medcom.id, Jakarta: Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Sri Setiawati tak memungkiri jika karya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ilmuwan lokal masih dianaktirikan di negeri sendiri.
Hal itu dibuktikan dengan masih dominannya penggunaan teknologi dari negara lain, khususnya di sektor industri.
Sri menyampaikan penyebab hal itu terjadi bukan karena kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tidak bagus. Lambatnya penerapan teknologi di Indonesia disebabkan minimnya dukungan terhadap riset teknologi, khususnya dari segi anggaran.
Riset teknologi di negara maju didukung penuh oleh para pelaku industri. Sedangkan di Indonesia, dukungan pelaku industri terhadap riset teknologi sangat minim.
"Di negara maju, biaya untuk pengeluaran riset iptek sebesar 80 persen industri, 20 persen pemerintah. Di Indonesia terbalik, 75 persen pemerintah, dan 25 persen industri. Berarti pengeluaran di pemerintah dan itu tidak besar, hanya 0,2 persen dari APBN," kata kata Sri, saat ditemui Metrotvnews.com di Puspiptek Innovation Festival 2017, Gedung Graha Widya Bhakti, Jalan Puspiptek Raya, Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu 30 September 2017.
Oleh karena itu, saat ini yang dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi di Indonesia yaitu dukungan dari pelaku industri. Negara ini tidak bisa hanya mengharapkan pemerintah jika ingin mengembangkan teknologi.
Sri mengungkapkan, pihaknya sudah lama menginisiasi mengajak pelaku industri bersama-sama membangun teknologi Indonesia. Caranya dengan memfasilitasi riset teknologi yang dilakukan oleh pelaku industri.
"Sekarang, Petrogresik mengembangkan pupuk organik, vaksin dengan Bio Farma. Secara pelan-pelan kita meminta kepada industri, tidak bisa lagi cuma sekadar menjadi broker," kata Sri.
Tak hanya itu, diharapkan terjadi transfer ilmu pengetahuan dari teknologi yang digunakan oleh industri asing di Indonesia. Sri tak ingin penggunaan teknologi dari luar negeri tak memberikan manfaat kepada negeri ini.
"Nanti kita tidak punya knowledge. Bukan anti juga menggunakan teknologi luar, tapi harus ada transfer teknologi," kata Sri.
medcom.id, Jakarta: Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Sri Setiawati tak memungkiri jika karya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ilmuwan lokal masih dianaktirikan di negeri sendiri.
Hal itu dibuktikan dengan masih dominannya penggunaan teknologi dari negara lain, khususnya di sektor industri.
Sri menyampaikan penyebab hal itu terjadi bukan karena kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tidak bagus. Lambatnya penerapan teknologi di Indonesia disebabkan minimnya dukungan terhadap riset teknologi, khususnya dari segi anggaran.
Riset teknologi di negara maju didukung penuh oleh para pelaku industri. Sedangkan di Indonesia, dukungan pelaku industri terhadap riset teknologi sangat minim.
"Di negara maju, biaya untuk pengeluaran riset iptek sebesar 80 persen industri, 20 persen pemerintah. Di Indonesia terbalik, 75 persen pemerintah, dan 25 persen industri. Berarti pengeluaran di pemerintah dan itu tidak besar, hanya 0,2 persen dari APBN," kata kata Sri, saat ditemui Metrotvnews.com di Puspiptek Innovation Festival 2017, Gedung Graha Widya Bhakti, Jalan Puspiptek Raya, Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu 30 September 2017.
Oleh karena itu, saat ini yang dibutuhkan untuk mengembangkan teknologi di Indonesia yaitu dukungan dari pelaku industri. Negara ini tidak bisa hanya mengharapkan pemerintah jika ingin mengembangkan teknologi.
Sri mengungkapkan, pihaknya sudah lama menginisiasi mengajak pelaku industri bersama-sama membangun teknologi Indonesia. Caranya dengan memfasilitasi riset teknologi yang dilakukan oleh pelaku industri.
"Sekarang, Petrogresik mengembangkan pupuk organik, vaksin dengan Bio Farma. Secara pelan-pelan kita meminta kepada industri, tidak bisa lagi cuma sekadar menjadi broker," kata Sri.
Tak hanya itu, diharapkan terjadi transfer ilmu pengetahuan dari teknologi yang digunakan oleh industri asing di Indonesia. Sri tak ingin penggunaan teknologi dari luar negeri tak memberikan manfaat kepada negeri ini.
"Nanti kita tidak punya
knowledge. Bukan anti juga menggunakan teknologi luar, tapi harus ada transfer teknologi," kata Sri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)