Harlah ke-32 Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Foto: dok Asshiddiqiyah
Harlah ke-32 Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Foto: dok Asshiddiqiyah

Pendidikan Pesantren Menyesuaikan Perkembangan Zaman

Tri Kurniawan • 13 Maret 2017 16:12
medcom.id, Jakarta: Pendidikan pesantren sering dianggap tradisional. Cap itu tidak sepenuhnya benar, karena sekarang pondok pesantren terus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
 
Asshiddiqiyah, salah satu dari sekian banyak pondok pesantren yang tidak menutup diri dengan perkembangan zaman. Pendidikan agama dan pendidikan umum di pesantren ini saling menguatkan.
 
"Pesantren menggabungkan kehidupan dunia dan akhirat, untuk kebaikan dunia dan akhirat. Kalau keduanya sinkron, akan menjadi kebaikan yang utuh, bukan hanya pada diri pribadi tapi juga bangsa Indonesia," kata pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Mahrus Iskandar, Minggu 12 Maret 2017.

Gus Ayus, sapaan Mahrus, mengatakan, syariat Islam selalu mengedepankan kebaikan dua sisi. Syariat Islam mengajarkan agar umat menyerap yang baik dan menjaga sesuatu yang baik di masa lalu.
 
Pendidikan Pesantren Menyesuaikan Perkembangan Zaman
Mahrus Iskandar saat membuka acara masa orientasi santri Pondok Pesantren Asshiqqiyah, Jakarta. Foto: dok Asshiddiqiyah
 
Di usia ke-32 tahun, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah memiliki 11 cabang dengan pusat di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Menurut Gus Ayus, santri di seluruh Pesantren Asshiddiqiyah mencapai 8.000.
 
Gus Ayus menyampaikan, kurikulum pendidikan umum di pesantren ini tidak ada yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Di pesantren ini, santri diperkenalkan dengan teknologi, budaya bangsa, dan kesenian.
 
Hanya, karakter santri akan lebih kuat karena ditanamkan nilai-nilai agama. Saat lulus, apapun profesinya, santri diharapkan berakhlak mulia, mandiri, dan mengedepankan kebaikan.
 
Muhammad Zein merasakan manfaat belajar di pesantren selama 6 tahun. Ia merasa lebih mandiri dan percaya diri dalam mengambil keputusan. Zein lulus Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pada tahun 2000. Sekarang dia berwiraswasta dan sebagai pengurus sepakbola di Jakarta.
 
"Kemandirian itu sudah dibentuk sejak hari pertama menjadi santri. Saya mengerjakan semua sendiri, saya harus bisa mengatur hidup saya sendiri," ujar pria berusia 35 itu.
 
Gus Ayus melanjutkan, umumnya pondok pesantren tetap pada jalurnya sebagai pendidik. Namun, ia mengakui ada pihak yang mendompleng pesantren untuk kegiatan menyimpang. Tapi, ia yakin hal itu tidak berdampak besar bagi minat orang tua menyekolahkan anaknya di pesantren.
 
"Kami, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, bersyukur karena antusiasme masyarakat terhadap pesantren besar. Kami juga selalu memberikan yang terbaik sesuai kebutuhan masyarakat," kata Gus Ayus.
 
Saat perayaan hari ulang tahun ke-32, kemarin, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ikut mengampanyekan Ayo Mondok, gerakan yang digagas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Hadir dalam kesempatan tersebut Duta Ayo Mondok, Wali Band.
 
Pendidikan Pesantren Menyesuaikan Perkembangan Zaman
Wali Band kampanye Ayo Mondok di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Foto: MTVN/Tri Kurniawan
 
Aan Kurnia atau Apoy, vokalis Wali Band, mengatakan, pondok pesantren bukan lembaga pendidikan ekstrem. Karena itu, menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir menyekolahkan anaknya di pondok pesantren.
 
"Pesantren lembaga pendidikan jitu, saya sudah merasakan itu. Saya juga yakin masyarakat sekarang semakin membuka mata terhadap pendidikan pesantren," ujar dia.
 
Melalui gerakan Ayo Mondok, Apoy berharap, antusiasme masyarakat belajar di pesantren terus meningkat. Ia juga berharap, pemerintah ikut mengampanyekan gerakan ini agar lebih membumi.
 
"Kami bersyukur Kementerian Agama mengadakan Liga Santri, menurut saya, ini memperkuat program Ayo Mondok. Tapi, keterlibatan pemerintah dalam kegiatan ini tentu harus lebih intensif," katanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan