Petugas kepolisian berjaga di depan lokasi ledakan di kedai Starbucks di kawasan Sarinah, Jakarta. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Petugas kepolisian berjaga di depan lokasi ledakan di kedai Starbucks di kawasan Sarinah, Jakarta. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Saat Ledakan, Semua Terasa Gelap

Damar Iradat • 21 Januari 2016 04:28
medcom.id, Jakarta: Detik-detik meledaknya bom di kedai kopi Starbucks masih membekas di benak Andi Dina Novianti. Gelap. Itu yang dirasakan Dina saat ledakan pertama mengguncang.
 
Dina merupakan salah seorang korban yang selamat dalam insiden mencekam pada Kamis, 14 Januari lalu di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Saat kejadian, Dina mengaku tengah menikmati kopi di kedai asal Amerika Serikat itu.
 
"Saya berada di Starbucks sekitar pukul 10 kurang. Kegiatan saya seperti biasa, kerja online di situ sambil sarapan," cerita Dina dalam program Mata Najwa di Metro TV, Rabu (20/1/2016).

Tidak ada yang berbeda sesaat sebelum ledakan. Semua terlihat sama. Hiruk pikuk orang-orang seperti biasa di kedai kopi itu. Sekadar menikmati kopi pagi atau rapat dengan rekan kerja.
 
Dina mengakui, sebelum ledakan, dirinya duduk cukup jauh dari lokasi ledakan. Persisnya di sekitar samping jendela. Namun, ia memilih pindah, lantaran saat itu ia butuh mengisi ulang baterai ponselnya yang mulai melemah. Tak dinyana, lokasi ledakan ternyata dekat lokasi duduknya yang baru.
 
"Belum ada lima menit duduk, ada ledakan kencang sekali di dalam situ. Saat ledakan, saya belum sadar kalau itu bom, tapi pas itu, saya jatuh dan pas buka mata, itu kondisi sudah gelap," ucap Dina sembari menerawang, mengingat kembali kejadian mencekam yang dialaminya.
 
Dalam kepulan asap akibat ledakan, pertama yang dilihat Dina kala itu, beberapa orang terjatuh. Ia tidak mengetahui, apakah mereka pingsan atau telah tewas.
 
Dina berusaha bangkit. Mencoba mencari jalan keluar dalam kondisi gelap tersebut. Beruntung, tidak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat jendela yang telah pecah.
 
"Saya coba lari, saya coba untuk keluar lewat jendela, dan ternyata jendela itu tinggi, akhirnya saya jatuh lagi dan jatuh di antara pecahan kaca," tutur dia.
 
Begitu Dina mencoba bangun, ledakan kembali terdengar. Terkejut, lagi-lagi ia jatuh ke tanah. Namun, Dina tersadarkan setelah orang-orang di sekitar berteriak untuk menjauhi tempat tersebut.
 
Setelah sadar dirinya berada dalam kondisi mencekam, ia coba berlari dengan kondisi compang-camping, darah di sekujur tubuhnya juga terus mengalir. Ia bingung harus lari ke mana.
 
Dalam kondisi itu, Dina menemui sosok laki-laki yang tengah membantu evakuasi para korban. Ia meminta tolong kepada laki-laki itu.
 
"Alhamdulillah bapak itu menolong saya, saat itu dia juga tengah menolong dua orang perempuan. Kami berempat akhirnya naik taksi, saat itu, kita mau dibawa ke Rumah Sakit Abdi Waluyo," ungkapnya.
 
Tapi, karena kerumunan orang sudah begitu padat, sopir taksi akhirnya memilih membawa empat orang itu menuju Rumah Sakit Ibu dan Anak YPK Mandiri, Menteng. Dina mengalami luka di kaki, di telapak tangan, serta di bahunya terdapat 12 jahitan, karena pada bahunya sempat tertancap pecahan kaca sebesar 2,5 sentimeter.
 
Dina mengungkapkan, sampai hari ini dirinya tak bisa mendengar dengan jelas. Kuping sebelah kiri Dina didiagnosa mengalami penurunan pendengaran. Trauma pun masih membekas dalam benak Dina.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan