medcom.id, Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia tak percaya hanya motif ekonomi di balik beredarnya obat Paracetamol Caffeine Carisoprodol (PCC). Pasalnya, barang bukti yang didapat polisi cuma sejumlah Rp700 ribu.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti khawatir ada motif yang lebih besar. "Ada upaya menghancurkan generasi muda kita," kata Retno di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 16 September 2017.
Motif ini, kata dia, dampaknya amat besar karena generasi muda adalah sosok yang kelak memimpin bangsa. Penyalahgunaan obat juga berdampak pada membengkaknya biaya kesehatan yang harus ditanggung pemerintah.
"Karena semua kan sudah menggunakan BPJS," ucapnya.
Pemerintah diminta lebih awas terhadap bahaya penyalahgunaan obat. Menurutnya, harus ada upaya dalam meningkatkan pengawasan dan sinergi.
"Seolah-olah kalau sudah urusan obat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan. Persoalan ini harus dibahas lintas kementerian dan harus menjadi gerakan bersama," katanya.
Puluhan anak berusia 15-22 tahun dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, karena mengalami gejala gangguan mental usai mengonsumsi obat-obatan, seperti somadril, tramadol, dan PCC.
Ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan minuman keras oplosan. Akibatnya, seorang siswa kelas 6 sekolah dasar meninggal. Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.
Hingga 14 September pukul 14.00 WIB, Kementerian Kesehatan mencatat ada 60 korban penyalahgunaan obat-obatan yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang). Sebanyak 32 korban dirawat jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa Kendari.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/xkEr5Y7K" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia tak percaya hanya motif ekonomi di balik beredarnya obat Paracetamol Caffeine Carisoprodol (PCC). Pasalnya, barang bukti yang didapat polisi cuma sejumlah Rp700 ribu.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti khawatir ada motif yang lebih besar. "Ada upaya menghancurkan generasi muda kita," kata Retno di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 16 September 2017.
Motif ini, kata dia, dampaknya amat besar karena generasi muda adalah sosok yang kelak memimpin bangsa. Penyalahgunaan obat juga berdampak pada membengkaknya biaya kesehatan yang harus ditanggung pemerintah.
"Karena semua kan sudah menggunakan BPJS," ucapnya.
Pemerintah diminta lebih awas terhadap bahaya penyalahgunaan obat. Menurutnya, harus ada upaya dalam meningkatkan pengawasan dan sinergi.
"Seolah-olah kalau sudah urusan obat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan. Persoalan ini harus dibahas lintas kementerian dan harus menjadi gerakan bersama," katanya.
Puluhan anak berusia 15-22 tahun dilarikan ke sejumlah rumah sakit di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, karena mengalami gejala gangguan mental usai mengonsumsi obat-obatan, seperti somadril, tramadol, dan PCC.
Ketiga jenis obat itu dicampur dan diminum secara bersamaan dengan menggunakan minuman keras oplosan. Akibatnya, seorang siswa kelas 6 sekolah dasar meninggal. Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kendari paling banyak menangani korban.
Hingga 14 September pukul 14.00 WIB, Kementerian Kesehatan mencatat ada 60 korban penyalahgunaan obat-obatan yang dirawat di tiga RS, yakni RS Jiwa Kendari (46 orang), RS Kota Kendari (9 orang), dan RS Provinsi Bahteramas (5 orang). Sebanyak 32 korban dirawat jalan, 25 korban rawat inap, dan 3 orang lainnya dirujuk ke RS Jiwa Kendari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)