Alif (kiri) dan Endang (kanan) anak dari Siman Wijaya, korban kerusuhan aksi massa penolak hasil Pemilu 2019. (Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan)
Alif (kiri) dan Endang (kanan) anak dari Siman Wijaya, korban kerusuhan aksi massa penolak hasil Pemilu 2019. (Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan)

(Masih Ada) Cerita Pasca-Kerusuhan Mei

Theofilus Ifan Sucipto • 25 Juli 2019 18:48
Jakarta: Tatapannya kosong dengan tubuh yang kian kurus membuat Siman Wijaya tak mampu merespons segala rangsangan dari luar. Siman adalah salah satu korban kerusuhan 22 Mei 2019 yang hingga saat ini belum juga pulih.
 
Pagi itu, tepatnya Rabu, 22 Mei 2019, Siman tengah mencari nafkah. Dia baru saja berkomunikasi dengan putri bungsunya, Endang Fitriana sekitar pukul 09.00 WIB. Setengah jam berlalu Endang menerima kabar tak mengenakkan; ayahnya menjadi salah satu korban kerusuhan.
 
"Saya dapat kabar dari kakak. Bapak tertembak," kata Endang berbincang dengan Medcom.id di rumahnya, di Jakarta Barat, Kamis, 25 Juli 2019.

Sang kakak, Alif Pratomo, menyebut kabar itu datang dari rekan ayahnya. Ponsel yang digenggam Siman digunakan untuk mengabarkan keluarga bahwa si empunya dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta Pusat. 
 
"Kata dokter, cekung di kepala kena pukulan benda keras. Tangan kanan tertembak di engsel siku kanan. Bagian kepala kena tulang tengkoraknya. Jadi ada lima serpihan yang masuk ke otak," tutur Endang.
 
Hari ini, masih ada empat serpihan yang bersarang di kepala Siman. Dokter tak mau mengambil risiko untuk mengeluarkan serpihan yang tersisa.
 
Pascaoperasi, Siman koma selama dua pekan. Pria asal Purworejo, Jawa Tengah itu siuman di minggu ketiga dan pada minggu berikutnya ia dipindahkan ke ruang perawatan.
 
Penasaran dengan apa yang menimpa sang ayah, Alif membuka media sosial Facebook. Di sana dia menemukan sebuah video sang ayah tengah dibopong oleh sejumlah anggota Brimob. 
 
"Saya tulis (komentar), itu ayah saya. Mohon yang mengunggah video memberi kabar kepada saya," kata Alif.
 
Belakangan, dia mengetahui pengunggah video berasal dari salah satu kepolisian di Jawa. Namun dia tidak pernah menerima kejelasan dari tayangan singkat itu lantaran video telah dihapus.
 
(Masih Ada) Cerita Pasca-Kerusuhan Mei
Proses memasukkan makanan untuk Siman Wijaya melalui selang. (Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan)
 
Sebulan lebih mendapatkan perawatan medis, Alif dan Endang menyebut kondisi Siman mulai menunjukkan kemajuan. Siman membaik dan memberikan sinyal akan segera pulih.
 
Namun harapan keluarga memupus sejak akhir Juni 2019, RSUD Tarakan mengizinkan Siman pulang. Bukan bahagia, keluarga mengharapkan Siman dirawat lebih lama lantaran pria 56 tahun itu dirasa belum pulih total.
 
"Kalau bawa pulang, kondisinya masih dipasang trakeostomi, infus, beliau tidak bisa duduk dan bangun. Tapi menurut rumah sakit sudah bisa pulang," ucap Endang yang kini cuti kuliah untuk merawat Siman.
 
Keluarga pun akhirnya mengalah dan membawa Siman pulang pada Selasa, 2 Juli 2019. Keluarga mengklaim Siman adalah korban kerusuhan terakhir yang pulang dari Tarakan.
 
Siman kemudian dibawa ke rumah mantan istrinya, Sri Hartati di Srengseng, Jakarta Barat. Selama ini Siman tinggal bersama rekan-rekan sopir bajaj di Tanah Abang, usai bercerai dengan Sri.
 
"Mama merasa kasihan juga. Mungkin pikirnya ini bapak dari anak-anaknya juga," kata Endang. 
 
Di satu sisi, Alif bersyukur keluarganya tak dikenakan biaya apa pun karena ditanggung Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dari Pemda DKI. Dia merasa tertolong lantaran biaya rumah sakit mencapai ratusan juta rupiah. 
 
Namun setelah rumah sakit merekomendasikan rawat jalan, keluarga kini direpotkan dengan permintaan surat rujukan ke Puskesmas sebagai syarat jika Siman ingin mendapatkan perawatan lanjutan. Endang mengikuti saran itu dan Siman pun dirujuk ke RSUD Sari Asih Ciledug, Banten.
 
Perjalanan Siman menuju rumah sakit rujukan tak mulus. Endang menyebut pihak rumah sakit menolak merawat ayahnya. Rumah sakit, kata Endang, berargumen Jamkesda dari Pemprov DKI tidak bisa dipakai karena berbeda provinsi.
 
(Masih Ada) Cerita Pasca-Kerusuhan Mei
Surat rujukan balik Siman Wijaya untuk mendapatkan perawatan lanjutan. (Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan)
 
Endang pun mengajukan penggunaan BPJS ke Sari Asih, tapi kembali ditolak. Mereka menilai BPJS tidak memberikan perawatan korban kejahatan luar biasa (KLB).
 
"Kita minta rujukan dari Sari Asih ke RSUD Tarakan juga enggak dikasih karena bukan pasien BPJS," kata Endang.
 
Kepada Medcom.id, Endang mengaku tak habis pikir lantaran alasan penolakan irasional. Siman jelas terdaftar sebagai peserta BPJS dan dokumen yang dipersyaratkan telah terpenuhi.
 
"Sudah dilampirkan sama KTP ditolak juga. Kita datang mengorbankan waktu, tenaga, dan uang," keluh Endang. 
 
Mencoba mengais harapan baru
 
Siman terkulai, tangan kirinya diikat karena sempat mencabut selang di hidungnya. Gips di tangan kanan dan trakeostominya belum diganti sejak keluar dari RSUD Tarakan.
 
Antibiotik untuk Siman telah habis, tersisa obat batuk dan darah tinggi yang kini kian menipis. Keluarga telah menghabiskan lebih dari setengah juta rupiah untuk memenuhi kebutuhan Siman seperti susu dan popok dewasa. 
 
Menolak kalah pada nasib, Alif dan Endang mencoba peruntungan lain dan mendatangi Puskesmas Kecamatan Kembangan untuk meminta surat rujukan. Berbekal itu, besok, Jumat 25 Juli 2019, Siman akan dibawa ke RSUD Cengkareng, Jakarta Barat.
 
Alif juga datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk meminta bantuan pemerintah. Berharap Gubernur DKI Anies Baswedan memberi sedikit perhatian atas kesulitannya.
 
Sementara itu, Sri mencoba membantu mencari kepastian perawatan untuk Siman. Ia mendatangi RSUD Cengkareng untuk memastikan Siman bisa mendapatkan perawatan.
 
"Di (RSUD) Cengkareng dibilang masalah di-cover (BPJS) apa enggak nanti saja yang penting pasiennya kita tangani dulu. Makanya besok mau kontrol ke Cengkareng," kata Sri. 
 
Asa keluarga kembali cerah setelah Alif dan Sri bertemu dengan Wakil Dinas Kesehatan DKI. Sri diberi akses menghubungi tiga nomor penting yang diberikan Dinkes DKI bilamana RSUD Cengkareng menolak perawatan Siman. 
 
"Mereka (Dinkes) bilang RSUD tidak boleh menolak Jamkesda. Kalau ditolak, telepon nomor itu. Makanya saya yakin ke Cengkareng," ucap Sri.
 
(Masih Ada) Cerita Pasca-Kerusuhan Mei
Siman Wijaya kini dirawat di rumah dengan peralatan medis seadanya. (Foto: Medcom.id/Theofilus Ifan)
 
Berusaha tabah
 
Selama proses tersebut, pihak keluarga mengaku tidak berburuk sangka kepada siapapun. Endang menyebut rumah sakit tak mengeluarkan ayahnya secara paksa alih-alih menyarankan untuk rawat jalan.
 
Alif mengaku tidak mendesak pihak manapun bertanggung jawab, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia hanya sedikit menggantungkan harapan kepada Anies Baswedan.
 
"Waktu Pak Anies datang ke Tarakan malam-malam, bapak (Siman) lagi dioperasi di atas. Saya lihat di Instagram Pak Anies janji dirawat sampai tuntas, saya langsung capture," tutur Alif.
 
Sementara itu, Endang menyebut tidak keberatan Siman dirawat di rumah. Wanita 24 tahun itu hanya meminta pihak rumah sakit tidak mempersulit proses rawat jalan.
 
"Saya pribadi tidak nuntut pihak manapun karena waktu dirawat ditanggung Jamkesda artinya ada iktikad baik. Tapi rawat jalannya jangan dioper-oper," kata Endang.
 
Dia juga mengaku tidak menuntut Anies, kendati berjanji merawat korban kerusuhan sampai tuntas. Endang hanya ingin proses perawatan ayahnya tak berbelit.
 
"Pak Anies punya statement semua korban keursuhan ditanggung sampe tuntas. Rawat jalannya enggak dipersulit gini dong," kata Endang.
 
Tanggapan rumah sakit
 
Terpisah, Medcom.id sempat mendatangi rumah sakit yang disebutkan keluarga Siman; RSUD Tarakan dan RSUD Sari Asih. Namun tak banyak yang bisa didapatkan.
 
Saat mencoba menghubungi Humas Tarakan Reggy Sobari, nomor teleponnya tak aktif. Petugas informasi, Andi, menyebut Reggy tengah cuti ke luar negeri.
 
Sementara itu, petugas informasi RSUD Tarakan lainnya, Jabar, mengaku tidak bisa memberi pernyataan atau konfirmasi apa pun. Jabar takut melanggar prosedur. 
 
Senada, RSUD Sari Asih yang menjadi fasilitas kesehatan rujukan Siman pun tak memberi respons. Direktur Utama Sari Asih Ciledug, Nikmatullah Mansur, irit bicara.
 
"Saya lagi mau salat. Bentar ya," kata Nikmatullah. 
 
Selang beberapa lama, Medcom.id mencoba kembali menghubungi Nikmatullah. Sayang, panggilan tak dijawab.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan