Jakarta: Berkurban merupakan syiar Islam yang hampir semua orang mengetahui akan anjuran dan pahala besar yang didapatkan oleh muslim yang menunaikannya.
Anjuran berkurban ditujukan bagi orang yang mampu secara finansial. Namun demikian, tidak semua orang kaya atau mereka yang mampu melaksanakan ibadah kurban.
Bisa jadi karena mempersiapkan untuk kebutuhan tertentu, prioritas hal lain, keengganan, dan lain sebagainya.
Bagaimanakah pandangan fiqih Islam perihal orang mampu secara finansial namun tidak melaksanakan kurban?
Melansir dari NU Online, hukum berkurban diperselisihkan oleh para ulama. Menurut pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah hukumnya sunah. Artinya sesuatu yang apabila dilakukan mendapat pahala, bila ditinggalkan tidak berdosa.
Di antara argumen mayoritas ulama adalah hadits Ibnu Abbas, beliau mendengar Nabi bersabda:
“Tiga hal yang wajib bagiku, sunah bagi kalian yaitu shalat witir, kurban, dan shalat Dhuha” (HR Ahmad dan al-Hakim).
Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan sabda Nabi:
“Aku diperintahkan berkurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian” (HR al-Tirmidzi).
Dalam haditsnya Ummu Salamah disebutkan bahwa Nabi bersabda:
“Bila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian menghendaki berkurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (untuk tidak dipotong)” (HR. Muslim dan lainnya).
Dalam hadits tersebut terdapat pesan bahwa pelaksanaan kurban tergantung pada kehendak seseorang, yang memberi petunjuk dinafikannya kewajiban berkurban.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hukum meninggalkan kurban bagi orang yang mampu diperselisihkan oleh para ulama. Menurut mazhab Hanafiyah hukumnya haram (berdosa) sebab berkurban adalah wajib.
Sedangkan menurut mayoritas ulama tidak berkonsekuensi dosa, karena berkurban hukumnya sunah (tidak wajib). Berpijak dari pendapat mayoritas, meski berkurban hukumnya sunah, namun meninggalkannya bagi orang yang mampu adalah makruh, sebab terjadi ikhtilaf dalam status wajibnya.
Oleh sebab itu ulama menegaskan bahwa berkurban lebih utama daripada sedekah sunah biasa. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
“Dan makruh meninggalkan kurban karena ikhtilaf ulama dalam kewajibannya, karena itu kurban lebih utama dari sedekah sunah.”
Jakarta:
Berkurban merupakan
syiar Islam yang hampir semua orang mengetahui akan anjuran dan pahala besar yang didapatkan oleh muslim yang menunaikannya.
Anjuran berkurban ditujukan bagi orang yang mampu secara finansial. Namun demikian, tidak semua orang kaya atau mereka yang mampu melaksanakan ibadah kurban.
Bisa jadi karena mempersiapkan untuk kebutuhan tertentu, prioritas hal lain, keengganan, dan lain sebagainya.
Bagaimanakah pandangan fiqih Islam perihal orang mampu secara finansial namun tidak melaksanakan kurban?
Melansir dari
NU Online, hukum berkurban diperselisihkan oleh para ulama. Menurut pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah hukumnya sunah. Artinya sesuatu yang apabila dilakukan mendapat pahala, bila ditinggalkan tidak berdosa.
Di antara argumen mayoritas ulama adalah hadits Ibnu Abbas, beliau mendengar Nabi bersabda:
“Tiga hal yang wajib bagiku, sunah bagi kalian yaitu shalat witir, kurban, dan shalat Dhuha” (HR Ahmad dan al-Hakim).
Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan sabda Nabi:
“Aku diperintahkan berkurban, dan hal tersebut sunah bagi kalian” (HR al-Tirmidzi).
Dalam haditsnya Ummu Salamah disebutkan bahwa Nabi bersabda:
“Bila kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian menghendaki berkurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (untuk tidak dipotong)” (HR. Muslim dan lainnya).
Dalam hadits tersebut terdapat pesan bahwa pelaksanaan kurban tergantung pada kehendak seseorang, yang memberi petunjuk dinafikannya kewajiban berkurban.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hukum meninggalkan kurban bagi orang yang mampu diperselisihkan oleh para ulama. Menurut mazhab Hanafiyah hukumnya haram (berdosa) sebab berkurban adalah wajib.
Sedangkan menurut mayoritas ulama tidak berkonsekuensi dosa, karena berkurban hukumnya sunah (tidak wajib). Berpijak dari pendapat mayoritas, meski berkurban hukumnya sunah, namun meninggalkannya bagi orang yang mampu adalah makruh, sebab terjadi ikhtilaf dalam status wajibnya.
Oleh sebab itu ulama menegaskan bahwa berkurban lebih utama daripada sedekah sunah biasa. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
“Dan makruh meninggalkan kurban karena ikhtilaf ulama dalam kewajibannya, karena itu kurban lebih utama dari sedekah sunah.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)