medcom.id, Jakarta: Malam ini, masyarakat silih berganti berdoa di makam Kiai Haji Hasyim Muzadi. Bukan hanya warga sekitar Kompleks Pondok Pesantren Al Hikam, Depok, tapi juga warga dari berbagai wilayah Jakarta.
Sutiono, warga Cengkareng, Jakarta Barat, sengaja datang ke Pesantren Al Hikam khusus mendoakan Kiai Hasyim. Sutiono tidak ada ikatan keluarga dengan Kiai Hasyim, tidak juga mengenal dekat. Tapi ia melihat mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu dari keilmuannya.
"Beliau tokoh besar. Pasti banyak yang sudah diberikan kepada negeri ini," kata Sutiono, Kamis 16 Maret 2017.
Tatapannya terus mengarah ke makam Kiai Hasyim. Mulutnya komat kamit. Sutiono tahu sejak pagi Kiai Hasyim meninggal. Siang ia berangkat bersama seorang teman ke Pesantren Al Hikam, Depok. Tiba, Kiai Hasyim sudah dimakamkan.
"Tadi perjalanan sangat macet, makanya baru sampai Maghrib," ujar dia.
Warga terus berdatangan berdoa di pusara Kiai Hasyim di Kompleks Pondok Pesantren Al Hikam, Depok. Foto: MTVN/Tri Kurniawan
Fadli, warga Pancoran, Jakarta Selatan, juga bukan siapa-siapa Kiai Hasyim. Sejak siang ia berada di Pesantren Al Hikam. Kakinya penuh tanah merah. Wajah Fadli berkeringat.
Ia memegang paralon yang menyedot air di liang lahat Kiai Hasyim. Fadli lebih banyak menggelengkan kepala soal penyebab air mengalir di liang lahat Kiai Hasyim. Mungkin dia lelah.
Lima pria berusia belasan tahun bersila beralas sandal sekira tiga meter dari makam Kiai Hasyim. Lebih dekat makam Kiai Hasyim, di depan para pria belasan tahun, para sepuh khusyuk berdoa.
Tenda ukuran sekira 4 x 4 meter itu tak menampung masyarakat yang berdoa di pusaran makam Kiai Hasyim. Gerimis mulai turun. Pria belasan tahun itu tidak beranjak. Seorang dari lima pria itu mengucap, "Alfatihah," tanda doa dimulai.
medcom.id, Jakarta: Malam ini, masyarakat silih berganti berdoa di makam Kiai Haji Hasyim Muzadi. Bukan hanya warga sekitar Kompleks Pondok Pesantren Al Hikam, Depok, tapi juga warga dari berbagai wilayah Jakarta.
Sutiono, warga Cengkareng, Jakarta Barat, sengaja datang ke Pesantren Al Hikam khusus mendoakan Kiai Hasyim. Sutiono tidak ada ikatan keluarga dengan Kiai Hasyim, tidak juga mengenal dekat. Tapi ia melihat mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu dari keilmuannya.
"Beliau tokoh besar. Pasti banyak yang sudah diberikan kepada negeri ini," kata Sutiono, Kamis 16 Maret 2017.
Tatapannya terus mengarah ke makam Kiai Hasyim. Mulutnya komat kamit. Sutiono tahu sejak pagi Kiai Hasyim meninggal. Siang ia berangkat bersama seorang teman ke Pesantren Al Hikam, Depok. Tiba, Kiai Hasyim sudah dimakamkan.
"Tadi perjalanan sangat macet, makanya baru sampai Maghrib," ujar dia.
Warga terus berdatangan berdoa di pusara Kiai Hasyim di Kompleks Pondok Pesantren Al Hikam, Depok. Foto: MTVN/Tri Kurniawan
Fadli, warga Pancoran, Jakarta Selatan, juga bukan siapa-siapa Kiai Hasyim. Sejak siang ia berada di Pesantren Al Hikam. Kakinya penuh tanah merah. Wajah Fadli berkeringat.
Ia memegang paralon yang menyedot air di liang lahat Kiai Hasyim. Fadli lebih banyak menggelengkan kepala soal penyebab air mengalir di liang lahat Kiai Hasyim. Mungkin dia lelah.
Lima pria berusia belasan tahun bersila beralas sandal sekira tiga meter dari makam Kiai Hasyim. Lebih dekat makam Kiai Hasyim, di depan para pria belasan tahun, para sepuh khusyuk berdoa.
Tenda ukuran sekira 4 x 4 meter itu tak menampung masyarakat yang berdoa di pusaran makam Kiai Hasyim. Gerimis mulai turun. Pria belasan tahun itu tidak beranjak. Seorang dari lima pria itu mengucap, "Alfatihah," tanda doa dimulai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(MBM)