Ilustrasi kelompok kriminal bersenjata. Medcom.id
Ilustrasi kelompok kriminal bersenjata. Medcom.id

Penggunaan Istilah OPM Picu Pelanggaran HAM Berat

Tri Subarkah • 13 April 2024 03:08
Jakarta: Penggunaan istilah Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk mengganti kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang sebelumnya digunakan TNI dinilai bakal memicu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Pendekatan militer yang berpotensi diterapkan TNI harus diikuti dengan penerapan hukum humaniter.
 
Peneliti isu Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, menjelaskan dalam hukum humaniter, TNI maupun kombatan OPM harus melindungi warga sipil. Pembunuhan, penyiksaan, maupun pemerkosaan yang dilakukan terhadap warga sipil adalah bentuk pelanggaran HAM berat.
 
"Saya meragukan apakah mereka (OPM) bisa membedakan warga sipil dan TNI, begitupun TNI untuk membedakan kombatan dan nonkombatan. Artinya kedua belah pihak sebetulnya diragukan," kata Cahyo kepada Media Indonesia, Jumat, 12 April 2024.

Baginya, konsekuensi pengubahan penyebutan dari KKB menjadi OPM terletak pada pendekatan operasi di Papua. Jika operasi penegakan hukum dilakukan untuk menghadapi KKB menjadi tanggung jawab Polri, operasi militer yang bakal diterapkan untuk menghadapi OPM meletakkan TNI sebagai ujung tombak.
 
Cahyo mengingatkan keharusan menerapkan hukum humaniter dalam operasi militer yang bakal dilakukan TNI di Papua setelah menyebut KKB sebagai OPM. Artinya, pembunuhan, penyiksaan, bahkan penangkapan terhadap warga sipil tidak boleh lagi dilakukan, termasuk terhadap kombatan yang sudah menyerah.
 
"Masalahnya, Indonesia belum meratifikasi Protokol II Konvensi Jenewa Tahun 1977 yang memungkinkan operasi militer terkait konflik bersenjata dengan kelompok internal yang ada di dalam negara," jelas Cahyo.
 
Baca Juga: Danramil Aradide di Paniai Ditemukan Tewas dengan Luka Sajam di Kepala

Berdasarkan data kekerasan di Papua dalam 10 tahun terakhir yang dikutipnya, Cahyo menyebut korban terbanyak justru warga sipil, diikuti prajurit TNI atau anggota Polri, serta kobatan OPM. Menurut dia, sulit membedakan antara kombatan dan nonkombatan dalam operasi militer.
 
"Konflik Papua itu konflik politik, tidak bisa diselesaikan secara senjata, tapi lewat dialog. Kita harus belajar dari konflik di Aceh, Thailand selatan, maupun Kurdi di Irak," ujar dia.
 
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan penyebutan OPM untuk mengganti KKB adalah upaya menegaskan kelompok tersebut merupakan tentara atau kombatan. Kebijakan itu adalah bentuk komitmen pimpinan TNI dalam melindungi prajurit di lapangan
 
"OPM adalah tentara atau kombatan dan berhak menjadi korban atau sasaran berdasarkan hukum humaniter," kata Nugraha.
 
Dengan demikian, TNI berharap prajurit yang bertugas di Bumi Cenderawasih tidak ragu-ragu lagi menindak tegas OPM, khususnya terhadap mereka yang bertindak brutal dalam merampok, membunuh, memperkosa, maupun membakar fasilitas umum.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan