Jakarta: Nama hacker Bjorka sedang ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya Twitter. Hacker tersebut membuat heboh netizen Tanah Air lantaran telah membocorkan data-data negara.
Dokumen dan surat rahasia Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi salah satunya. Menurut unggahan akun Twiter bernama @darktracer_int. pada Jumat, 9 September, Bjorka mengeklaim membocorkan transaksi 679 ribu surat dan dokumen yang ditujukan kepada Jokowi.
"Peringatan. Transaksi 679 ribu surat dan dokumen yang ditujukan kepada Presiden Indonesia dibocorkan ke deep web oleh aktor jahat Bjorka," tulis akun tersebut.
Masih dalam kategori rendah
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian angkat bicara mengenai kejadian pencurian data yang dilakukan Bjorka itu. Ia meminta masyarakat tidak resah dengan peristiwa ini. Sebab, aksi pencurian data tersebut dinilainya masih dalam kategori serangan serangan siber rendah.
"Kalau dilihat dari kategori atau klasifikasi serangan yang bersifat pencurian data itu masih intensitas rendah sebenarnya," kata Hinsa dikutip dari Antara pada Selasa, 13 September 2022.
Hinca menjelaskan ada tiga klasifikasi terkait intensitas ancaman serangan di ruang siber, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Menurut Hinsa, aksi Bjorka masih dalam klasifikasi rendah karena tidak sampai melumpuhkan infrastruktur informasi vital.
"Jadi, infrastruktur informasi vital ini adalah sistem elektronik yang sudah digunakan di objek vital nasional kita," tambahnya.
Melihat situasi saat ini, Hinsa memastikan infrastruktur informasi vital di Indonesia masih berjalan dengan baik.
"Yang menjadi persoalan isu sekarang ini adalah masa data oleh Bjorka ini disebarkan sedemikian rupa," imbuh Hinsa.
Karena itu, BSSN telah melakukan proses validasi dan forensik digital terhadap data-data yang beredar tersebut. Sehingga, meskipun ada informasi valid dari data-data yang bocor tersebut, lanjutnya, validitas tersebut memiliki masa berlaku untuk menentukan apakah data tersebut merupakan informasi penting atau data terbaru.
"Setelah ditelisik, ini ada juga datanya berulang. Jadi, saya tidak katakan semuanya tidak valid, tapi ada juga valid, tapi juga ada masanya waktunya," jelas Hinsa.
Jakarta: Nama hacker
Bjorka sedang ramai diperbincangkan di
media sosial, khususnya
Twitter. Hacker tersebut membuat heboh netizen Tanah Air lantaran telah membocorkan data-data negara.
Dokumen dan surat rahasia Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi salah satunya. Menurut unggahan akun Twiter bernama
@darktracer_int. pada Jumat, 9 September, Bjorka mengeklaim membocorkan transaksi 679 ribu surat dan dokumen yang ditujukan kepada Jokowi.
"Peringatan. Transaksi 679 ribu surat dan dokumen yang ditujukan kepada Presiden Indonesia dibocorkan ke deep web oleh aktor jahat Bjorka," tulis akun tersebut.
Masih dalam kategori rendah
Kepala
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian angkat bicara mengenai kejadian pencurian data yang dilakukan Bjorka itu. Ia meminta masyarakat tidak resah dengan peristiwa ini. Sebab, aksi pencurian data tersebut dinilainya masih dalam kategori serangan serangan siber rendah.
"Kalau dilihat dari kategori atau klasifikasi serangan yang bersifat pencurian data itu masih intensitas rendah sebenarnya," kata Hinsa dikutip dari
Antara pada Selasa, 13 September 2022.
Hinca menjelaskan ada tiga klasifikasi terkait intensitas ancaman serangan di ruang siber, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Menurut Hinsa, aksi
Bjorka masih dalam klasifikasi rendah karena tidak sampai melumpuhkan infrastruktur informasi vital.
"Jadi, infrastruktur informasi vital ini adalah sistem elektronik yang sudah digunakan di objek vital nasional kita," tambahnya.
Melihat situasi saat ini, Hinsa memastikan infrastruktur informasi vital di Indonesia masih berjalan dengan baik.
"Yang menjadi persoalan isu sekarang ini adalah masa data oleh Bjorka ini disebarkan sedemikian rupa," imbuh Hinsa.
Karena itu, BSSN telah melakukan proses validasi dan forensik digital terhadap data-data yang beredar tersebut. Sehingga, meskipun ada informasi valid dari data-data yang bocor tersebut, lanjutnya, validitas tersebut memiliki masa berlaku untuk menentukan apakah data tersebut merupakan informasi penting atau data terbaru.
"Setelah ditelisik, ini ada juga datanya berulang. Jadi, saya tidak katakan semuanya tidak valid, tapi ada juga valid, tapi juga ada masanya waktunya," jelas Hinsa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PAT)