Jakarta: Pembayaran di Pasar Muamalah dinilai tidak melanggar hukum. Sistem pembayaran di pasar itu ibarat koin dingdong, pembeli membeli alat tukar dengan rupiah sebelum berbelanja.
"Ketika kita mau masuk ke tempat-tempat main itu kan kita menukar koin, tidak pakai uang. Kemudian pakai itu (koin yang ditukar)," kata anggota DPR dari fraksi PKS Bukhari Yusuf dalam diskusi Chrosscheck by Medcom.id dengan tema "Khilafah Berkedok Pasar Muamalah?", Minggu, 7 Februari 2021.
Bukhari mengatakan dinar dan dirham yang dipakai dalam pasar itu bersifat uang komplementer. Sehingga, kata dia, sistem pembayaran itu hanya bersifat komoditas dan tidak wajib.
Sistem pasar itu dinilai sama dengan permainan dingdong yang sudah ada sebelumnya. Masyarakat perlu menukarkan uang dengan koin untuk belanja.
"Ketika kita mau masuk ke tempat-tempat main itu kan kita menukar koin, tidak pakai uang, kemudian pakai itu," ujar Bukhari.
Baca: Niat Tidak Bisa Jadi Bukti Pasar Muamalah Bangkitkan Khilafah
Dia menilai Pasar Muamalah tidak melanggar hukum yang berlaku. Bukhari malah mempertanyakan dalil polisi menangkap pencetus pasar itu, Zaim Saidi.
"Kalau itu dianggap sebagai penggantian rupiah saya kira itu juga perlu di dalami. Toh kemudian emas dan peraknya itu juga dicetak oleh Antam semuanya," ujar Bukhari.
Sebelumnya, polisi menangkap Zaim Saidi pada Selasa, 2 Februari 2021. Dia diduga melanggar aturan terkait mata uang. Zaim mendirikan Pasar Muamalah di Depok sejak 2014. Pasar penyedia sembako, makanan, minuman, dan pakaian itu bertransaksi jual beli bukan dengan rupiah, melainkan dinar dan dirham.
Dia memesan langsung dinar dan dirham itu ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Dinar dan dirham dicetak dengan mencantumkan tulisan Kesultanan Bintan Darul Masyur Sultan Haji Husrin Hood, Amir Zaim Saidi Amirat Nusantara, Amir Tikwan Raya Siregar, dengan harga sesuai acuan Antam.
Zaim Saidi terancam pasal berlapis. Pertama, dia dikenakan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 15 tahun penjara. Dia juga dikenakan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Jakarta: Pembayaran di Pasar Muamalah dinilai tidak melanggar hukum. Sistem pembayaran di pasar itu ibarat koin dingdong, pembeli membeli alat tukar dengan rupiah sebelum berbelanja.
"Ketika kita mau masuk ke tempat-tempat main itu kan kita menukar koin, tidak pakai uang. Kemudian pakai itu (koin yang ditukar)," kata anggota DPR dari fraksi PKS Bukhari Yusuf dalam diskusi
Chrosscheck by Medcom.id dengan tema "Khilafah Berkedok Pasar Muamalah?", Minggu, 7 Februari 2021.
Bukhari mengatakan dinar dan dirham yang dipakai dalam pasar itu bersifat uang komplementer. Sehingga, kata dia, sistem pembayaran itu hanya bersifat komoditas dan tidak wajib.
Sistem pasar itu dinilai sama dengan permainan dingdong yang sudah ada sebelumnya. Masyarakat perlu menukarkan uang dengan koin untuk belanja.
"Ketika kita mau masuk ke tempat-tempat main itu kan kita menukar koin, tidak pakai uang, kemudian pakai itu," ujar Bukhari.
Baca:
Niat Tidak Bisa Jadi Bukti Pasar Muamalah Bangkitkan Khilafah
Dia menilai Pasar Muamalah tidak melanggar hukum yang berlaku. Bukhari malah mempertanyakan dalil polisi menangkap pencetus pasar itu, Zaim Saidi.
"Kalau itu dianggap sebagai penggantian rupiah saya kira itu juga perlu di dalami. Toh kemudian emas dan peraknya itu juga dicetak oleh Antam semuanya," ujar Bukhari.
Sebelumnya, polisi menangkap Zaim Saidi pada Selasa, 2 Februari 2021. Dia diduga melanggar aturan terkait mata uang. Zaim mendirikan Pasar Muamalah di Depok sejak 2014. Pasar penyedia sembako, makanan, minuman, dan pakaian itu bertransaksi jual beli bukan dengan rupiah, melainkan
dinar dan dirham.
Dia memesan langsung dinar dan dirham itu ke PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Dinar dan dirham dicetak dengan mencantumkan tulisan Kesultanan Bintan Darul Masyur Sultan Haji Husrin Hood, Amir Zaim Saidi Amirat Nusantara, Amir Tikwan Raya Siregar, dengan harga sesuai acuan Antam.
Zaim Saidi terancam pasal berlapis. Pertama, dia dikenakan Pasal 9 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman 15 tahun penjara. Dia juga dikenakan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang dengan ancaman satu tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(SUR)