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengeluarkan strategi baru dalam mencegah aksi terorisme di Indonesia. Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) dilibatkan untuk mengatasi aksi terorisme.
Pelibatan dua pasukan khusus dari TNI ini dilakukan setelah adanya tragedi bom Thamrin pada 14 Februari 2016. Sehingga, dalam penanganan terorisme tidak hanya dilakukan oleh kepolisian, namun, juga melibatkan TNI.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah strategi berlapis ini dilakukan untuk mencegah tragedi bom Thamrin terulang.
"Strategi kita semakin berlapis hadapi insiden kaya kemarin. Polisi, Kopasus dan Denjaka kita dekatkan. Supaya kalau ada apa-apa akan langsung kita serbu," kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2016).
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini tidak ingin tragedi terorisme seperti di Paris, Prancis dan Mumbai, India terjadi di Indonesia. Untuk itu, kataa dia, pemerintah menerapkan pengamanan berlapis, sehingga dapat mencegah terjadinya jatuh korban.
"Kita tunggu, ada korban, kalau tidak ditunggu, juga ada korban. Jadi tidak dicover dulu oleh media, tapi dicover aparat keamanan. Kalau dicover media kayak sinetron," tandas dia.
Seperti diketahui, Kopassus memiliki Satuan 81 Penanggulangan Teror atau Sat81 Gultor. Sementara itu, Denjaka merupakan Satuan Penanggulangan Teror Aspek Laut yang dimiliki matra TNI Angkatan Laut.
Serangan teror di Thamrin mengakibatkan delapan orang meninggal, dan 27 terluka. Empat dari korban meninggal merupakan pelaku teror. Beberapa tempat seperti pos polisi di Jalan Thamrin juga hancur akibat ledakan. Gerai Starbucks juga menjadi sasaran kelompok radikal.
Korban luka dirawat di beberapa tempat, yakni Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, Rumah Sakit Abdi Waluyo, dan Rumah Sakit Metropolitan Medical Center.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengeluarkan strategi baru dalam mencegah aksi terorisme di Indonesia. Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) dilibatkan untuk mengatasi aksi terorisme.
Pelibatan dua pasukan khusus dari TNI ini dilakukan setelah adanya tragedi bom Thamrin pada 14 Februari 2016. Sehingga, dalam penanganan terorisme tidak hanya dilakukan oleh kepolisian, namun, juga melibatkan TNI.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah strategi berlapis ini dilakukan untuk mencegah tragedi bom Thamrin terulang.
"Strategi kita semakin berlapis hadapi insiden kaya kemarin. Polisi, Kopasus dan Denjaka kita dekatkan. Supaya kalau ada apa-apa akan langsung kita serbu," kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (12/2/2016).
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini tidak ingin tragedi terorisme seperti di Paris, Prancis dan Mumbai, India terjadi di Indonesia. Untuk itu, kataa dia, pemerintah menerapkan pengamanan berlapis, sehingga dapat mencegah terjadinya jatuh korban.
"Kita tunggu, ada korban, kalau tidak ditunggu, juga ada korban. Jadi tidak dicover dulu oleh media, tapi dicover aparat keamanan. Kalau dicover media kayak sinetron," tandas dia.
Seperti diketahui, Kopassus memiliki Satuan 81 Penanggulangan Teror atau Sat81 Gultor. Sementara itu, Denjaka merupakan Satuan Penanggulangan Teror Aspek Laut yang dimiliki matra TNI Angkatan Laut.
Serangan teror di Thamrin mengakibatkan delapan orang meninggal, dan 27 terluka. Empat dari korban meninggal merupakan pelaku teror. Beberapa tempat seperti pos polisi di Jalan Thamrin juga hancur akibat ledakan. Gerai Starbucks juga menjadi sasaran kelompok radikal.
Korban luka dirawat di beberapa tempat, yakni Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, Rumah Sakit Abdi Waluyo, dan Rumah Sakit Metropolitan Medical Center.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)