Jakarta: Lembaga pendidikan berupaya memperkuat wawasan tentang studi Al-Qur’an. Di antaranya dengan menggelar seminar internasional.
Seminar yang merupakan bagian dari rangkaian acara 1st PTIQ International Quranic Studies Conference itu digelar Universitas PTIQ Jakarta. Para akademisi dan pakar dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam seminar tersebut.
“Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka membuktikan, bahwa kita adalah para penjaga Al-Qur’an,” ujar Ketua Pelaksana Conference, Abd Muid Nawawi, dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Juni 2024.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta Darwis Hude menekankan pentingnya keberagaman perspektif dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. "Dalam tradisi tafsir Al-Qur’an, jangan heran jika banyak pandangan yang tidak sama dengan pandangan umum," ujar dia.
Dalam seminar tersebut setiap narasumber diberikan waktu 30 menit untuk menyampaikan paparan, kemudian masing-masing diberikan waktu 10 menit untuk membantah dan memberikan respons.
Professor of Islamic Studies dari University of Notre Dame, USA, Mun’im Sirry berargumen Al-Qur’an bukan hanya kalamullah tetapi juga kalam nabi. Dia mengatakan Allah hanya mewahyukan maknanya, tetapi secara bahasa dinarasikan oleh Nabi.
"Kita kehilangan percakapan intelektual yang tidak mau melihat kompleksitas,” ucap dia.
Director of Darul Archam Islamic Boarding School, Indonesia, Muhammad Nuruddin, membantah argumen Mun’im Sirry. Dengan mengutip dalil-dalil Al-Qur’an dan pendapat para ulama, dia menyatakan rujukan-rujukan yang dikutip Mun’im Sirry tidak tepat.
“Tidak ada dalil Al-Qur’an yang digunakan oleh Prof. Dr. Mun’im Sirry. Kemudian, saya juga menyampaikan ayat Al-Qur’an yang mengancam mereka yang menyebutkan Al-Qur’an adalah ucapan manusia dengan neraka syakar,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, dosen dari Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan, Brunei Darussalam, Mikdar Rusdi, cenderung sepakat dengan Muhammad Nuruddin. Menurut dia, pengkajian tentang pemahaman Al-Qur’an harus berkaitan dengan kemajuan.
Namun, Mun’im Sirry justru mengkritik pandangan Muhammad Nuruddin. “Kesalahan Nuruddin adalah karena cara pandang yang salah, karena menurutnya cara pandang itu hanya ‘either or fallacy’, tanpa memikirkan pandangan alternatif. Selain itu, ayat tentang ancaman ‘neraka syaqor’ adalah ucapan orang-orang musyrik yang mengatakan Al-Qur’an adalah ucapan nabi dan tidak berdasarkan wahyu, sedangkan saya dan juga para ulama yang berpendapat Al-Qur’an adalah kalamullah wa kalamu rasulillah berpandangan tetap, Al-Qur’an pun adalah kalamullah, berbeda dengan yang dituduhkan kaum musyrik," beber dia.
Nuruddin pun menjawab kritikan tersebut. Selama belajar ilmu logika, dia tidak menemukan adanya either or fallacy, yang ada justru hukum kontradiksi, dua hal yang bertentangan tidak mungkin terhimpun.
"Contohnya, apakah mungkin ‘ini PTIQ dan ini bukan PTIQ dan kemungkinan ketiga’. Jadi ketika ada pernyataan ini PTIQ, maka pernyataan ini bukan PTIQ itu salah,” ujar dia
Jakarta:
Lembaga pendidikan berupaya memperkuat wawasan tentang studi
Al-Qur’an. Di antaranya dengan menggelar seminar internasional.
Seminar yang merupakan bagian dari rangkaian acara 1st PTIQ International Quranic Studies Conference itu digelar Universitas PTIQ Jakarta. Para akademisi dan pakar dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam seminar tersebut.
“Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka membuktikan, bahwa kita adalah para penjaga Al-Qur’an,” ujar Ketua Pelaksana Conference, Abd Muid Nawawi, dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Juni 2024.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta Darwis Hude menekankan pentingnya keberagaman perspektif dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. "Dalam tradisi tafsir Al-Qur’an, jangan heran jika banyak pandangan yang tidak sama dengan pandangan umum," ujar dia.
Dalam seminar tersebut setiap narasumber diberikan waktu 30 menit untuk menyampaikan paparan, kemudian masing-masing diberikan waktu 10 menit untuk membantah dan memberikan respons.
Professor of Islamic Studies dari University of Notre Dame, USA, Mun’im Sirry berargumen Al-Qur’an bukan hanya kalamullah tetapi juga kalam nabi. Dia mengatakan Allah hanya mewahyukan maknanya, tetapi secara bahasa dinarasikan oleh Nabi.
"Kita kehilangan percakapan intelektual yang tidak mau melihat kompleksitas,” ucap dia.
Director of Darul Archam Islamic Boarding School, Indonesia, Muhammad Nuruddin, membantah argumen Mun’im Sirry. Dengan mengutip dalil-dalil Al-Qur’an dan pendapat para ulama, dia menyatakan rujukan-rujukan yang dikutip Mun’im Sirry tidak tepat.
“Tidak ada dalil Al-Qur’an yang digunakan oleh Prof. Dr. Mun’im Sirry. Kemudian, saya juga menyampaikan ayat Al-Qur’an yang mengancam mereka yang menyebutkan Al-Qur’an adalah ucapan manusia dengan neraka syakar,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, dosen dari Kolej Universiti Perguruan Ugama Seri Begawan, Brunei Darussalam, Mikdar Rusdi, cenderung sepakat dengan Muhammad Nuruddin. Menurut dia, pengkajian tentang pemahaman Al-Qur’an harus berkaitan dengan kemajuan.
Namun, Mun’im Sirry justru mengkritik pandangan Muhammad Nuruddin. “Kesalahan Nuruddin adalah karena cara pandang yang salah, karena menurutnya cara pandang itu hanya ‘
either or fallacy’, tanpa memikirkan pandangan alternatif. Selain itu, ayat tentang ancaman ‘neraka syaqor’ adalah ucapan orang-orang musyrik yang mengatakan Al-Qur’an adalah ucapan nabi dan tidak berdasarkan wahyu, sedangkan saya dan juga para ulama yang berpendapat Al-Qur’an adalah kalamullah wa kalamu rasulillah berpandangan tetap, Al-Qur’an pun adalah kalamullah, berbeda dengan yang dituduhkan kaum musyrik," beber dia.
Nuruddin pun menjawab kritikan tersebut. Selama belajar ilmu logika, dia tidak menemukan adanya
either or fallacy, yang ada justru hukum kontradiksi, dua hal yang bertentangan tidak mungkin terhimpun.
"Contohnya, apakah mungkin ‘ini PTIQ dan ini bukan PTIQ dan kemungkinan ketiga’. Jadi ketika ada pernyataan ini PTIQ, maka pernyataan ini bukan PTIQ itu salah,” ujar dia
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)