medcom.id, Jakarta: Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis di dunia. Lahan itu tersebar di beberapa wilayah seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Lahan gambut Indonesia punya peran cukup penting bagi dunia karena menyimpan setidaknya 57 miliar ton karbon. Sementara lahan gambut di seluruh dunia menyimpan 20-35 persen karbon di dalam tanah. Sehingga perubahan apa pun yang terjadi pada lahan gambut ini dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca.
Tak heran bila kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi di Indonesia menjadi perhatian dunia. Sebab karbon yang tersimpan di lahan gambut Indonesia berperan mencegah emisi karbon sehingga suhu bumi tidak naik hingga 2 derajat celsius.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pemerintah akan bekerja maksimal untuk meminimalisir titik api pada 2016. Hal itu ditunjukkan dengan kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo tentang larangan pemberian izin alih lahan gambut.
"Apa sih yang sedang dipikirkan pemerintah setelah keluarnya arahan Presiden? Presiden pada 18 Januari 2016 mempertegas lagi sebagai akumulasi dari kebijakan-kebijakan parsial yang dikeluarkan selama proses kerja dari September sampai November," ujar Siti Nurbaya dalam acara Focus Group Discussion di Gedung Media Group, Jalan Kedoya, Jakarta Barat, Selasa (1/3/2016).
Diskusi yang digelar Media Research Center (MRC) dengan tema "Pengelolaan Lahan Gambut Lestari Untuk Meminimalisasi Titik Api 2016" juga dihadiri Kepala Badan Restorasi Gambut Nasir Fuad, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Managing Director Asia Pulp & Paper Group (APP) Aida Greenbury, Pakar Lingkungan UGM Tjut Sugandawaty Djohan, Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi.
Tampak pula Pakar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB Basuki Sumawinata, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi, Kasubbid Perencanaan Darurat BNPB Eko Budiman, Direktur PT Sinar Mas Agus Purnomo, Pakar Gambut dari UGM Azwar Maas dan Manajer Kampanye Eknas WALHI Kurniawan Sabar.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasir Fuad mengatakan, penanganan kebakaran lahan gambut tak boleh parsial. Penataan lahan gambut juga harus berdampak pada peningkatakan kesejahteraan masyarakat sekitar. Sehingga menumbuhkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya menyelamatkan lahan gambut.
"Tujuan kami adalah merestorasi dan tingkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar gambut. Ada aspek sosial, restorasi, dan ekonomi. Gambut sulit dipadamkan kalau kebakarannya didiamkan, ada yang bilang susah kalau sudah sampai 2 Ha," ujar dia.
Ia menambahkan, "Pembakaran lahan gambut karena pengeringan melalui kanal. Intervensi pertama adalah mengehentikan pengeringan dengan mengelola tata air dari kanal-kanal itu."
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi mengakui, permasalahan paling berat dalam kebakaran lahan gambut adalah permasalahan sosial.
"Karena itu, kami berharap peresoalan sosial yang kita tahu memberikan kontribusi yang besar terhadap kebakaran ini. Sekaligus konflik di area HTI (Hutan Tanaman Industri). Perlu ada rekayasa sosial, termasuk di dalamnya harus ada upaya terkait pembangunan," jelas dia.
medcom.id, Jakarta: Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis di dunia. Lahan itu tersebar di beberapa wilayah seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Lahan gambut Indonesia punya peran cukup penting bagi dunia karena menyimpan setidaknya 57 miliar ton karbon. Sementara lahan gambut di seluruh dunia menyimpan 20-35 persen karbon di dalam tanah. Sehingga perubahan apa pun yang terjadi pada lahan gambut ini dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca.
Tak heran bila kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi di Indonesia menjadi perhatian dunia. Sebab karbon yang tersimpan di lahan gambut Indonesia berperan mencegah emisi karbon sehingga suhu bumi tidak naik hingga 2 derajat celsius.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pemerintah akan bekerja maksimal untuk meminimalisir titik api pada 2016. Hal itu ditunjukkan dengan kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo tentang larangan pemberian izin alih lahan gambut.
"Apa sih yang sedang dipikirkan pemerintah setelah keluarnya arahan Presiden? Presiden pada 18 Januari 2016 mempertegas lagi sebagai akumulasi dari kebijakan-kebijakan parsial yang dikeluarkan selama proses kerja dari September sampai November," ujar Siti Nurbaya dalam acara Focus Group Discussion di Gedung Media Group, Jalan Kedoya, Jakarta Barat, Selasa (1/3/2016).
Diskusi yang digelar Media Research Center (MRC) dengan tema "Pengelolaan Lahan Gambut Lestari Untuk Meminimalisasi Titik Api 2016" juga dihadiri Kepala Badan Restorasi Gambut Nasir Fuad, Gubernur Sumsel Alex Noerdin, Gubernur Riau Arsyad Juliandi Rachman, Managing Director Asia Pulp & Paper Group (APP) Aida Greenbury, Pakar Lingkungan UGM Tjut Sugandawaty Djohan, Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi.
Tampak pula Pakar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB Basuki Sumawinata, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi, Kasubbid Perencanaan Darurat BNPB Eko Budiman, Direktur PT Sinar Mas Agus Purnomo, Pakar Gambut dari UGM Azwar Maas dan Manajer Kampanye Eknas WALHI Kurniawan Sabar.
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasir Fuad mengatakan, penanganan kebakaran lahan gambut tak boleh parsial. Penataan lahan gambut juga harus berdampak pada peningkatakan kesejahteraan masyarakat sekitar. Sehingga menumbuhkan kesadaran pada masyarakat tentang pentingnya menyelamatkan lahan gambut.
"Tujuan kami adalah merestorasi dan tingkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar gambut. Ada aspek sosial, restorasi, dan ekonomi. Gambut sulit dipadamkan kalau kebakarannya didiamkan, ada yang bilang susah kalau sudah sampai 2 Ha," ujar dia.
Ia menambahkan, "Pembakaran lahan gambut karena pengeringan melalui kanal. Intervensi pertama adalah mengehentikan pengeringan dengan mengelola tata air dari kanal-kanal itu."
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi mengakui, permasalahan paling berat dalam kebakaran lahan gambut adalah permasalahan sosial.
"Karena itu, kami berharap peresoalan sosial yang kita tahu memberikan kontribusi yang besar terhadap kebakaran ini. Sekaligus konflik di area HTI (Hutan Tanaman Industri). Perlu ada rekayasa sosial, termasuk di dalamnya harus ada upaya terkait pembangunan," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)