Jakarta: Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta menyoroti kendala untuk berjalan kaki dengan nyaman di wilayah perkotaan. Sarana dan prasarana yang belum maksimal dinilai sebagai momok terbesar.
"Terkadang kota melayani pejalan kaki seperti jurang. Salah sedikit, bisa tertabrak," kata Wakil Ketua MTI DKI Jakarta, Yoga Adiwinarto, dalam diskusi daring, Kamis, 25 Maret 2021.
Menurut dia, trotoar yang disediakan seharusnya memiliki lebar dua-tiga meter untuk kenyamanan pejalan kaki. Namun, lebar trotoar umumnya hanya 1,5 meter.
Selain trotoar, tempat penyebrangan dinilai tak ramah pejalan kaki. Umumnya, fasilitas itu terletak di ujung jalan sehingga pejalan kaki kesulitan menyeberang.
Baca: DKI Akan Bangun Trotoar Sepanjang 26 Kilometer
Yoga memahami ada jembatan penyeberangan orang (JPO) di beberapa sudut kota. Namun, desain tangga yang dipakai cenderung tak nyaman digunakan.
Masalah pada trotoar dan sarana penyeberangan ini dianggap perlu segera diperbaiki. Kedua isu ini menjadi alasan jumlah pejalan kaki di perkotaan di Asia Tenggara masih sedikit.
Selain pedestrian, kenyamanan mobilitas bagi penyandang disabilitas perlu diperhatikan. Yoga menyebutkan fasilitas di perkotaan masih belum ramah difabel.
Hal ini terlihat dari diperlukannya petugas mendampingi difabel ketika menggunakan fasilitas publik. Konsep fasilitas publik yang baik sejatinya bisa digunakan tanpa bantuan.
"Jadi bagaimana sarana kota dipastikan bisa digunakan secara mandiri. Ini tujuan pengembangan mobilitas keberlanjutan," papar Yoga.
Jakarta: Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI) DKI Jakarta menyoroti kendala untuk berjalan kaki dengan nyaman di wilayah perkotaan. Sarana dan prasarana yang belum maksimal dinilai sebagai momok terbesar.
"Terkadang kota melayani pejalan kaki seperti jurang. Salah sedikit, bisa tertabrak," kata Wakil Ketua MTI DKI Jakarta, Yoga Adiwinarto, dalam diskusi daring, Kamis, 25 Maret 2021.
Menurut dia,
trotoar yang disediakan seharusnya memiliki lebar dua-tiga meter untuk kenyamanan pejalan kaki. Namun, lebar trotoar umumnya hanya 1,5 meter.
Selain trotoar, tempat penyebrangan dinilai tak ramah pejalan kaki. Umumnya, fasilitas itu terletak di ujung jalan sehingga pejalan kaki kesulitan menyeberang.
Baca:
DKI Akan Bangun Trotoar Sepanjang 26 Kilometer
Yoga memahami ada jembatan penyeberangan orang (JPO) di beberapa sudut kota. Namun, desain tangga yang dipakai cenderung tak nyaman digunakan.
Masalah pada trotoar dan sarana penyeberangan ini dianggap perlu segera diperbaiki. Kedua isu ini menjadi alasan jumlah pejalan kaki di perkotaan di Asia Tenggara masih sedikit.
Selain pedestrian, kenyamanan mobilitas bagi penyandang disabilitas perlu diperhatikan. Yoga menyebutkan fasilitas di perkotaan masih belum ramah difabel.
Hal ini terlihat dari diperlukannya petugas mendampingi difabel ketika menggunakan fasilitas publik. Konsep fasilitas publik yang baik sejatinya bisa digunakan tanpa bantuan.
"Jadi bagaimana sarana kota dipastikan bisa digunakan secara mandiri. Ini tujuan pengembangan mobilitas keberlanjutan," papar Yoga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)