Jakarta: Praktisi Kesehatan masyarakat Ngabila Salama memastikan bahwa kemasan pangan yang menggunakan Bisphenol A (BPA) masih aman untuk dipakai. Hal tersebut diungkapkan menyusul isu bias terkait bahaya BPA yang kembali mencuat ke publik.
"BPA aman, selama tidak bermigrasi ke manusia dalam jumlah tinggi melebihi ambang batas normal," kata Ngabila Salama seperti dikutip akun instagram miliknya @ngabilasalama, Jumat, 1 November 2024.
Ia mengungkapkan, sebenarnya penggunaan BPA banyak ditemukan di tengah-tengah masyarakat baik dalam produk makanan dan nonmakanan. Misalnya saja pada semua makanan kaleng atau produk nonmakanan seperti botol plastik, mainan, peralatan listrik, perangkat otomotif, hingga peralatan makanan.
"Jadi BPA ini memang banyaknya pada plastik tetapi juga sebenarnya ada di produk makanan," katanya.
Ngabila juga menyinggung penelitian terkait dampak BPA kepada kesehatan manusia. Dia mengatakan, riset dan dampak yang dilakukan itu hingga saat ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
"Pengaruh BPA kepada kesehatan dari berbagai studi yang masih minim mayoritas pada hewan uji coba dan studi observasional saja pada manusia," ujar dia.
Senada, pakar teknologi plastik Wiyu Wahono menjelaskan bahwa hasil penelitian dampak BPA terhadap manusia tidak bisa menjadi acuan. Hal tersebut lantaran hasil penelitian dampak BPA dilakukan terhadap hewan percobaan.
"Kalaupun binatang-binatang tersebut mendapatkan masalah kesehatan maka tidak bisa diambil kesimpulan bahwa BPA juga akan menyebabkan masalah kesehatan di manusia," kata Wiyu.
Anggota Council Komite Akreditasi Nasional (KAN) Badan Standardisasi Nasional (BSN) Arief Safari mengatakan, penggunaan kemasan pangan khususnya air seperti galon polikarbonat masih aman. Ia menjelaskan paparan BPA dari kemasan ke pangan hingga ke tubuh manusia sebenarnya masih membutuhkan penelitian yang lebih komprehensif.
"Selama ini saya pakai berpuluh-puluh tahun ya aman-aman saja tidak masalah," kata Arief.
Arief menyebut, penelitian dilakukan guna mengukur sekaligus memberikan informasi akurat kemasan pangan mana yang memberikan paparan BPA ke tubuh lebih banyak. Menurutnya, tidak adil apabila hanya AMDK saja yang dikambinghitamkan memberikan paparan BPA ke tubuh.
"Jadi enggak bisa diukur lewat satu item, harus beberapa item. Kalau hanya cuma satu kemasan saja orang kan ada dugaan ini jangan-jangan apa masalah persaingan bisnis saja," katanya.
Jakarta: Praktisi Kesehatan masyarakat Ngabila Salama memastikan bahwa
kemasan pangan yang menggunakan
Bisphenol A (BPA) masih aman untuk dipakai. Hal tersebut diungkapkan menyusul isu bias terkait bahaya BPA yang kembali mencuat ke publik.
"BPA aman, selama tidak bermigrasi ke manusia dalam jumlah tinggi melebihi ambang batas normal," kata Ngabila Salama seperti dikutip akun instagram miliknya
@ngabilasalama, Jumat, 1 November 2024.
Ia mengungkapkan, sebenarnya penggunaan BPA banyak ditemukan di tengah-tengah masyarakat baik dalam produk makanan dan nonmakanan. Misalnya saja pada semua makanan kaleng atau produk nonmakanan seperti botol plastik, mainan, peralatan listrik, perangkat otomotif, hingga peralatan makanan.
"Jadi BPA ini memang banyaknya pada plastik tetapi juga sebenarnya ada di produk makanan," katanya.
Ngabila juga menyinggung penelitian terkait dampak BPA kepada kesehatan manusia. Dia mengatakan, riset dan dampak yang dilakukan itu hingga saat ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
"Pengaruh BPA kepada kesehatan dari berbagai studi yang masih minim mayoritas pada hewan uji coba dan studi observasional saja pada manusia," ujar dia.
Senada, pakar teknologi plastik Wiyu Wahono menjelaskan bahwa hasil penelitian dampak BPA terhadap manusia tidak bisa menjadi acuan. Hal tersebut lantaran hasil penelitian dampak BPA dilakukan terhadap hewan percobaan.
"Kalaupun binatang-binatang tersebut mendapatkan masalah kesehatan maka tidak bisa diambil kesimpulan bahwa BPA juga akan menyebabkan masalah kesehatan di manusia," kata Wiyu.
Anggota Council Komite Akreditasi Nasional (KAN) Badan Standardisasi Nasional (BSN) Arief Safari mengatakan, penggunaan kemasan pangan khususnya air seperti galon polikarbonat masih aman. Ia menjelaskan paparan BPA dari kemasan ke pangan hingga ke tubuh manusia sebenarnya masih membutuhkan penelitian yang lebih komprehensif.
"Selama ini saya pakai berpuluh-puluh tahun ya aman-aman saja tidak masalah," kata Arief.
Arief menyebut, penelitian dilakukan guna mengukur sekaligus memberikan informasi akurat kemasan pangan mana yang memberikan paparan BPA ke tubuh lebih banyak. Menurutnya, tidak adil apabila hanya AMDK saja yang dikambinghitamkan memberikan paparan BPA ke tubuh.
"Jadi enggak bisa diukur lewat satu item, harus beberapa item. Kalau hanya cuma satu kemasan saja orang kan ada dugaan ini jangan-jangan apa masalah persaingan bisnis saja," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)