Penghayat kepercayaan Marapu dari Sumba Timur, Kalendi Nggalu Amah, bersaksi pada sidang lanjutan uji UU di MK, Jakarta, Senin (23/1/2017). Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Penghayat kepercayaan Marapu dari Sumba Timur, Kalendi Nggalu Amah, bersaksi pada sidang lanjutan uji UU di MK, Jakarta, Senin (23/1/2017). Foto: Antara/Widodo S. Jusuf

Penghayat Kepercayaan Lepas dari Kemenag Sejak Orde Baru

M Sholahadhin Azhar • 10 November 2017 01:44
Jakarta: Penghayat kepercayaan sudah tidak lagi berada di bawah naungan Kementerian Agama. Sejak rezim orde baru, urusan penghayat kepercayaan menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
 
"Dulu pada orde lama ada direktorat khusus soal kepercayaan di Kemenag. Tapi ketika beralih ke orde baru, pindah ke Kemendikbud," kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, saat dihubungi, Kamis 9 November 2017.
 
Pemindahan ini, kata Bonar, dikarenakan anggapan saat orde baru bahwa kepercayaan adalah kebudayaan, bukan bentuk Agama. Maka sejak itu pemahaman soal agama terbatas pada lima agama saja, bertambah satu saat era Presiden Abdurrahman Wahid. Perwakilan agama di Kementerian agama praktis juga hanya enam, hingga saat ini.

Mengenai potensi bertambahnya jumlah perwakilan seiring kepercayaan yang diakomodir dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Bonar mengaku tak berpikir sejauh itu. Meski kemungkinan bertambahnya perwakilan di pemerintah tetap terbuka.
 
Namun yang jelas poin yang harus ditegaskan adalah pengikisan diskriminasi atas pencantuman penghayat kepercayaan. "Saya tidak berpikir sejauh itu (penambahan perwakilan). Tapi prinsipnya diskriminasi yang selama ini menimpa teman-teman penghayat bisa dihilangkan dan dikikis," kata Bonar.
 
MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU Adminduk. Dalam amar putusannya, majelis hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. 
 
Kata itu juga disebut tak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan. "Majelis hakim mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 7 November 2017.
 
Permohonan uji materi dengan perkara 97/PUU-XIV/2016 itu diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim. Para pemohon merupakan penghayat kepercayaan dari berbagai komunitas kepercayaan di Indonesia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan