Jakarta: Pernyataan Menteri/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Abdul Kadir Karding terkait arahan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan devisa negara melalui Pekerja Migran Indonesia (PMI) menuai kritik dari Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan. Aznil mengecam keras pandangan ini, yang dinilainya menjadikan pekerja migran hanya sebagai sumber devisa tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan dan martabat mereka.
“Beginilah jadinya jika pilar negara dipegang oleh orang yang tidak memahami esensi dan martabat pekerja migran. Mereka memandang pekerja migran sebagai komoditas yang bekerja demi keuntungan negara. Negara tidak boleh memobilisasi warganya untuk bekerja di luar negeri demi meningkatkan devisa,” tegas Aznil Tan dalam pernyataannya, Sabtu 2 November 2024.
Baca juga: Pekerja Migran RI Perlu Dilindungi dari Kejahatan Melalui Pelatihan Khusus
Sebagai aktivis yang selama ini memperjuangkan hak-hak PMI, Aznil mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi dan memastikan bahwa warga negara bekerja di luar negeri dengan pilihan yang bebas dan bermartabat, bukan sebagai alat untuk kepentingan ekonomi semata.
“Esensi dari pekerjaan migran adalah pilihan pribadi yang bebas dan bermartabat. Negara hadir sebagai fasilitator yang membuka akses pasar kerja global dan menjamin pelindungannya, bukan menjadikan mereka sebagai komoditas devisa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aznil menganggap bahwa pernyataan Menteri Karding soal "meningkatkan devisa negara dari PMI" dapat dinilai bermasalah dari segi hukum dan etika. Menurutnya, hal ini berpotensi melanggar konstitusi serta bertentangan dengan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan prinsip Hak Asasi Manusia.
“Pernyataan tersebut dapat digugat secara hukum karena melanggar norma hukum dan etika, terutama aspek konstitusional, UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta melanggar prinsip Hak Asasi Manusia,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Abdul Kadir Karding mengadakan pertemuan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) pada Jumat 1 November 2024, di mana ia menyampaikan masih banyak tantangan dalam penataan PMI. Karding menyebutkan bahwa ia berkomitmen membenahi proses rekrutmen, lembaga pelatihan kerja (LPK), dan meningkatkan keterampilan pekerja migran Indonesia.
“Pesan Presiden Prabowo terkait PMI ada dua, yakni jangan ada eksploitasi terhadap PMI dan tingkatkan devisa negara. Kami menerjemahkan arahan tersebut dengan mengupayakan perbaikan tata kelola perlindungan pekerja migran dari hulu ke hilir secara end-to-end,” ujar Karding.
Polemik ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan tentang bagaimana negara seharusnya memperlakukan pekerja migran. Aznil Tan berharap agar pemerintah lebih berfokus pada pelindungan hak dan kesejahteraan PMI ketimbang melihatnya sebagai instrumen ekonomi negara.
Jakarta: Pernyataan Menteri/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Abdul Kadir Karding terkait arahan Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan devisa negara melalui
Pekerja Migran Indonesia (PMI) menuai kritik dari Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan. Aznil mengecam keras pandangan ini, yang dinilainya menjadikan pekerja migran hanya sebagai sumber devisa tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan dan martabat mereka.
“Beginilah jadinya jika pilar negara dipegang oleh orang yang tidak memahami esensi dan martabat pekerja migran. Mereka memandang pekerja migran sebagai komoditas yang bekerja demi keuntungan negara. Negara tidak boleh memobilisasi warganya untuk bekerja di luar negeri demi meningkatkan devisa,” tegas Aznil Tan dalam pernyataannya, Sabtu 2 November 2024.
Baca juga:
Pekerja Migran RI Perlu Dilindungi dari Kejahatan Melalui Pelatihan Khusus
Sebagai aktivis yang selama ini memperjuangkan hak-hak PMI, Aznil mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi dan memastikan bahwa warga negara bekerja di luar negeri dengan pilihan yang bebas dan bermartabat, bukan sebagai alat untuk kepentingan ekonomi semata.
“Esensi dari pekerjaan migran adalah pilihan pribadi yang bebas dan bermartabat. Negara hadir sebagai fasilitator yang membuka akses pasar kerja global dan menjamin pelindungannya, bukan menjadikan mereka sebagai komoditas devisa,” jelasnya.
Lebih lanjut, Aznil menganggap bahwa pernyataan Menteri Karding soal "meningkatkan devisa negara dari PMI" dapat dinilai bermasalah dari segi hukum dan etika. Menurutnya, hal ini berpotensi melanggar konstitusi serta bertentangan dengan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan prinsip Hak Asasi Manusia.
“Pernyataan tersebut dapat digugat secara hukum karena melanggar norma hukum dan etika, terutama aspek konstitusional, UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta melanggar prinsip Hak Asasi Manusia,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Abdul Kadir Karding mengadakan pertemuan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) pada Jumat 1 November 2024, di mana ia menyampaikan masih banyak tantangan dalam penataan PMI. Karding menyebutkan bahwa ia berkomitmen membenahi proses rekrutmen, lembaga pelatihan kerja (LPK), dan meningkatkan keterampilan pekerja migran Indonesia.
“Pesan Presiden Prabowo terkait PMI ada dua, yakni jangan ada eksploitasi terhadap PMI dan tingkatkan devisa negara. Kami menerjemahkan arahan tersebut dengan mengupayakan perbaikan tata kelola perlindungan pekerja migran dari hulu ke hilir secara end-to-end,” ujar Karding.
Polemik ini memperlihatkan adanya perbedaan pandangan tentang bagaimana negara seharusnya memperlakukan pekerja migran. Aznil Tan berharap agar pemerintah lebih berfokus pada pelindungan hak dan kesejahteraan PMI ketimbang melihatnya sebagai instrumen ekonomi negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)