medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyebut aparat keamanan kecolongan atas serangan teroris di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Beruntung, kecolongan itu dibayar dengan kesigapan.
"Kesigapan, kecepatan mengatasi pascaledakan menyatakan mereka punya kesiagaan, tapi (aksi terorisme) terjadi di waktu yang mereka tak antisipasi," kata Mahfudz di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (16/1/2016).
Mahfudz berpendapat, aparat kecolongan karena seharusnya intelijen sudah melakukan upaya cegah tangkal. Itu sudah menjadi tupoksi mereka. "Setidaknya melakukan penangkapan yang diduga terlibat terorisme dan akan melakukan aksi harusnya mereka bisa mengkalkulasi," jelasnya.
Mahfudz menjelaskan, aparat keamanan selama dua tahun terakhir sudah melakukan penangkapan terduga terorisme dan juga menyebarkan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian pergerakan terduga teroris semestinya sudah dapat diprediksi.
"Kalau sejak dua tahun lalu sudah di-publish peta kelompok radikal, kalau peta itu sudah ada kemudian kenapa masih tersesat," tandasnya.
Padahal, lanjut Mahfudz, pola pergerakan teroris cukup mudah ditebak. Mereka masih menggunakan pola balas dendam.
"Mereka melakukan aksi pembalasan karena yang diserang pos polisi. Ada penangkapan sejumlah aktivis pasti akan melakukan pembalasan, ini pola ulangan. Tidak salah juga ada pandangan kecolongan," tandasnya.
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, menyebut aparat keamanan kecolongan atas serangan teroris di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. Beruntung, kecolongan itu dibayar dengan kesigapan.
"Kesigapan, kecepatan mengatasi pascaledakan menyatakan mereka punya kesiagaan, tapi (aksi terorisme) terjadi di waktu yang mereka tak antisipasi," kata Mahfudz di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (16/1/2016).
Mahfudz berpendapat, aparat kecolongan karena seharusnya intelijen sudah melakukan upaya cegah tangkal. Itu sudah menjadi tupoksi mereka. "Setidaknya melakukan penangkapan yang diduga terlibat terorisme dan akan melakukan aksi harusnya mereka bisa mengkalkulasi," jelasnya.
Mahfudz menjelaskan, aparat keamanan selama dua tahun terakhir sudah melakukan penangkapan terduga terorisme dan juga menyebarkan informasi kepada masyarakat. Dengan demikian pergerakan terduga teroris semestinya sudah dapat diprediksi.
"Kalau sejak dua tahun lalu sudah di-publish peta kelompok radikal, kalau peta itu sudah ada kemudian kenapa masih tersesat," tandasnya.
Padahal, lanjut Mahfudz, pola pergerakan teroris cukup mudah ditebak. Mereka masih menggunakan pola balas dendam.
"Mereka melakukan aksi pembalasan karena yang diserang pos polisi. Ada penangkapan sejumlah aktivis pasti akan melakukan pembalasan, ini pola ulangan. Tidak salah juga ada pandangan kecolongan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)