Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menilai keberadaan kelompok penghayat kepercayaan merupakan bagian penting dalam pelestarian budaya Nusantara. Terlebih, kini status mereka telah diakui oleh negara melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bentuk pelestarian (budaya), banyak dari mereka praktik-praktiknya berlangsung ratusan tahun," kata Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid kepada medcom.id, Kamis 9 November 2017.
Hilmar menganggap wajar jika muncul pro dan kontra terkait putusan MK. Meski banyak ditafsirkan penghayat kepercayaan sejalan dengan enam agama resmi yang diakui di Indonesia, Kemendikbud tetap melihat penghayat kepercayaan dari sisi budaya.
"Kita tetap dalam kerangka pelestarian budaya. Begitulah caranya masyarakat setempat mengolah spritual mereka," jelasnya.
Baca: Penghayat Kepercayaan Kini Bisa Bercita-cita Tinggi
Ia meminta semua pihak menghormati keputusan MK. Menurutnya, perjuangan kelompok penghayat kepercayaan memperoleh status resmi tidak sebentar. Ia juga berharap semua kementerian terkait menjalankan putusan MK itu.
"Prosesnya sudah lama. Kita hormati. Kalau buat penyelenggara negara menjalankan putusan, sekarang kan menjadi sistem hukum kita," ujarnya.
Direktorat Kepercayaan YME dan Tradisi Kemendikbud mencatat ada 187 kelompok penghayat kepercayaan yang tersebar di 13 provinsi di Tanah Air. Jawa Tengah menjadi provinsi terbanyak penghayat kepercayaan dengan jumlah 53 kelompok.
Baca: Organisasi Penghayat Kepercayaan di Tanah Air Ada 187
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Putusan ini berarti penghayat kepercayaan mendapatkan pengakuan negara dalam sistem administrasi kependudukan.
Permohonan uji materi dengan perkara 97/PUU-XIV/2016 itu diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Para pemohon merupakan penghayat kepercayaan dari berbagai komunitas kepercayaan di Indonesia.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menilai keberadaan kelompok penghayat kepercayaan merupakan bagian penting dalam pelestarian budaya Nusantara. Terlebih, kini status mereka telah diakui oleh negara melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bentuk pelestarian (budaya), banyak dari mereka praktik-praktiknya berlangsung ratusan tahun," kata Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid kepada
medcom.id, Kamis 9 November 2017.
Hilmar menganggap wajar jika muncul pro dan kontra terkait putusan MK. Meski banyak ditafsirkan penghayat kepercayaan sejalan dengan enam agama resmi yang diakui di Indonesia, Kemendikbud tetap melihat penghayat kepercayaan dari sisi budaya.
"Kita tetap dalam kerangka pelestarian budaya. Begitulah caranya masyarakat setempat mengolah spritual mereka," jelasnya.
Baca: Penghayat Kepercayaan Kini Bisa Bercita-cita Tinggi
Ia meminta semua pihak menghormati keputusan MK. Menurutnya, perjuangan kelompok penghayat kepercayaan memperoleh status resmi tidak sebentar. Ia juga berharap semua kementerian terkait menjalankan putusan MK itu.
"Prosesnya sudah lama. Kita hormati. Kalau buat penyelenggara negara menjalankan putusan, sekarang kan menjadi sistem hukum kita," ujarnya.
Direktorat Kepercayaan YME dan Tradisi Kemendikbud mencatat ada 187 kelompok penghayat kepercayaan yang tersebar di 13 provinsi di Tanah Air. Jawa Tengah menjadi provinsi terbanyak penghayat kepercayaan dengan jumlah 53 kelompok.
Baca: Organisasi Penghayat Kepercayaan di Tanah Air Ada 187
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Putusan ini berarti penghayat kepercayaan mendapatkan pengakuan negara dalam sistem administrasi kependudukan.
Permohonan uji materi dengan perkara 97/PUU-XIV/2016 itu diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Para pemohon merupakan penghayat kepercayaan dari berbagai komunitas kepercayaan di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)