Jakarta: Peningkatan jumlah kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) di kalangan anak-anak semakin menjadi perhatian, terutama karena dampaknya yang serius pada kesehatan mereka. Salah satu fakta yang mengkhawatirkan adalah sebanyak 60 anak di Jakarta telah menjalani terapi gagal ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) hingga Agustus 2024. Hal ini diduga terkait dengan gaya hidup modern, terutama pola konsumsi makanan olahan atau processing food yang semakin meningkat.
Pakar gizi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rosyanne Kushargina menyatakan bahwa regulasi yang saat ini ada mengenai keamanan pangan belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Menurutnya, pemerintah perlu mengambil langkah lebih proaktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.
Baca juga: RSHS Bandung Tangani Kasus Cuci Darah Puluhan Anak
“Sebetulnya, peran pemerintah sudah baik dalam membuat regulasi pangan yang aman. Badan POM telah mengatur itu. Namun, selain membuat regulasi, peran pemerintah adalah memberikan edukasi kepada masyarakat,” jelas Rosyanne yang dikutip Selasa 15 Oktober 2024.
Meski pemerintah memiliki peran penting, Rosyanne menekankan bahwa tanggung jawab untuk menangani PTM tidak hanya terletak pada pemerintah saja, tetapi juga pada berbagai pihak lainnya. Kolaborasi antara tenaga kesehatan, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan dalam mengedukasi tentang bahaya PTM dan pentingnya gaya hidup sehat.
“Tenaga kesehatan, akademisi, semuanya perlu bekerjasama melakukan edukasi ke masyarakat,” tambahnya.
Bahaya Konsumsi Berlebih Processing Food
Rosyanne juga menjelaskan bahwa makanan olahan atau processing food sebenarnya tidak sepenuhnya berbahaya jika dikonsumsi dengan porsi yang tepat. Namun, ia menyoroti adanya kandungan tambahan dalam processing food seperti pengawet, pemanis buatan, dan bahan tambahan lainnya yang jika dikonsumsi berlebihan bisa memicu berbagai PTM. Salah satu zat yang perlu diwaspadai adalah natrium, yang banyak ditemukan dalam makanan ringan seperti snack anak-anak.
“Dalam processing food, pasti selain kandungan gizinya, ada juga bahan tambahan pangan seperti pengawet, pemanis, pemanis buatan, dan sebagainya,” katanya.
Natrium, yang sering ditemukan dalam snack populer seperti ciki, jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan. Kondisi ini semakin diperburuk dengan gaya hidup tidak sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik, yang menjadi pola umum di kalangan anak-anak saat ini.
“Natrium juga harus diperhatikan. Kalau kita lihat cemilan sekarang seperti ciki dan lainnya, anak-anak pasti suka yang gurih manis,” imbuh Rosyanne.
Perlunya Penegakan Regulasi yang Lebih Seimbang
Selain mengedukasi masyarakat mengenai bahaya konsumsi makanan olahan, Rosyanne juga menyoroti penerapan regulasi yang dinilai masih perlu pembenahan. Ia mengangkat persoalan terkait PP No. 28 Tahun 2024 Pasal 33 yang melarang promosi susu formula.
Menurutnya, regulasi ini sering kali disalahpahami, sehingga muncul kesan bahwa susu formula dilarang secara total. Padahal, promosi susu formula tetap diperbolehkan untuk bayi di atas usia enam bulan.
“Sebetulnya produsen masih bisa melakukan promosi untuk susu formula yang ditujukan bagi bayi di atas enam bulan,” jelasnya.
Dalam menghadapi maraknya PTM pada anak, peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat serta memperkuat regulasi yang ada menjadi sangat penting. Selain itu, kesadaran semua pihak tentang bahaya gaya hidup tidak sehat harus terus ditingkatkan demi generasi yang lebih sehat.
Jakarta: Peningkatan jumlah kasus
Penyakit Tidak Menular (PTM) di kalangan anak-anak semakin menjadi perhatian, terutama karena dampaknya yang serius pada kesehatan mereka. Salah satu fakta yang mengkhawatirkan adalah sebanyak 60 anak di Jakarta telah menjalani
terapi gagal ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) hingga Agustus 2024. Hal ini diduga terkait dengan gaya hidup modern, terutama pola konsumsi makanan olahan atau
processing food yang semakin meningkat.
Pakar gizi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Rosyanne Kushargina menyatakan bahwa regulasi yang saat ini ada mengenai keamanan pangan belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Menurutnya, pemerintah perlu mengambil langkah lebih proaktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat.
Baca juga:
RSHS Bandung Tangani Kasus Cuci Darah Puluhan Anak
“Sebetulnya, peran pemerintah sudah baik dalam membuat regulasi pangan yang aman. Badan POM telah mengatur itu. Namun, selain membuat regulasi, peran pemerintah adalah memberikan edukasi kepada masyarakat,” jelas Rosyanne yang dikutip Selasa 15 Oktober 2024.
Meski pemerintah memiliki peran penting, Rosyanne menekankan bahwa tanggung jawab untuk menangani PTM tidak hanya terletak pada pemerintah saja, tetapi juga pada berbagai pihak lainnya. Kolaborasi antara tenaga kesehatan, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan dalam mengedukasi tentang bahaya PTM dan pentingnya gaya hidup sehat.
“Tenaga kesehatan, akademisi, semuanya perlu bekerjasama melakukan edukasi ke masyarakat,” tambahnya.
Bahaya Konsumsi Berlebih Processing Food
Rosyanne juga menjelaskan bahwa makanan olahan atau processing food sebenarnya tidak sepenuhnya berbahaya jika dikonsumsi dengan porsi yang tepat. Namun, ia menyoroti adanya kandungan tambahan dalam processing food seperti pengawet, pemanis buatan, dan bahan tambahan lainnya yang jika dikonsumsi berlebihan bisa memicu berbagai PTM. Salah satu zat yang perlu diwaspadai adalah natrium, yang banyak ditemukan dalam makanan ringan seperti snack anak-anak.
“Dalam processing food, pasti selain kandungan gizinya, ada juga bahan tambahan pangan seperti pengawet, pemanis, pemanis buatan, dan sebagainya,” katanya.
Natrium, yang sering ditemukan dalam snack populer seperti ciki, jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan gangguan pencernaan. Kondisi ini semakin diperburuk dengan gaya hidup tidak sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik, yang menjadi pola umum di kalangan anak-anak saat ini.
“Natrium juga harus diperhatikan. Kalau kita lihat cemilan sekarang seperti ciki dan lainnya, anak-anak pasti suka yang gurih manis,” imbuh Rosyanne.
Perlunya Penegakan Regulasi yang Lebih Seimbang
Selain mengedukasi masyarakat mengenai bahaya konsumsi makanan olahan, Rosyanne juga menyoroti penerapan regulasi yang dinilai masih perlu pembenahan. Ia mengangkat persoalan terkait PP No. 28 Tahun 2024 Pasal 33 yang melarang promosi susu formula.
Menurutnya, regulasi ini sering kali disalahpahami, sehingga muncul kesan bahwa susu formula dilarang secara total. Padahal, promosi susu formula tetap diperbolehkan untuk bayi di atas usia enam bulan.
“Sebetulnya produsen masih bisa melakukan promosi untuk susu formula yang ditujukan bagi bayi di atas enam bulan,” jelasnya.
Dalam menghadapi maraknya PTM pada anak, peran pemerintah dalam mengedukasi masyarakat serta memperkuat regulasi yang ada menjadi sangat penting. Selain itu, kesadaran semua pihak tentang bahaya gaya hidup tidak sehat harus terus ditingkatkan demi generasi yang lebih sehat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)