Jakarta: Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan pihaknya bersama sejumlah stakeholder tengah melakukan brainstroming terkait pembentukan kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Brainstroming berfokus pada pasal-pasal yang dibatalkan MK.
Dirjen HAM Kemenkumham Dhahana Putra menjelaskan UU KKR dibatalkan MK karena ada tiga hal. Yakni, terkait Pasal 1 angka 9 definisi amnesti, Pasal 27, dan Pasal 47 yang mengatur kalau sudah di-KKR-kan menutup proses yudisial.
"Nah tentunya berdasarkan putusan MK itu kami pedomani, hal yang sudah dibatalkan itu jangan dimasukkan (pada pengajuan UU KKR baru)," ujar Dhahana usai melakukan pembahasan terkait rencana pembentukan kembali UU KKR, di Gran Melia Hotel, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2023.
MK mencabut UU KKR pada 2006. Padahal, kehadiran beleid tersebut dinilai mendesak untuk menyelesaikan belasan kasus pelanggaran HAM lewat jalur nonyudisal.
Dhahana mengatakan rencana pembentukan kembali UU KKR menjadi bukti pemerintah punya komitmen besar dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Pemerintah punya komitmen besar dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Itu terbukti dengan adanya tiga instrumen hukum Keppres No 17 Tahun 2022, Inpres No 2 Tahun 2023, Keppres No 4 Tahun 2023, itu salah satu wujudnya," ucap Dhahana.
Selain Dirjen HAM, pembahasan tersebut melibatkan sejumlah pihak, termasuk Kejaksaan Agung, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Kementerian Sekretariat Negara, hingga Kementerian Luar Negeri.
Dhahana berharap hadirnya UU KKR dapat menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu. Penyelesaiannya bisa melalui proses yudisial maupun nonyudisial.
"Nanti kami lihat dari hasil ini kira-kira ada enggak perubahan terhadap substansi di RUU itu. Kalau ada, kita perbaiki. Harapannya sih, segera mungkin kami sampaikan kepada Presiden (Presiden Joko Widodo)," ujar dia.
Jakarta: Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM)
Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan pihaknya bersama sejumlah stakeholder tengah melakukan
brainstroming terkait pembentukan kembali UU
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Brainstroming berfokus pada pasal-pasal yang dibatalkan MK.
Dirjen HAM Kemenkumham Dhahana Putra menjelaskan UU KKR dibatalkan MK karena ada tiga hal. Yakni, terkait Pasal 1 angka 9 definisi amnesti, Pasal 27, dan Pasal 47 yang mengatur kalau sudah di-KKR-kan menutup proses yudisial.
"Nah tentunya berdasarkan putusan MK itu kami pedomani, hal yang sudah dibatalkan itu jangan dimasukkan (pada pengajuan UU KKR baru)," ujar Dhahana usai melakukan pembahasan terkait rencana pembentukan kembali UU KKR, di Gran Melia Hotel, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2023.
MK mencabut UU KKR pada 2006. Padahal, kehadiran beleid tersebut dinilai mendesak untuk menyelesaikan belasan kasus pelanggaran HAM lewat jalur nonyudisal.
Dhahana mengatakan rencana pembentukan kembali UU KKR menjadi bukti pemerintah punya komitmen besar dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Pemerintah punya komitmen besar dalam upaya penyelesaian
pelanggaran HAM berat masa lalu. Itu terbukti dengan adanya tiga instrumen hukum Keppres No 17 Tahun 2022, Inpres No 2 Tahun 2023, Keppres No 4 Tahun 2023, itu salah satu wujudnya," ucap Dhahana.
Selain Dirjen HAM, pembahasan tersebut melibatkan sejumlah pihak, termasuk Kejaksaan Agung, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Kementerian Sekretariat Negara, hingga Kementerian Luar Negeri.
Dhahana berharap hadirnya UU KKR dapat menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu. Penyelesaiannya bisa melalui proses yudisial maupun nonyudisial.
"Nanti kami lihat dari hasil ini kira-kira ada enggak perubahan terhadap substansi di RUU itu. Kalau ada, kita perbaiki. Harapannya sih, segera mungkin kami sampaikan kepada Presiden (Presiden Joko Widodo)," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)