Jakarta: Langkah pemerintah merevitalisasi dengan penanaman pohon dan penataan kembali kawasan daerah aliran sungai (DAS) Sungai Citarum di Jawa Barat dinilai tepat. Pasalnya, ada banyak masalah mulai dari hulu hingga hilir sungai.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron mengatakan, telah terjadi pendangkalan di hulu sungai akibat deforestasi. Di bagian tengah dan hilir pun dinilai tidak kalah ruwetnya.
Hal itu disebabkan di sekitar DAS Citarum berdiri pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah, bahkan sumber pencemaran yang merusak kualitas air di sana. Contohnya di waduk Saguling, Bandung Barat.
"Menurut saya tidak ada kata terlambat. Kalau bicara bagaimana mengurus sungai, itu sungai yang mengalir di Korsel, sungai Han, dulunya sangat kotor. Tetapi sekarang bersih dan menjadi tujuan wisata," ujar Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 23 Februari 2018.
Herman mengatakan harus ada upaya menyadarkan masyarakat bagaimana menjaga sungai supaya tidak tercemar. Herman meyakini revitaliasasi Citarum tidak akan memakan waktu sampai tujuh tahun jika ada optimisme dan proses penyadaran kepada masyarakat.
Baca: Tim Citarum Harum Awasi 81 Perusahaan di Karawang
"Biayanya lebih murah kalau masyarakatnya sadar. Jadi, di DAS Citarum, penyadaran masyarakat harus dilakukan, hulunya dibehani. Kemudian bagi pabrik yang mengeluarkan limbah, tanpa diolah mengacu baku mutunya masuk di situ (ke Citarum-red) harus diberikan sanksi tegas," ucap dia.
Mengenai keberadaan PT Lenzing South Pacific Viscose (LSPV), di Kecamatan Babakancikao, Purwakarta yang berkali-kali diprotes warga karena diduga membuang limbah ke sungai Citarum dan mengakibatkan puluhan warga keracunan, Herman menyerahkan proses tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kami sudah sering menyarankan kepada menteri LHK, bagi pabrik-pabrik yang tidak punya pengolahan limbah, ditutup saja itu pipanya, dilas. Pokoknya selama mereka tidak bisa mengelola limbah dan keluarannya tidak sesuai dengan baku mutu yang sudah ditentukan oleh KLHK, ya mereka ditutup saja pipanya," kata dia.
Menurut dia, pemerintah bisa memberikan sanksi lebih keras seperti pencabutan izin selama pabrik-pabrik penghasil limbah tidak menaati kaidah-kaidah lingkungan. Sebab, setiap perusahaan memiliki penilaian kelayakan (proper). Bila propernya merah, maka aturan harus ditegakkan.
"Kalau proper-nya merah harus dicabut izinnya, karena apa, dia penghasil limbah yang mencemari lingkungan, dan tidak ada upaya menanganinya. Apa pun perusahaannya tutup saja," tegas dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/dN6r6OaN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Langkah pemerintah merevitalisasi dengan penanaman pohon dan penataan kembali kawasan daerah aliran sungai (DAS) Sungai Citarum di Jawa Barat dinilai tepat. Pasalnya, ada banyak masalah mulai dari hulu hingga hilir sungai.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron mengatakan, telah terjadi pendangkalan di hulu sungai akibat deforestasi. Di bagian tengah dan hilir pun dinilai tidak kalah ruwetnya.
Hal itu disebabkan di sekitar DAS Citarum berdiri pabrik-pabrik yang menghasilkan limbah, bahkan sumber pencemaran yang merusak kualitas air di sana. Contohnya di waduk Saguling, Bandung Barat.
"Menurut saya tidak ada kata terlambat. Kalau bicara bagaimana mengurus sungai, itu sungai yang mengalir di Korsel, sungai Han, dulunya sangat kotor. Tetapi sekarang bersih dan menjadi tujuan wisata," ujar Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 23 Februari 2018.
Herman mengatakan harus ada upaya menyadarkan masyarakat bagaimana menjaga sungai supaya tidak tercemar. Herman meyakini revitaliasasi Citarum tidak akan memakan waktu sampai tujuh tahun jika ada optimisme dan proses penyadaran kepada masyarakat.
Baca: Tim Citarum Harum Awasi 81 Perusahaan di Karawang
"Biayanya lebih murah kalau masyarakatnya sadar. Jadi, di DAS Citarum, penyadaran masyarakat harus dilakukan, hulunya dibehani. Kemudian bagi pabrik yang mengeluarkan limbah, tanpa diolah mengacu baku mutunya masuk di situ (ke Citarum-red) harus diberikan sanksi tegas," ucap dia.
Mengenai keberadaan PT Lenzing South Pacific Viscose (LSPV), di Kecamatan Babakancikao, Purwakarta yang berkali-kali diprotes warga karena diduga membuang limbah ke sungai Citarum dan mengakibatkan puluhan warga keracunan, Herman menyerahkan proses tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kami sudah sering menyarankan kepada menteri LHK, bagi pabrik-pabrik yang tidak punya pengolahan limbah, ditutup saja itu pipanya, dilas. Pokoknya selama mereka tidak bisa mengelola limbah dan keluarannya tidak sesuai dengan baku mutu yang sudah ditentukan oleh KLHK, ya mereka ditutup saja pipanya," kata dia.
Menurut dia, pemerintah bisa memberikan sanksi lebih keras seperti pencabutan izin selama pabrik-pabrik penghasil limbah tidak menaati kaidah-kaidah lingkungan. Sebab, setiap perusahaan memiliki penilaian kelayakan (
proper). Bila propernya merah, maka aturan harus ditegakkan.
"Kalau
proper-nya merah harus dicabut izinnya, karena apa, dia penghasil limbah yang mencemari lingkungan, dan tidak ada upaya menanganinya. Apa pun perusahaannya tutup saja," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)