Rapat Dengar Pendapat Komite III DPD dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan -- Foto: Humas DPD RI
Rapat Dengar Pendapat Komite III DPD dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan -- Foto: Humas DPD RI

Komite III DPD RI Soroti Perlindungan Pekerja Migran

Anggi Tondi Martaon • 05 September 2018 11:58
Jakarta: Komite III DPD RI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan menyoroti perihal Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang masih belum mendapat jaminan perlindungan. Rapat tersebut digelar di Gedung DPD RI dan dihadiri oleh Komnas Perempuan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Migran Care.
 
“Pergerakan perekonomian dari hasil PMI lebih banyak di desa-desa. Namun sayangnya tidak di imbangi oleh perlindungan yang memadai. Contohnya masih saja banyak kasus yang menimpa PMI baik itu sebelum atau sesudah bekerja,” kata Ketua Komite III DPD RI, Dedi Iskandar Batubara dalam keterangan tertulis, Rabu 5 September 2018.
 
Menurutnya, masih banyak permasalahan yang menyelimuti sektor pekerja migran, baik dari segi rekrutmen hingga permasalahan penempatan. “Begitu juga dengan adanya moratorium justru menambah pekerja migran ilegal,” tegas senator asal Sumatera Utara itu.

Ditempat yang sama, anggota Komite III DPD RI Abdul Azis Khafia menilai PMI masih dipandang sebelah mata. Hal ini karena pekerja migran lebih disorot dari sisi penyumbang devisa ketimbang sisi kemanusiaannya.
 
“Harusnya pemerintah melihat dari aspek kemanusiaan bukan karena komoditasnya,” jelasnya.
 
Selain itu, pemerintah selama ini juga dinilai kurang reaktif dalam menyikapi berbagai permasalahan tersebut. Seharusnya, pemerintah lebih antisipatif. “Selama ini ketika terjadi kasus, pemerintah baru bertindak. Ini kan terlambat ketika ada kasus di suatu negara,” terang dia.
 
Anggota DPD RI asal Kalimantan Barat Maria Goreti juga menyoroti program dana desa. Program pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) itu seharusnya mampu memberdayakan masyarakat sehingga mengurangi jumlah pekerja migran.
 
“Padahal dana desa sangat besar seharusnya bisa menjadi pemberdayaan bagi perempuan. Ini juga menjadi perhatian kita sehingga tidak banyak masyarakat kita yang berlomba-lomba keluar negeri,” kata Maria Goreti.
 
Pada kesempatan yang sama, Peneliti LIPI Paulus Rudolf Yuniarto menjelaskan, titik lemah kebijakan perlindungan pekerja migran terletak pada pra penempatan. Hal itu meliputi pola rekrutmen, informasi kerja, dan manipulasi data pekerja.
 
“Saat ini masih terjadi, namun ketika UU No.18 Tahun 2017 diberlakukan seharusnya bisa diantisipasi,” ujar dia.
 
Selanjutnya masa penempatan dan pembinaan juga menjadi faktor lemahnya perlindungan. “Kalau untuk pembinaan selama ini sifatnya hanya sekali saja belum berkesinambungan,” papar Paulus.
 
Sementara itu, Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah memaparkan, isu kekerasan perempuan sebagai penyebab migrasi sering diabaikan dalam analisis produksi kebijakan. Padahal, kekerasan terhadap perempuan terjadi di setiap tahap migrasi.
 
“Sehingga kekerasan migran semakin kompleks seperti drug trafficking, rentan dijebak sindikat gerakan radikal, dan exploitasi cyber,” jelasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan