medcom.id, Jakarta: Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 meminta pemerintah untuk duduk bersama dalam menentukan kebijakan bagi buruh. SBSI menilai selama ini buruh hanya dijadikan alat dalam percaturan politik apalagi menjelang musim pemilu pilkada, atau pemilihan presiden.
Ketua umum SBSI 1992 Sunarti mengatakan, pihaknya tidak melarang buruh untuk ikut berpolitik di Indonesia. Bahkan serikat buruh memperbolehkan beberapa anggotanya untuk ikut atau menjadi salah satu anggota partai politik.
"Akan tetapi ada beberapa hal yang harus dipahami, antara kebijakan buruh dan partai politik buruh harus punya posisi tawar dalam mengambil kebijakan dan kesejahteraan buruh," kata Sunarti di Gedung Juang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Minggu 30 April 2017.
Sunarti menambahkan, buruh bukan sebagai alat corong partai politik yang mendeklarasikan organisasinya sebagai pendukung dari satu calon partai politik. Sebab selama ini kelompok buruh selalu dimanfaatkan untuk memperoleh suara pemilu namun pada kenyataannya berbeda.
"Bilamana calon yang diusung oleh buruh melalui partai politik berhasil menjadi salah satu kepala daerah. Maka calon tersebut akan lebih tunduk kepada partai politik yang mendukungnya dari pada mengutamakan kebijakan dan kesejahteraan buruh," jelas Sunarti.
Lebih lanjut, Sunarti menyebut jika adanya organisasi buruh adalah untuk memperjuangkan nasib buruh supaya bisa lebih baik dan buruh bisa sejahtera. Untuk itu jangan sampai adanya organisasi justru dimanfaatkan oleh partai politik untuk meraih suara.
"Namun sampai hari ini masih ada persoalan buruh baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang belum bisa terakomodir dengan baik oleh pemerintah. Bahkan suara buruh menjadi rebutan partai politik di luar negeri terutama TKW dan TKI yang bekerja di salah satu negara tersebut," pungkas Sunarti.
medcom.id, Jakarta: Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 meminta pemerintah untuk duduk bersama dalam menentukan kebijakan bagi buruh. SBSI menilai selama ini buruh hanya dijadikan alat dalam percaturan politik apalagi menjelang musim pemilu pilkada, atau pemilihan presiden.
Ketua umum SBSI 1992 Sunarti mengatakan, pihaknya tidak melarang buruh untuk ikut berpolitik di Indonesia. Bahkan serikat buruh memperbolehkan beberapa anggotanya untuk ikut atau menjadi salah satu anggota partai politik.
"Akan tetapi ada beberapa hal yang harus dipahami, antara kebijakan buruh dan partai politik buruh harus punya posisi tawar dalam mengambil kebijakan dan kesejahteraan buruh," kata Sunarti di Gedung Juang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Minggu 30 April 2017.
Sunarti menambahkan, buruh bukan sebagai alat corong partai politik yang mendeklarasikan organisasinya sebagai pendukung dari satu calon partai politik. Sebab selama ini kelompok buruh selalu dimanfaatkan untuk memperoleh suara pemilu namun pada kenyataannya berbeda.
"Bilamana calon yang diusung oleh buruh melalui partai politik berhasil menjadi salah satu kepala daerah. Maka calon tersebut akan lebih tunduk kepada partai politik yang mendukungnya dari pada mengutamakan kebijakan dan kesejahteraan buruh," jelas Sunarti.
Lebih lanjut, Sunarti menyebut jika adanya organisasi buruh adalah untuk memperjuangkan nasib buruh supaya bisa lebih baik dan buruh bisa sejahtera. Untuk itu jangan sampai adanya organisasi justru dimanfaatkan oleh partai politik untuk meraih suara.
"Namun sampai hari ini masih ada persoalan buruh baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang belum bisa terakomodir dengan baik oleh pemerintah. Bahkan suara buruh menjadi rebutan partai politik di luar negeri terutama TKW dan TKI yang bekerja di salah satu negara tersebut," pungkas Sunarti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)