DARI balik pintu kamar belakang, rumah type 36/70, terdengar suara seorang wanita. Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 11.40 WIB. Wanita itu bermaksud minta tolong.
"Bang, beliin nasi Padang ya," ujar Ani, 30 tahun, Sabtu kedua di Desember 2020.
Wanita yang sedang melipat pakaian itu meminta tolong kepada pria yang sedang asyik di depan TV. Maklum sejak pagi, Ani belum sarapan dan ingin sekali balas dendam dengan menyantap nasi Padang.
"Minta banyakin kuah dan sambalnya ya," kata Ani.
Seorang pria itu semula tidak menghiraukan. Karena sedang larut dalam drama Korea yang ia tonton secara maraton.
Maklum sejak masa pandemi, ia mulai keranjingan drama Korea. Sebelumnya ia hanya melihat sebelah mata. Kini ia mulai jadi pengagum.
Tapi keasyikan di depan layar harus berhenti karena permintaan Ani. Pria itu kemudian bergegas. Ia kemudian mencari kunci sepeda motor dan langsung mengegasnya.
Sekitar 100 meter dari rumah, tiba-tiba ia sadar tidak menggunakan masker. Seketika itu ia memutar arah ke rumahnya di sekitar Bogor, Jawa Barat.
Ia masuk ke dalam rumah dan mengambil masker yang biasa ia taruh di meja televisi. Ia kemudian mengenakan masker tersebut dan kembali membeli pesanan sang istri.
"Rasanya telanjang, kalau enggak pakai masker. Kayak enggak pakai baju. Terus dilihatin orang. Rasanya seperti itu," kisah pria itu kepada kami beberapa waktu lalu.
Pria itu bernama Ahmad, 33 tahun. Pegawai swasta itu mengalami banyak perubahan gaya hidup dalam delapan bulan terakhir.
Meski lebih banyak bekerja dari rumah atau WFH, pria ini tetap harus keluar dari rumah. Dari sekadar membeli persediaan makanan, mengantar-jemput anak ke daycare dan hal penting lainnya.
Sebelum pandemi covid-19, hampir tidak pernah menggunakan masker. Meski sehari-hari banyak bepergian dengan sepeda motor dengan helm tanpa kaca.
Konsekuensinya, Ahmad tidak boleh marah jika wajahnya seperti ketabok asap knalpot sepeda motor yang ada di depannya. Juga tidak boleh marah jika kena semprot debu jalanan.
"Dulu kalau pakai masker, rasanya susah bernapas. Sekarang sudah biasa dan sudah menjadi kebutuhan sangat dasar, jika keluar rumah," ujar Ahmad.
Ahmad juga menceritakan seorang anak balitanya. Katanya, di awal masa pandemi, butuh usaha ekstra agar anaknya mau menggunakan masker.
Jika tidak, akan kena tegur petugas keamanan perumahan. Ahmad pernah kena tegur petugas tersebut.
"Pak, anaknya tolong juga dipakaikan masker," ujar petugas tersebut seperti dikisahkan Ahmad.
Pada saat pandemi mulai masuk, hampir setiap hari petugas keamanan mengontrol setiap orang yang keluar-masuk perumahan. Petugas itu memeriksa suhu tubuh setiap orang dengan thermo gun.
Juga memelototi siapapun yang tidak menggunakan masker. Tak jarang petugas itu bernada tinggi, jika ada warga atau pihak lain yang keluar-masuk perumahan tidak menggunakan masker.
Semakin ke sini, sang anak otomatis sadar mencari masker setiap keluar rumah. Ia juga memiliki hobi baru dibelikan masker dengan gambar tokoh fiksi yang ia kenal dari Youtube.
"Pa, mana masker Ami yang gambar Iron Man," kata Ahmad menirukan permintaan anaknya saban keluar rumah.
Pula dari percakapan sejumlah ibu paruh baya di angkutan kota di kawasan Jakarta Barat. Sebanyak tiga ibu itu menyetop angkutan kota (angkot).
Belum duduk dengan tenang, salah satu ibu itu tiba-tiba sadar tidak menggunakan masker. Ia kemudian merogoh saku pakaian.
"Saya sering diingatin anak saya. Kalau ke mana-mana bawa masker. Biar tidak lupa selalu simpan di dalam saku baju atau celana," kata ibu tersebut.
Ibu lainnya ikut menimpali. Ia menceritakan kisah yang sama. Bahwa masker memang seseuatu yang wajib dipakai setiap keluar dari rumah.
Tantangan
Secara umum tingkat kepatuhan menggunakan masker cenderung menurun. Hal itu disampaikan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo.
Ia mengatakan kasus aktif mengalami kenaikan sejak libur panjang beberapa waktu dengan catatan lebih dari 100 ribu kasus aktif. Padahal di awal November lalu, kasus aktif hanya sekitar 54 ribu orang.
Doni berharap masyarakat semua lebih disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Pasalnya kedisiplinan itu sangat berpengaruh terhadap jumlah kasus aktif.
"Tingkat kedisiplinan di seluruh daerah mengalami penurunan. Pada awal November, tingkat kepatuhan akumulasi per minggu berada pada kisaran 86,17 persen. Kemudian per minggu mengalami penurunan. Menjadi 84,93 persen, 84,26 persen, 81,24 persen, 81,06 persen. Sempat meningkat 6 Desember 81,65 persen dan turun lagi 24 Desember menjadi 80,34 persen. Itu tingkat kepatuhan menggunakan masker," kata Doni dalam diskusi yang disiarkan kanal Youtube BNPB Indonesia, Kamis 24 Desember 2020.
Sementara tingkat kepatuhan jaga jarak dan menghindari kerumunan sejak awal November berturut-turut per minggu, 81,87 persen, 8 November 80,62 persen dan 15 November 80,15 persen. Puncak penurunan pada 22 November 53,57 persen dan naik kembali pada 29 November 76,99 persen. Kemudian 6 Desember, 77,61 persen dan pada 24 Desember turun menjadi 76,87 persen.
"Ini yang harus kita sadari bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu ada kolaborasi dan gerakan yang masif di seluruh daerah melibatkan semua komponen. Terutama tokoh nonformal yang bisa memberikan pengaruh langsung kepada masyarakat," ujar Doni.
DARI balik pintu kamar belakang, rumah type 36/70, terdengar suara seorang wanita. Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 11.40 WIB. Wanita itu bermaksud minta tolong.
"Bang,
beliin nasi Padang ya," ujar Ani, 30 tahun, Sabtu kedua di Desember 2020.
Wanita yang sedang melipat pakaian itu meminta tolong kepada pria yang sedang asyik di depan TV. Maklum sejak pagi, Ani belum sarapan dan ingin sekali balas dendam dengan menyantap nasi Padang.
"Minta
banyakin kuah dan sambalnya ya," kata Ani.
Seorang pria itu semula tidak menghiraukan. Karena sedang larut dalam drama Korea yang ia tonton secara maraton.
Maklum sejak masa pandemi, ia mulai keranjingan drama Korea. Sebelumnya ia hanya melihat sebelah mata. Kini ia mulai jadi pengagum.
Tapi keasyikan di depan layar harus berhenti karena permintaan Ani. Pria itu kemudian bergegas. Ia kemudian mencari kunci sepeda motor dan langsung
mengegasnya.
Sekitar 100 meter dari rumah, tiba-tiba ia sadar tidak menggunakan masker. Seketika itu ia memutar arah ke rumahnya di sekitar Bogor, Jawa Barat.
Ia masuk ke dalam rumah dan mengambil masker yang biasa ia taruh di meja televisi. Ia kemudian mengenakan masker tersebut dan kembali membeli pesanan sang istri.
"Rasanya telanjang, kalau enggak pakai masker. Kayak enggak pakai baju. Terus
dilihatin orang. Rasanya seperti itu," kisah pria itu kepada kami beberapa waktu lalu.
Pria itu bernama Ahmad, 33 tahun. Pegawai swasta itu mengalami banyak perubahan gaya hidup dalam delapan bulan terakhir.
Meski lebih banyak bekerja dari rumah atau WFH, pria ini tetap harus keluar dari rumah. Dari sekadar membeli persediaan makanan, mengantar-jemput anak ke
daycare dan hal penting lainnya.
Sebelum pandemi covid-19, hampir tidak pernah menggunakan masker. Meski sehari-hari banyak bepergian dengan sepeda motor dengan helm tanpa kaca.
Konsekuensinya, Ahmad tidak boleh marah jika wajahnya seperti
ketabok asap knalpot sepeda motor yang ada di depannya. Juga tidak boleh marah jika kena
semprot debu jalanan.
"Dulu kalau pakai masker, rasanya susah bernapas. Sekarang sudah biasa dan sudah menjadi kebutuhan sangat dasar, jika keluar rumah," ujar Ahmad.
Ahmad juga menceritakan seorang anak balitanya. Katanya, di awal masa pandemi, butuh usaha ekstra agar anaknya mau menggunakan masker.
Jika tidak, akan kena tegur petugas keamanan perumahan. Ahmad pernah kena tegur petugas tersebut.
"Pak, anaknya tolong juga dipakaikan masker," ujar petugas tersebut seperti dikisahkan Ahmad.
Pada saat pandemi mulai masuk, hampir setiap hari petugas keamanan mengontrol setiap orang yang keluar-masuk perumahan. Petugas itu memeriksa suhu tubuh setiap orang dengan thermo gun.
Juga memelototi siapapun yang tidak menggunakan masker. Tak jarang petugas itu bernada tinggi, jika ada warga atau pihak lain yang keluar-masuk perumahan tidak menggunakan masker.
Semakin ke sini, sang anak otomatis sadar mencari masker setiap keluar rumah. Ia juga memiliki hobi baru dibelikan masker dengan gambar tokoh fiksi yang ia kenal dari
Youtube.
"Pa, mana masker Ami yang gambar
Iron Man," kata Ahmad menirukan permintaan anaknya saban keluar rumah.
Pula dari percakapan sejumlah ibu paruh baya di angkutan kota di kawasan Jakarta Barat. Sebanyak tiga ibu itu menyetop angkutan kota (angkot).
Belum duduk dengan tenang, salah satu ibu itu tiba-tiba sadar tidak menggunakan masker. Ia kemudian merogoh saku pakaian.
"Saya sering
diingatin anak saya. Kalau ke mana-mana bawa masker. Biar tidak lupa selalu simpan di dalam saku baju atau celana," kata ibu tersebut.
Ibu lainnya ikut menimpali. Ia menceritakan kisah yang sama. Bahwa masker memang seseuatu yang wajib dipakai setiap keluar dari rumah.
Tantangan
Secara umum tingkat kepatuhan menggunakan masker cenderung menurun. Hal itu disampaikan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Doni Monardo.
Ia mengatakan kasus aktif mengalami kenaikan sejak libur panjang beberapa waktu dengan catatan lebih dari 100 ribu kasus aktif. Padahal di awal November lalu, kasus aktif hanya sekitar 54 ribu orang.
Doni berharap masyarakat semua lebih disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Pasalnya kedisiplinan itu sangat berpengaruh terhadap jumlah kasus aktif.
"Tingkat kedisiplinan di seluruh daerah mengalami penurunan. Pada awal November, tingkat kepatuhan akumulasi per minggu berada pada kisaran 86,17 persen. Kemudian per minggu mengalami penurunan. Menjadi 84,93 persen, 84,26 persen, 81,24 persen, 81,06 persen. Sempat meningkat 6 Desember 81,65 persen dan turun lagi 24 Desember menjadi 80,34 persen. Itu tingkat kepatuhan menggunakan masker," kata Doni dalam diskusi yang disiarkan kanal Youtube BNPB Indonesia, Kamis 24 Desember 2020.
Sementara tingkat kepatuhan jaga jarak dan menghindari kerumunan sejak awal November berturut-turut per minggu, 81,87 persen, 8 November 80,62 persen dan 15 November 80,15 persen. Puncak penurunan pada 22 November 53,57 persen dan naik kembali pada 29 November 76,99 persen. Kemudian 6 Desember, 77,61 persen dan pada 24 Desember turun menjadi 76,87 persen.
"Ini yang harus kita sadari bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Perlu ada kolaborasi dan gerakan yang masif di seluruh daerah melibatkan semua komponen. Terutama tokoh nonformal yang bisa memberikan pengaruh langsung kepada masyarakat," ujar Doni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)