Jakarta: Langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan pencantuman label bebas bisphenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan polikarbonat dinilai tepat. Hal ini penting dalam melindungi kesehatan masyarakat.
"Yang pertama bahwa bicara label bebas BPA atau bisphenol A pada kemasan produk ini sebenarnya adalah langkah atau kebijakan yang cukup tepat dalam konteks kesehatan masyarakat," kata Epidemiolog Dicky Budiman dalam keterangan tertulis, Rabu, 28 Agustus 2024.
Dicky menjelaskan BPA merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam produksi plastik seperti polikarbonat dan resin epoxy. Jenis plastik yang sering ditemukan pada kemasan makanan dan minuman ini berperan sebagai disruptor endokrin yang bisa mengganggu fungsi hormonal tubuh manusia.
Pemerhati kebijakan kesehatan ini menyampaikan langkah BPOM mewajibkan pencantuman label bebas BPA adalah perkembangan signifikan dalam regulasi bahan kimia berbahaya di Indonesia, untuk meningkatkan perlindungan konsumen.
"Dengan adanya label bebas BPA ini akan memberikan informasi penting kepada konsumen yang ingin menghindari potensi risiko kesehatan dari paparan BPA," jelas dia.
Dicky menegaskan kebijakan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk memberikan proteksi kesehatan kepada publik dan konsumen agar bisa menentukan pilihan produk yang lebih aman. Selain itu, akan mendorong transparansi proses produksi makanan dan minuman dalam kemasan.
Menurut dia, kebijakan yang telah diambil pemerintah untuk melindungi publik dari risiko kesehatan tersebut perlu didukung semua pihak. Yakni, memberikan literasi yang benar kepada publik, masyarakat perlu didorong untuk lebih sadar akan risiko BPA dan memilih produk yang lebih aman.
"Pemerintah punya tanggung jawab untuk melindungi kesehatan masyarakat termasuk literasinya. Artinya memberikan label bebas BPA adalah salah satu cara untuk masyarakat dan pemerintah mengurangi paparan bahan kimia yang berpotensi berbahaya," tegas dua.
Sebelumnya, BPOM menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, terdapat dua pasal tambahan terkait pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a, dengan tenggat waktu transisi empat tahun bagi produsen untuk melakukan penyesuaian.
Adapun 48A berbunyi, 'Keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada Label air minum dalam kemasan wajib mencantumkan tulisan 'simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam'.
Sementara itu, Pasal 61A berbunyi, 'Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan 'dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan' pada label.
Jakarta: Langkah
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan pencantuman label bebas bisphenol A (BPA) pada
air minum dalam kemasan polikarbonat dinilai tepat. Hal ini penting dalam melindungi kesehatan masyarakat.
"Yang pertama bahwa bicara label bebas BPA atau bisphenol A pada kemasan produk ini sebenarnya adalah langkah atau kebijakan yang cukup tepat dalam konteks kesehatan masyarakat," kata Epidemiolog Dicky Budiman dalam keterangan tertulis, Rabu, 28 Agustus 2024.
Dicky menjelaskan BPA merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam produksi plastik seperti polikarbonat dan resin epoxy. Jenis plastik yang sering ditemukan pada kemasan makanan dan minuman ini berperan sebagai disruptor endokrin yang bisa mengganggu fungsi hormonal tubuh manusia.
Pemerhati kebijakan kesehatan ini menyampaikan langkah BPOM mewajibkan pencantuman label bebas BPA adalah perkembangan signifikan dalam regulasi bahan kimia berbahaya di Indonesia, untuk meningkatkan perlindungan konsumen.
"Dengan adanya label bebas BPA ini akan memberikan informasi penting kepada konsumen yang ingin menghindari potensi risiko kesehatan dari paparan BPA," jelas dia.
Dicky menegaskan kebijakan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah untuk memberikan proteksi kesehatan kepada publik dan konsumen agar bisa menentukan pilihan produk yang lebih aman. Selain itu, akan mendorong transparansi proses produksi makanan dan minuman dalam kemasan.
Menurut dia, kebijakan yang telah diambil pemerintah untuk melindungi publik dari risiko kesehatan tersebut perlu didukung semua pihak. Yakni, memberikan literasi yang benar kepada publik, masyarakat perlu didorong untuk lebih sadar akan risiko BPA dan memilih produk yang lebih aman.
"Pemerintah punya tanggung jawab untuk melindungi kesehatan masyarakat termasuk literasinya. Artinya memberikan label bebas BPA adalah salah satu cara untuk masyarakat dan pemerintah mengurangi paparan bahan kimia yang berpotensi berbahaya," tegas dua.
Sebelumnya, BPOM menerbitkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, terdapat dua pasal tambahan terkait pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a, dengan tenggat waktu transisi empat tahun bagi produsen untuk melakukan penyesuaian.
Adapun 48A berbunyi, 'Keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada Label air minum dalam kemasan wajib mencantumkan tulisan 'simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam'.
Sementara itu, Pasal 61A berbunyi, 'Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan 'dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan' pada label.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)