medcom.id, Jakarta: Pendiri Lion Air Rusdi Kirana, mengaku tak mempermasalahkan bila para pilot yang bekerja di maskapainya mogok kerja. Rusdi menyayangkan tindakan sabotase yang menyebabkan terganggunya pelayanan maskapai.
"(Masalah) harus diselesaikan bukan dengan cara sabotase. Mereka melakukan penerbangan terakhir. Ke Medan ke Bali. Pagi-pagi mereka enggak mau terbang, itu kan sabotase namanya. Kalau mereka mau mogok boleh tapi beritahukan dulu," kata Rusdi dalam peresmian Kantor Pusat Lion Parcel, Jalan Agave Raya, Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (9/8/2016).
Dia pun membantah bila pilot maskapainya harus bekerja hingga 22 jam. Jika itu benar terjadi, kata dia, tentunya para pilot tak akan mau bekerja di Lion Air sejak awal.
"Logikanya kalau kita enggak bener mana mungkin mereka kerja 8 tahun kalau nggak benar satu hari full (keluar)," jelas dia.
Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Grup saat konferensi pers di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakpus. MI/Rommy Pujianto.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini pun menyayangkan sikap sebagian pilotnnya yang dididik sejak lulus SMA. Terlebih, kata dia, Lion Air telah berinvestasi dalam pelatihan pada pilot dengan angka yang tidak sedikit.
Rusdi juga tak mempermasalahkan bila para pilot ingin pindah ke maskapai lain.
"Mereka boleh berhenti, tapi perusahaan yang bajak harus bayar. Kontrak pendidikan mereka boleh berhenti asal ganti uang pendidikan kita," tegas Rusdi.
Manajemen Lion Air memecat 14 pilot karena diduga menjadi penyebab tertundanya beberapa penerbangan pada 31 Juli 2016. Direktur Lion Air Edward Sirait menduga, tertundanya penerbangan pada 31 Juli 2016 berkait dengan aksi mogok pilot yang terjadi pada 10 Mei 2016.
Pada 10 Mei 2016, Lion Air mengalami keterlambatan terbang atau delay di sejumlah bandara. Keterlambatan terjadi antara lain di Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali dan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
medcom.id, Jakarta: Pendiri Lion Air Rusdi Kirana, mengaku tak mempermasalahkan bila para pilot yang bekerja di maskapainya mogok kerja. Rusdi menyayangkan tindakan sabotase yang menyebabkan terganggunya pelayanan maskapai.
"(Masalah) harus diselesaikan bukan dengan cara sabotase. Mereka melakukan penerbangan terakhir. Ke Medan ke Bali. Pagi-pagi mereka enggak mau terbang, itu kan sabotase namanya. Kalau mereka mau mogok boleh tapi beritahukan dulu," kata Rusdi dalam peresmian Kantor Pusat Lion Parcel, Jalan Agave Raya, Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (9/8/2016).
Dia pun membantah bila pilot maskapainya harus bekerja hingga 22 jam. Jika itu benar terjadi, kata dia, tentunya para pilot tak akan mau bekerja di Lion Air sejak awal.
"Logikanya kalau kita enggak bener mana mungkin mereka kerja 8 tahun kalau nggak benar satu hari full (keluar)," jelas dia.
Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Grup saat konferensi pers di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakpus. MI/Rommy Pujianto.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini pun menyayangkan sikap sebagian pilotnnya yang dididik sejak lulus SMA. Terlebih, kata dia, Lion Air telah berinvestasi dalam pelatihan pada pilot dengan angka yang tidak sedikit.
Rusdi juga tak mempermasalahkan bila para pilot ingin pindah ke maskapai lain.
"Mereka boleh berhenti, tapi perusahaan yang bajak harus bayar. Kontrak pendidikan mereka boleh berhenti asal ganti uang pendidikan kita," tegas Rusdi.
Manajemen Lion Air memecat 14 pilot karena diduga menjadi penyebab tertundanya beberapa penerbangan pada 31 Juli 2016. Direktur Lion Air Edward Sirait menduga, tertundanya penerbangan pada 31 Juli 2016 berkait dengan aksi mogok pilot yang terjadi pada 10 Mei 2016.
Pada 10 Mei 2016, Lion Air mengalami keterlambatan terbang atau delay di sejumlah bandara. Keterlambatan terjadi antara lain di Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali dan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)