medcom.id, Jakarta: Terkait tragedi kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya, di Myanmar, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengadakan rapat kerja dengan Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Maneger Nasution dan Asisten Bidang Perlindungan UNHCR Nurul Rochayati, Senin, 11 September 2017.
Rapat digelar untuk memperoleh informasi tentang fakta, latar belakang, dan tinjauan kemungkinan di masa depan, disertai kemungkinan pengaruhnya terhadap Indonesia pada umumnya, dan khususnya terhadap daerah atau provinsi yang paling dekat dengan daerah bergolak.
Turut hadir dalam rapat tersebut Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Darmayanti Lubis, serta Ketua Komite III Fahira Idris, Ketua BK DPD RI MS Komber, Senator asal Kepri M. Nabil, dan beberapa anggota lainnya.
Senator asal Jawa Tengah, GKR Ayu Koes Indriyah, mempertanyakan status kewarganegaraan etnis Rohingya. Menurutnya, masyarakat dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), harus memberikan sanksi kepada Myanmar yang telah menghapus kewarganegaraan rakyatnya.
"Bagaimana dengan posisi etnis Rohingya? Mereka dulu diakui sebagai warga negara, lalu dihapus karena junta militer. Siapa yang harus bertanggung jawab akan kewarganegaraan mereka? Jadi, sanksi apa yang bisa dilakukan PBB dan masyarakat dunia kepada Myanmar yang telah menghapus kewarganegaraannya?" ujar GKR Ayu.
Senator asal Sumsel, Siska Marleni, menilai bahwa saat ini langkah diplomatik yang dilakukan Indonesia sudah cukup baik. Namun ia juga meminta masyarakat dunia turut serta melakukan hal yang sama dalam menghadapi Pemerintah Myanmar.
Sementara itu, Ketua Komite III Fahira Idris menyatakan bahwa Indonesia perlu pendekatan konstruktif untuk menyelesaikan masalah ini. "Pemerintah melalui DPD RI akan himpun tokoh-tokoh muda yang akan kita jadikan corong. Perlu juga dorongan artis internasional (contoh: lagu Imagine, John Lennon). BKSAP DPD RI juga akan mengundang seluruh duta besar di Indonesia untuk membicarakan masalah ini. Dan saya juga setuju pencabutan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Karena tindakannya, ia bisa diseret ke Mahkamah Internasional asat kejahatan genosida," kata Fahira.
Menurut Ketua BK DPD RI MS Komber, Indonesia harus mengajak serta The Organisation of Islamic Cooperation (OKI), untuk menangani masalah yang dihadapi Myanmar. "Dunia internasional harus diajak untuk menekan si Aung San Suu Kyi. Kenapa dia diam saat kejahatan HAM terjadi di negaranya," ujar Komber.
Terdapat pula Senator asal Jatim, Abdul Qadir, yang menyampaikan bahwa Indonesia, sebagai negara yang menjunjung Ukhuwah islamiah, insaniyah dan wataniyah, harus memberikan contoh ke dunia, khususnya ke Myanmar. "Kalau Myanmar masih bermasalah, kita ajak masyarakat dunia untuk justice colaboration di mahkamah international. Karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa," ujar dia.
medcom.id, Jakarta: Terkait tragedi kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya, di Myanmar, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mengadakan rapat kerja dengan Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Maneger Nasution dan Asisten Bidang Perlindungan UNHCR Nurul Rochayati, Senin, 11 September 2017.
Rapat digelar untuk memperoleh informasi tentang fakta, latar belakang, dan tinjauan kemungkinan di masa depan, disertai kemungkinan pengaruhnya terhadap Indonesia pada umumnya, dan khususnya terhadap daerah atau provinsi yang paling dekat dengan daerah bergolak.
Turut hadir dalam rapat tersebut Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Darmayanti Lubis, serta Ketua Komite III Fahira Idris, Ketua BK DPD RI MS Komber, Senator asal Kepri M. Nabil, dan beberapa anggota lainnya.
Senator asal Jawa Tengah, GKR Ayu Koes Indriyah, mempertanyakan status kewarganegaraan etnis Rohingya. Menurutnya, masyarakat dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), harus memberikan sanksi kepada Myanmar yang telah menghapus kewarganegaraan rakyatnya.
"Bagaimana dengan posisi etnis Rohingya? Mereka dulu diakui sebagai warga negara, lalu dihapus karena junta militer. Siapa yang harus bertanggung jawab akan kewarganegaraan mereka? Jadi, sanksi apa yang bisa dilakukan PBB dan masyarakat dunia kepada Myanmar yang telah menghapus kewarganegaraannya?" ujar GKR Ayu.
Senator asal Sumsel, Siska Marleni, menilai bahwa saat ini langkah diplomatik yang dilakukan Indonesia sudah cukup baik. Namun ia juga meminta masyarakat dunia turut serta melakukan hal yang sama dalam menghadapi Pemerintah Myanmar.
Sementara itu, Ketua Komite III Fahira Idris menyatakan bahwa Indonesia perlu pendekatan konstruktif untuk menyelesaikan masalah ini. "Pemerintah melalui DPD RI akan himpun tokoh-tokoh muda yang akan kita jadikan corong. Perlu juga dorongan artis internasional (contoh: lagu Imagine, John Lennon). BKSAP DPD RI juga akan mengundang seluruh duta besar di Indonesia untuk membicarakan masalah ini. Dan saya juga setuju pencabutan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Karena tindakannya, ia bisa diseret ke Mahkamah Internasional asat kejahatan genosida," kata Fahira.
Menurut Ketua BK DPD RI MS Komber, Indonesia harus mengajak serta The Organisation of Islamic Cooperation (OKI), untuk menangani masalah yang dihadapi Myanmar. "Dunia internasional harus diajak untuk menekan si Aung San Suu Kyi. Kenapa dia diam saat kejahatan HAM terjadi di negaranya," ujar Komber.
Terdapat pula Senator asal Jatim, Abdul Qadir, yang menyampaikan bahwa Indonesia, sebagai negara yang menjunjung Ukhuwah islamiah, insaniyah dan wataniyah, harus memberikan contoh ke dunia, khususnya ke Myanmar. "Kalau Myanmar masih bermasalah, kita ajak masyarakat dunia untuk
justice colaboration di mahkamah international. Karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)