Jakarta: Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendapati ada 5,8 juta balita di Indonesia mengalami masalah gizi. Data ini didapat dari hasil pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting kepada 15,5 juta balita (90,75 persen) per 1 Juli 2024.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Budiono Subambang mengatakan data ini didapat dari hasil pengukuran serentak di 330 ribu Posyandu hingga Juni. Temuan lainnya, ada 2,71 persen atau 165.807 balita bermasalah yang perlu diintervensi.
"Progres yang terakhir sampai tadi pagi (1 Juli 2024) sampai 95 persen hasil kerja kolaborasi semua kementerian/lembaga," kata Budiono di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024.
Prevalensi stunting di Indonesia disebut berkurang sebesar 15,7 persen dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata penurunan sekitar 1,57 persen per tahun. Sementara, pada 2023, prevalensi stunting 21,5 persen.
"Perlu strategi percepatan dan fokus pada upaya pencegahan melalui pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting," ujar dia.
Pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting bertujuan untuk identifikasi masalah gizi secara dini, meningkatkan kualitas data untuk kebijakan, memperkuat intervensi dan program kesehatan, memperluas cakupan posyandu, edukasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat/sasaran.
"Kemudian mendorong kolaborasi lintas sektor dan antar pemangku kepentingan serta merevitalisasi posyandu, dengan peralatan terstandar dan kader terlatih untuk pelayanan kesehatan yang optimal," ungkapnya.
Pemerintah memberi waktu hingga satu minggu ke depan bagi daerah yang belum memasukkan data pengukuran serentak. Hingga 24 Juni 2024, dari 300 ribu Posyandu masih terdapat 57 ribu Posyandu yang belum melaksanakan pengukuran.
Jakarta: Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendapati ada 5,8 juta balita di Indonesia mengalami masalah gizi. Data ini didapat dari hasil pengukuran dan intervensi serentak pencegahan
stunting kepada 15,5 juta balita (90,75 persen) per 1 Juli 2024.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Budiono Subambang mengatakan data ini didapat dari hasil pengukuran serentak di 330 ribu Posyandu hingga Juni. Temuan lainnya, ada 2,71 persen atau 165.807 balita bermasalah yang perlu diintervensi.
"Progres yang terakhir sampai tadi pagi (1 Juli 2024) sampai 95 persen hasil kerja kolaborasi semua kementerian/lembaga," kata Budiono di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024.
Prevalensi
stunting di Indonesia disebut berkurang sebesar 15,7 persen dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata penurunan sekitar 1,57 persen per tahun. Sementara, pada 2023, prevalensi stunting 21,5 persen.
"Perlu strategi percepatan dan fokus pada upaya pencegahan melalui pengukuran dan intervensi serentak pencegahan stunting," ujar dia.
Pengukuran dan intervensi serentak pencegahan
stunting bertujuan untuk identifikasi masalah gizi secara dini, meningkatkan kualitas data untuk kebijakan, memperkuat intervensi dan program kesehatan, memperluas cakupan posyandu, edukasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat/sasaran.
"Kemudian mendorong kolaborasi lintas sektor dan antar pemangku kepentingan serta merevitalisasi posyandu, dengan peralatan terstandar dan kader terlatih untuk pelayanan kesehatan yang optimal," ungkapnya.
Pemerintah memberi waktu hingga satu minggu ke depan bagi daerah yang belum memasukkan data pengukuran serentak. Hingga 24 Juni 2024, dari 300 ribu Posyandu masih terdapat 57 ribu Posyandu yang belum melaksanakan pengukuran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)