medcom.id, Jakarta: Meningkatnya angka kejahatan kekerasan seksual anak dan perempuan banyak disumbang dari dampak negatif perkembangan teknologi informasi yang semakin deras. Dalam banyak kasus pelecehan seksual, pelaku kerap beralibi melakukan tindakan tidak terpuji itu karena pengaruh sajian pornografi yang dengan leluasa bisa ditemukan dalam jaringan internet.
Koordinator End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (Ecpat) Indonesia Andi Ardian mengatakan kenaikan signifikan pengaruh internet terhadap aksi kejahatan seks, khususnya pada perempuan dan anak sudah dirasakan sejak 2012. Andi menyebutkan, dari April sampai Juni 2015 tahun lalu, pengaruh internet terhadap aksi kejahatan tersebut terdapat sebanyak 11.319 laporan.
"Besaran data ini menunjukkan kerentanan anak-anak menjadi target dan korban pelaku kejahatan seksual anak melalui online," kata Andi kepada Metrotvnews.com, Selasa (3/5/2016).
Menurut Andi, berdasarkan data the National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) dari Cyber Typeline untuk Indonesia, peluang kekerasan dan pelecehan seksual terbesar terjadi pada media sosial Facebook. Andi menyebutkan angka itu sebesar 10.732 kasus.
"Upaya perlindungan anak pun tidak dilakukan secara maksimal, terlebih di era keterbukaan informasi sekarang ini, banyak informasi tanpa filter yang megakibatkan anak-anak terpapar hal-hal negatif, termasuk pornografi," kata Andi.
Negara mesti mulai kembali memikirkan upaya untuk mencegah akses anak di bawah umur terhadap konten-konten yang bisa berdampak buruk. Hal ini, kata Andi, bisa diambil pembelajaran terhadap apa yang sudah dilakukan Pemerintah Inggris untuk melindungi warga remaja dan anak-anak mereka dari dampak negatif internet.
"Inggris bisa dianggap baik dalam berusaha menyaring informasi untuk mengurangi kejahatan seksual anak dari dampak siber. Mereka menggandeng penyedia layanan untuk melakukan upaya yang sama," ujar dia.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Seto Mulyadi mengatakan kemajuan teknologi dan arus media yang gencar sekarang ini memang menyumbang pengaruh yang tidak melulu baik. Anak-anak yang semakin berkurang dalam melakukan interaksi sosial akibat sibuk dengan dunia digital memberikan pengaruh tersendiri dalam segi psikologis.
"Remaja harus diberi dan diarahkan pada ruang yang kreatif. Agresifitas remaja harus tersalurkan dengan baik. Sekarang kita ini minim ruang publik dan wahana bermain. Sehingga anak-anak frustrasi dan kejenuhan yang mendorong tindakan kejahatan seksual," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto itu.
Di sisi lain, Internet juga bisa dimanfaatkan sebagai senjata untuk menggalang kampanye perlawanan terhadap aksi kejahatan dan kekerasan seksual anak dan perempuan. Baru-baru ini, seiring dengan tindakan di luar nalar kemanusiaan hingga menelan korban perempuan 14 tahun di Bengkulu, netizen ramai-ramai memunculkan tanda pagar #NyalaUntukYuyun.
Sebagai wanita ikut miris melihat berita yuyun. Semoga laki-laki selalu menghormati perempuan dan dapat mengontrol hawanya #NyalaUntukYuyun
— Selvia N Anisa (@silviia_xx) May 3, 2016
End violence against women. Beragama saja belum bisa mencegah kita berbuat kekerasan. Kita harus punya peri kemanusiaan #NyalaUntukYuyun
— Happy Suryani Harefa (@HappyHarefa) May 3, 2016
Tanda pagar #NyalaUntukYuyun bertengger di puncak trending topic Twitter Indonesia pada Senin (2/5/2016). Hashtag dengan jumlah kicauan lebih dari 1.800 kali digerakkan oleh para netizen sebagai wujud simpati.
medcom.id, Jakarta: Meningkatnya angka kejahatan kekerasan seksual anak dan perempuan banyak disumbang dari dampak negatif perkembangan teknologi informasi yang semakin deras. Dalam banyak kasus pelecehan seksual, pelaku kerap beralibi melakukan tindakan tidak terpuji itu karena pengaruh sajian pornografi yang dengan leluasa bisa ditemukan dalam jaringan internet.
Koordinator End Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking Of Children For Sexual Purposes (Ecpat) Indonesia Andi Ardian mengatakan kenaikan signifikan pengaruh internet terhadap aksi kejahatan seks, khususnya pada perempuan dan anak sudah dirasakan sejak 2012. Andi menyebutkan, dari April sampai Juni 2015 tahun lalu, pengaruh internet terhadap aksi kejahatan tersebut terdapat sebanyak 11.319 laporan.
"Besaran data ini menunjukkan kerentanan anak-anak menjadi target dan korban pelaku kejahatan seksual anak melalui online," kata Andi kepada Metrotvnews.com, Selasa (3/5/2016).
Menurut Andi, berdasarkan data the National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) dari Cyber Typeline untuk Indonesia, peluang kekerasan dan pelecehan seksual terbesar terjadi pada media sosial Facebook. Andi menyebutkan angka itu sebesar 10.732 kasus.
"Upaya perlindungan anak pun tidak dilakukan secara maksimal, terlebih di era keterbukaan informasi sekarang ini, banyak informasi tanpa filter yang megakibatkan anak-anak terpapar hal-hal negatif, termasuk pornografi," kata Andi.
Negara mesti mulai kembali memikirkan upaya untuk mencegah akses anak di bawah umur terhadap konten-konten yang bisa berdampak buruk. Hal ini, kata Andi, bisa diambil pembelajaran terhadap apa yang sudah dilakukan Pemerintah Inggris untuk melindungi warga remaja dan anak-anak mereka dari dampak negatif internet.
"Inggris bisa dianggap baik dalam berusaha menyaring informasi untuk mengurangi kejahatan seksual anak dari dampak siber. Mereka menggandeng penyedia layanan untuk melakukan upaya yang sama," ujar dia.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Seto Mulyadi mengatakan kemajuan teknologi dan arus media yang gencar sekarang ini memang menyumbang pengaruh yang tidak melulu baik. Anak-anak yang semakin berkurang dalam melakukan interaksi sosial akibat sibuk dengan dunia digital memberikan pengaruh tersendiri dalam segi psikologis.
"Remaja harus diberi dan diarahkan pada ruang yang kreatif. Agresifitas remaja harus tersalurkan dengan baik. Sekarang kita ini minim ruang publik dan wahana bermain. Sehingga anak-anak frustrasi dan kejenuhan yang mendorong tindakan kejahatan seksual," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto itu.
Di sisi lain, Internet juga bisa dimanfaatkan sebagai senjata untuk menggalang kampanye perlawanan terhadap aksi kejahatan dan kekerasan seksual anak dan perempuan. Baru-baru ini, seiring dengan tindakan di luar nalar kemanusiaan hingga menelan korban perempuan 14 tahun di Bengkulu, netizen ramai-ramai memunculkan tanda pagar #NyalaUntukYuyun.
Tanda pagar #NyalaUntukYuyun bertengger di puncak trending topic Twitter Indonesia pada Senin (2/5/2016). Hashtag dengan jumlah kicauan lebih dari 1.800 kali digerakkan oleh para netizen sebagai wujud simpati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADM)