Jakarta: Aturan yang mewajibkan pelaku perjalanan domestik atau penumpang pesawat untuk menyertakan hasil pemeriksaan negatif covid-19 dengan skema PCR memiliki tujuan positif. Pengetatan syarat penerbangan itu dinilai sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat dari paparan virus covid-19.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu. Dia pun menyerukan pentingnya kebijakan tes PCR sebagai syarat guna melakukan perjalanan lewat transportasi udara.
Menurut dia, upaya yang dilakukan pemerintah itu adalah bentuk kehati-hatian. "Saya pikir kebijakan tes PCR negatif sebelum naik pesawat itu penting," kata Zubairi lewat akun Twitter resminya, akhir pekan lalu.
Dia pun mengajak pengguna pesawat tetap menggunakan masker saat di dalam transportasi udara itu. Dia menyinggung potensi penularan covid-19 di ruangan tertutup seperti pesawat. "Sehingga, masker pun tetap wajib di tempat tertutup seperti pesawat," katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meyakini kebijakan yang diambil pemerintah itu telah melalui pertimbangan matang. Apalagi, kata dia, pesawat selalu penuh setiap akhir pekan belakangan ini.
Sehingga, diakuinya untuk mendapatkan tiket pesawat saat ini terbilang sulit. "Saya sendiri kemarin ketika dari Solo menuju Jakarta, bahkan lewat Yogyakarta menuju Jakarta pun sudah tidak ada pesawat," kata Rahmad Handoyo, Minggu, 24 Oktober 2021.
Jika demikian kondisinya, kata dia, hampir dipastikan tidak ada social distancing di dalam pesawat. "Nah atas dasar itulah bahwa perlu yang naik pesawat itu benar-benar berpotensi untuk tidak positif itu harus besar," katanya.
Sedangkan, alat yang paling akurat untuk mengecek seseorang positif covid-19 atau tidak, kata dia, hanya PCR. "Nah, untuk itu pemerintah ingin memastikan bahwa siapa pun yang naik pesawat itu adalah betul-betul tingkat probabilitasnya untuk positif itu kecil, yaitu dengan PCR," kata dia.
Rahmad menilai jika suatu perjalanan pesawat memakan waktu sekitar 1-3 jam, maka potensi penyebaran covid-19 di dalamnya sangat tinggi. Sehingga, dia menilai harus dipahami bersama bahwa aturan itu memiliki tujuan baik.
Menurutnya, banyak peristiwa seseorang yang telah menjalani tes antigen dinyatakan positif covid-19 setelah tes PCR. Diakuinya bahwa aturan itu tidak menyenangkan banyak pihak.
"Tapi juga sekali lagi ini pilihan sulit yang harus ditempuh. Tetapi, inilah bentuk tanggung jawab negara dalam rangka melindungi rakyat dari potensi klaster covid-19 ketika naik pesawat," kata dia.
Jakarta: Aturan yang mewajibkan pelaku perjalanan domestik atau penumpang pesawat untuk menyertakan hasil pemeriksaan negatif covid-19 dengan skema PCR memiliki tujuan positif. Pengetatan syarat penerbangan itu dinilai sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat dari paparan virus covid-19.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah itu. Dia pun menyerukan pentingnya kebijakan tes PCR sebagai syarat guna melakukan perjalanan lewat transportasi udara.
Menurut dia, upaya yang dilakukan pemerintah itu adalah bentuk kehati-hatian. "Saya pikir kebijakan tes PCR negatif sebelum naik pesawat itu penting," kata Zubairi lewat akun Twitter resminya, akhir pekan lalu.
Dia pun mengajak pengguna pesawat tetap menggunakan masker saat di dalam transportasi udara itu. Dia menyinggung potensi penularan covid-19 di ruangan tertutup seperti pesawat. "Sehingga, masker pun tetap wajib di tempat tertutup seperti pesawat," katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meyakini kebijakan yang diambil pemerintah itu telah melalui pertimbangan matang. Apalagi, kata dia, pesawat selalu penuh setiap akhir pekan belakangan ini.
Sehingga, diakuinya untuk mendapatkan tiket pesawat saat ini terbilang sulit. "Saya sendiri kemarin ketika dari Solo menuju Jakarta, bahkan lewat Yogyakarta menuju Jakarta pun sudah tidak ada pesawat," kata Rahmad Handoyo, Minggu, 24 Oktober 2021.
Jika demikian kondisinya, kata dia, hampir dipastikan tidak ada social distancing di dalam pesawat. "Nah atas dasar itulah bahwa perlu yang naik pesawat itu benar-benar berpotensi untuk tidak positif itu harus besar," katanya.
Sedangkan, alat yang paling akurat untuk mengecek seseorang positif covid-19 atau tidak, kata dia, hanya PCR. "Nah, untuk itu pemerintah ingin memastikan bahwa siapa pun yang naik pesawat itu adalah betul-betul tingkat probabilitasnya untuk positif itu kecil, yaitu dengan PCR," kata dia.
Rahmad menilai jika suatu perjalanan pesawat memakan waktu sekitar 1-3 jam, maka potensi penyebaran covid-19 di dalamnya sangat tinggi. Sehingga, dia menilai harus dipahami bersama bahwa aturan itu memiliki tujuan baik.
Menurutnya, banyak peristiwa seseorang yang telah menjalani tes antigen dinyatakan positif covid-19 setelah tes PCR. Diakuinya bahwa aturan itu tidak menyenangkan banyak pihak.
"Tapi juga sekali lagi ini pilihan sulit yang harus ditempuh. Tetapi, inilah bentuk tanggung jawab negara dalam rangka melindungi rakyat dari potensi klaster covid-19 ketika naik pesawat," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)