Jakarta: Hoaks sejatinya sesuatu hal yang salah. Namun, tak sedikit orang yang mudah terjerumus dalam informasi palsu tersebut.
Ada beberapa hal penyebab publik memudah termakan hoaks. Pertama, kemalasan masyarakat Indonesia mengecek kebenaran informasi.
"Suka atau tidak suka harus kita akui kita itu malas. Malas untuk apa malas untuk cross-check," kata dosen psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ikhwan Lutfi dalam konferensi pers virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Sabtu, 15 Agustus 2020.
Sifat malas memastikan kebenaran informasi pada umumnya terjadi karena berpikiran pendek. Tidak ada keinginan untuk mencari referensi lain untuk membandingkan kebenaran informasi tersebut.
"Ngapain saya pikir ini benar atau tidak, ini saya sudah terima, ngapain dicek lagi," contoh Ikhwan.
Selain itu, hoaks lebih mudah dipercayai karena dikaitkan dengan tokoh-tokoh penting. Tak heran, informasi palsu tersebut dengan mudah viral di tengah masyarakat.
Baca: Anji Memenuhi Panggilan Polisi
Dia mengakui pembuat konten hoaks saat ini lebih pintar. Mereka mengambil informasi secara setengah-setengah agar bisa menyamarkan kebohongan informasi tersebut.
"Diambil sebagian kemudian dijustifikasi ada unsur pendekatan psikologis. Kemudian ini ada dasar agamanya lalu itu yang membuat orang menjadi lebih mudah percaya kepada hoaks," ujar dia.
Jakarta: Hoaks sejatinya sesuatu hal yang salah. Namun, tak sedikit orang yang mudah terjerumus dalam informasi palsu tersebut.
Ada beberapa hal penyebab publik memudah termakan
hoaks. Pertama, kemalasan masyarakat Indonesia mengecek kebenaran informasi.
"Suka atau tidak suka harus kita akui kita itu malas. Malas untuk apa malas untuk
cross-check," kata dosen psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ikhwan Lutfi dalam konferensi pers virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Sabtu, 15 Agustus 2020.
Sifat malas memastikan kebenaran informasi pada umumnya terjadi karena berpikiran pendek. Tidak ada keinginan untuk mencari referensi lain untuk membandingkan kebenaran informasi tersebut.
"
Ngapain saya pikir ini benar atau tidak, ini saya sudah terima,
ngapain dicek lagi," contoh Ikhwan.
Selain itu, hoaks lebih mudah dipercayai karena dikaitkan dengan tokoh-tokoh penting. Tak heran, informasi palsu tersebut dengan mudah viral di tengah masyarakat.
Baca:
Anji Memenuhi Panggilan Polisi
Dia mengakui pembuat konten hoaks saat ini lebih pintar. Mereka mengambil informasi secara setengah-setengah agar bisa menyamarkan kebohongan informasi tersebut.
"Diambil sebagian kemudian dijustifikasi ada unsur pendekatan psikologis. Kemudian ini ada dasar agamanya lalu itu yang membuat orang menjadi lebih mudah percaya kepada hoaks," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)