medcom.id, Jakarta: Sepandai-pandai calon jemaah haji Indonesia naik haji via Filipina akhirnya kandas juga. Kasus 177 WNI yang berangkat ke Tanah Suci via Filipina sebenarnya bukan hal baru.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Shaberah, mengatakan sudah sejak lima tahun lalu warga Kecamatan Sebatik dan Kabupaten Nunukan naik haji melalui negeri yang dipimpin Rodrigo 'the Punisher' Duterte itu.
"Sejak 2011 hingga 2015 sudah lebih dari 100 warga Sebatik dan Nunukan yang berangkat," kata Shaberah saat dihubungi, Selasa (23/8/2016).
Alasan mereka naik haji via negeri tetangga itu, kata dia, selain ongkosnya murah, juga tak sulit mendapatkan kuota.
Shaberah mendapat informasi dari jemaah, ongkos naik haji lewat Filipina hanya Rp80 juta atau setara biaya haji plus di Indonesia. Biaya tersebut sudah termasuk untuk merekayasa dokumen.
Menurut Shaberah, pemerintah Arab Saudi setiap tahunnya memberikan kuota haji ke Filipina sebanyak 8 ribu orang. "Namun, jatah tersebut hanya terisi 6.800 orang, sehingga sisa jatah 1.200 orang dimanfaatkan biro perjalanan di Filipina untuk dipasarkan ke Malaysia dan Indonesia," katanya.
Kasus berhaji WNI melalui Filipina terbongkar karena pemeriksaan Imigrasi Filipina kini lebih ketat. "Bagi mereka yang tak menguasai bahasa Tagalog yang merupakan bahasa nasional Filipina, secara otomatis dia bukan warga negara Filipina," tutur Shaberah.
Dari 30 WNI yang berhaji via Filipina, lanjut Shaberah, enam sudah berada di Mekah. Mereka terdiri atas tiga warga sebatik dan tiga warga Nunukan.
Tujuh Agen
Badan Reserse Kriminal Polri menyelidiki agen perjalanan yang memberangkatkan 177 WNI. Hingga kemarin, diketahui tujuh agen yang diduga terlibat. "Kami masih berusaha mencari orang-orang yang terlibat," tutur Kepala Divisi Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar.
Ketujuh agen perjalanan yang dimaksud ialah PT Tazkiah, PT Aulad Amin, PT Aulad Amin Tours Makassar, Travel Shafwa Makassar, Travel Hade El Barde, KBIH Arafah, dan KBIH Arafah Pandaan. Agen-agen itu tersebar di Banten, Sulawesi, Jawa Timur, Jawa Barat, Riau, dan Jambi. Setiap calon jemaah haji, kata Boy, dikenai biaya USD8.000-USD10.000 (sekitar Rp105.744.000 - Rp132.180.000 dengan kurs rupiah 13.218).
Terkait perkara hukum di Filipina akibat paspor palsu yang digunakan, Boy mengatakan pihaknya terus berkoordinasi agar 177 WNI tersebut bisa segera dipulangkan ke Tanah Air. "Kami terus koordinasi dan komunikasi dengan senior license officer kita yang ada di Manila," jelas Boy.
Irjen Kementerian Agama M. Jasin menyayangkan masyarakat yang tergiur tawaran cepat berangkat haji. "Haji ibadah suci, harus lewat jalan yang suci," kata Jasin.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri memastikan perlindungan maksimal bagi 177 WNI. "Mereka adalah korban," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Dari ke-177 WNI itu, terbanyak berasal dari Sulawesi Selatan yakni 60 orang, Pare-pare 39 orang, dan Makassar 27 orang. Paspor yang mereka gunakan dari Indonesia asli, sedangkan paspor Filipina mereka palsu.
Ratusan WNI itu melewati empat pemeriksaan imigrasi, yaitu di Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Nunukan, Bandara Makassar, dan Bandara Sepinggan. Tempat-tempat itu mereka lalui untuk menuju Kuala Lumpur, Malaysia, baru ke Filipina. (Media Indonesia)
medcom.id, Jakarta: Sepandai-pandai calon jemaah haji Indonesia naik haji via Filipina akhirnya kandas juga. Kasus 177 WNI yang berangkat ke Tanah Suci via Filipina sebenarnya bukan hal baru.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Shaberah, mengatakan sudah sejak lima tahun lalu warga Kecamatan Sebatik dan Kabupaten Nunukan naik haji melalui negeri yang dipimpin Rodrigo 'the Punisher' Duterte itu.
"Sejak 2011 hingga 2015 sudah lebih dari 100 warga Sebatik dan Nunukan yang berangkat," kata Shaberah saat dihubungi, Selasa (23/8/2016).
Alasan mereka naik haji via negeri tetangga itu, kata dia, selain ongkosnya murah, juga tak sulit mendapatkan kuota.
Shaberah mendapat informasi dari jemaah, ongkos naik haji lewat Filipina hanya Rp80 juta atau setara biaya haji plus di Indonesia. Biaya tersebut sudah termasuk untuk merekayasa dokumen.
Menurut Shaberah, pemerintah Arab Saudi setiap tahunnya memberikan kuota haji ke Filipina sebanyak 8 ribu orang. "Namun, jatah tersebut hanya terisi 6.800 orang, sehingga sisa jatah 1.200 orang dimanfaatkan biro perjalanan di Filipina untuk dipasarkan ke Malaysia dan Indonesia," katanya.
Kasus berhaji WNI melalui Filipina terbongkar karena pemeriksaan Imigrasi Filipina kini lebih ketat. "Bagi mereka yang tak menguasai bahasa Tagalog yang merupakan bahasa nasional Filipina, secara otomatis dia bukan warga negara Filipina," tutur Shaberah.
Dari 30 WNI yang berhaji via Filipina, lanjut Shaberah, enam sudah berada di Mekah. Mereka terdiri atas tiga warga sebatik dan tiga warga Nunukan.
Tujuh Agen
Badan Reserse Kriminal Polri menyelidiki agen perjalanan yang memberangkatkan 177 WNI. Hingga kemarin, diketahui tujuh agen yang diduga terlibat. "Kami masih berusaha mencari orang-orang yang terlibat," tutur Kepala Divisi Humas Mabes Polri Boy Rafli Amar.
Ketujuh agen perjalanan yang dimaksud ialah PT Tazkiah, PT Aulad Amin, PT Aulad Amin Tours Makassar, Travel Shafwa Makassar, Travel Hade El Barde, KBIH Arafah, dan KBIH Arafah Pandaan. Agen-agen itu tersebar di Banten, Sulawesi, Jawa Timur, Jawa Barat, Riau, dan Jambi. Setiap calon jemaah haji, kata Boy, dikenai biaya USD8.000-USD10.000 (sekitar Rp105.744.000 - Rp132.180.000 dengan kurs rupiah 13.218).
Terkait perkara hukum di Filipina akibat paspor palsu yang digunakan, Boy mengatakan pihaknya terus berkoordinasi agar 177 WNI tersebut bisa segera dipulangkan ke Tanah Air. "Kami terus koordinasi dan komunikasi dengan senior license officer kita yang ada di Manila," jelas Boy.
Irjen Kementerian Agama M. Jasin menyayangkan masyarakat yang tergiur tawaran cepat berangkat haji. "Haji ibadah suci, harus lewat jalan yang suci," kata Jasin.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri memastikan perlindungan maksimal bagi 177 WNI. "Mereka adalah korban," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Dari ke-177 WNI itu, terbanyak berasal dari Sulawesi Selatan yakni 60 orang, Pare-pare 39 orang, dan Makassar 27 orang. Paspor yang mereka gunakan dari Indonesia asli, sedangkan paspor Filipina mereka palsu.
Ratusan WNI itu melewati empat pemeriksaan imigrasi, yaitu di Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Nunukan, Bandara Makassar, dan Bandara Sepinggan. Tempat-tempat itu mereka lalui untuk menuju Kuala Lumpur, Malaysia, baru ke Filipina. (
Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(TRK)