medcom.id, Jakarta: Rakyat Indonesia diminta mewaspadai survei tidak kredibel yang sengaja dikeluarkan untuk menggiring opini menjelang Pemilu Presiden 2014.
Demikian disampaikan Direktur Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), Fadjroel Rachman, di Jakarta, Rabu (2/7/2014).
"Jangan mudah percaya hasil survei, apalagi bila secara metodologi dan rekam jejak lembaganya tidak jelas," kata Fadjroel di Jakarta, Rabu (2/7).
Ia mengatakan untuk melihat kredibilitas lembaga survei, masyarakat bisa mengecek apakah lembaga tersebut tergabung ke dalam salah satu asosiasi lembaga survei.
"Setiap lembaga memiliki kode etik, pakta integritas, serta dewan etik untuk memeriksa bila sebuah riset itu tak benar," terangnya.
Fadjroel menambahkan lembaga yang melakukan survei pemilu legislatif dan pemilu presiden harus terdaftar di KPU. KPU akan memberi sertifikasi pada lembaga survei tersebut serta memiliki dewan etik yang menyertakan sejumlah syarat kepada kembaga survei untuk mempublikasikan surveinya.
"Setelah survei sudah dilaksanakan, lembaga tersebut wajib menyerahkan hasil dan daftar pertanyaan untuk bisa diperiksa. Yang tak dapat sertifikat ke KPU lebih baik tak usah ditanggapi," ujarnya.
Ia menganjurkan publik membandingkan publikasi survei dan pelaksanaan waktu survei. Selain itu, lembaga survei harus terbuka ke pihak manapun.
"Perbandingan itu perlu dilakukan karena bisa jadi survei lama diklaim baru. Ini sudah beberapa kali terjadi sehingga publik mesti hati-hati. Publik bisa meminta model pertanyaan saat riset karena pertanyaan bisa saja mengarahkan jawaban responden sejak awal," terangnya.
Contoh survei yang menggiring publik misalnya responden ditanya siapa calon presiden yang tegas. Kemudian ditanyak soal pentingnya kedaulatan Indonesia.
"Lalu ditanya siapa calon pemimpin yang dipegang agar Indonesia berdaulat. Ini sudah jelas arahnya ke mana," terang Fadjroel. (*)
medcom.id, Jakarta: Rakyat Indonesia diminta mewaspadai survei tidak kredibel yang sengaja dikeluarkan untuk menggiring opini menjelang Pemilu Presiden 2014.
Demikian disampaikan Direktur Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG), Fadjroel Rachman, di Jakarta, Rabu (2/7/2014).
"Jangan mudah percaya hasil survei, apalagi bila secara metodologi dan rekam jejak lembaganya tidak jelas," kata Fadjroel di Jakarta, Rabu (2/7).
Ia mengatakan untuk melihat kredibilitas lembaga survei, masyarakat bisa mengecek apakah lembaga tersebut tergabung ke dalam salah satu asosiasi lembaga survei.
"Setiap lembaga memiliki kode etik, pakta integritas, serta dewan etik untuk memeriksa bila sebuah riset itu tak benar," terangnya.
Fadjroel menambahkan lembaga yang melakukan survei pemilu legislatif dan pemilu presiden harus terdaftar di KPU. KPU akan memberi sertifikasi pada lembaga survei tersebut serta memiliki dewan etik yang menyertakan sejumlah syarat kepada kembaga survei untuk mempublikasikan surveinya.
"Setelah survei sudah dilaksanakan, lembaga tersebut wajib menyerahkan hasil dan daftar pertanyaan untuk bisa diperiksa. Yang tak dapat sertifikat ke KPU lebih baik tak usah ditanggapi," ujarnya.
Ia menganjurkan publik membandingkan publikasi survei dan pelaksanaan waktu survei. Selain itu, lembaga survei harus terbuka ke pihak manapun.
"Perbandingan itu perlu dilakukan karena bisa jadi survei lama diklaim baru. Ini sudah beberapa kali terjadi sehingga publik mesti hati-hati. Publik bisa meminta model pertanyaan saat riset karena pertanyaan bisa saja mengarahkan jawaban responden sejak awal," terangnya.
Contoh survei yang menggiring publik misalnya responden ditanya siapa calon presiden yang tegas. Kemudian ditanyak soal pentingnya kedaulatan Indonesia.
"Lalu ditanya siapa calon pemimpin yang dipegang agar Indonesia berdaulat. Ini sudah jelas arahnya ke mana," terang Fadjroel. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NAV)