Jakarta: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar membeberkan beberapa faktor penyebab berkurangnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Pada 2023, Indonesia bisa menurunkan luas karhutla lebih kurang 488.064,65 hektare atau 29,59 persen dibandingkan karhutla 2019.
Menurut dia, KLHK sudah cukup galak dalam mengatur hal-hal terkait karhutla. Salah satunya ialah menindaklanjuti deteksi titik api (hotspot).
“Hotspot itu adalah 80 persen calon api. Begitu ada hotspot, Dirjen Gakkum sudah bikin surat, diperingati terus jadi fire spot,“ ujar Siti Nurbaya di IPB University Bogor, Jawa Barat, Rabu, 27 Maret 2024.
Faktor kedua ialah pendampingan kuat dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). “Pembahasan gambutnya dilakukan terus. Alat ukurnya KLHK juga punya 11 ribu sistem monitoring, titik-titik monitoring untuk kebasahan gambut. BRGK mungkin punya 300-an titik di tanah masyarakat,” ujar dia.
Faktor lain, menurut Siti, ialah partisipasi masyarakat yang baik. Bahkan dia menilai partisipasi publik dari warga Indonesia terbaik di seluruh dunia.
Siti mengaku setiap hari menerima laporan dan pengaduan lewat ponselnya. Dia meminta Dirjen terkait segera menindaklanjuti aduan dari partisipasi publik.
“Saya ini sudah ngurusin sampah, polusi udara, ini, itu. Saya coba bandingin dengan negara-negara lain. Kalau negara lain rata-rata misionaris, mekanik, teknik dan partisipasi publiknya tidak seperti kita,” ucap dia.
Jakarta:
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar membeberkan beberapa faktor penyebab berkurangnya
kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Pada 2023, Indonesia bisa menurunkan luas karhutla lebih kurang 488.064,65 hektare atau 29,59 persen dibandingkan karhutla 2019.
Menurut dia, KLHK sudah cukup galak dalam mengatur hal-hal terkait karhutla. Salah satunya ialah menindaklanjuti deteksi titik api (hotspot).
“Hotspot itu adalah 80 persen calon api. Begitu ada hotspot, Dirjen Gakkum sudah bikin surat, diperingati terus jadi fire spot,“ ujar Siti Nurbaya di IPB University Bogor, Jawa Barat, Rabu, 27 Maret 2024.
Faktor kedua ialah pendampingan kuat dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). “Pembahasan gambutnya dilakukan terus. Alat ukurnya KLHK juga punya 11 ribu sistem monitoring, titik-titik monitoring untuk kebasahan gambut. BRGK mungkin punya 300-an titik di tanah masyarakat,” ujar dia.
Faktor lain, menurut Siti, ialah partisipasi masyarakat yang baik. Bahkan dia menilai partisipasi publik dari warga Indonesia terbaik di seluruh dunia.
Siti mengaku setiap hari menerima laporan dan pengaduan lewat ponselnya. Dia meminta Dirjen terkait segera menindaklanjuti aduan dari partisipasi publik.
“Saya ini sudah ngurusin sampah, polusi udara, ini, itu. Saya coba bandingin dengan negara-negara lain. Kalau negara lain rata-rata misionaris, mekanik, teknik dan partisipasi publiknya tidak seperti kita,” ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)