Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan negara-negara di dunia ancaman perubahan iklim. Utamanya terhadap kehidupan manusia dan keselamatan peradaban dunia.
Hal itu diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada acara International Workshop on Climate Variability and Climate Services yana digelar di Bali.
“Perubahan iklim mengancam seluruh negara. Tidak peduli negara maju, berkembang, dan negara kepulauan kecil, semuanya mengalami bencana hidrometeorologi bahkan multi bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 22 Oktober 2023.
Sinergitas antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan layanan iklim sangat penting. Output dari layanan ini dibutuhkan untuk disandingan dengan assessment sains yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) guna meningkatkan pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah, isu-isu iklim, dan keadilan iklim.
"Sains dan IPCC tidak dapat bekerja secara optimal tanpa dukungan dari BMKG. Alasannya karena BMKG adalah lembaga layanan iklim senantiasa melakukan pengamatan sistematis dan berkelanjutan. Setidaknya ada 193 negara di bawah naungan WMO yang bekerja pada layanan iklim seperti BMKG," ujar Dwikorita
Output dari layanan iklim seperti BMKG sangat dibutuhkan untuk melengkapi kajian yang dilakukan oleh IPCC untuk meningkatkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu iklim dan keadilan iklim. Namun perlu diingat, meskipun terdapat informasi layanan di bawah WMO dan kajian sains dari IPCC semuanya memerlukan sebuah kebijakan agar dapat dieksekusi.
“Oleh karena itu, kita memang perlu memperkuat keterkaitan antara sains, kebijakan, layanan informasi, terutama dalam memahami dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim serta dampaknya terhadap kehidupan manusia, yang juga berdampak pada keselamatan peradaban kita,” ujar Dwikorita.
BMKG telah mengambil peranan penting dalam mendorong layanan informasi iklim berdasarkan ilmu pengetahuan dan kebijakan hukum untuk mengantisipasi kondisi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
"Dampak perubahan iklim dirasakan oleh seluruh negara tanpa terkecuali. Contohnya fenomena El Nino dan La Nina yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Tidak jarang, dalam satu negara bisa mengalami bencana banjir namun disaat bersamaan juga mengalami kekeringan. Akibatnya kondisi ini membuat banyak orang menjadi hidup menderita," ungkap Dwikorita.
Dalam laporan World Meteorogical Organization (WMO), ditegaskan bahwa laju perubahan iklim di dunia menganggu seluruh sektor kehidupan utamanya adalah perekonomian sebuah negara. Negara maju misalnya bisa mengalami 60% dari jumlah kejadian bencananya terkait cuaca namun umunya hanya 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan data, bahwa di negara berkembang yang terdampak 7% dari bencana global menyebabkan kerugian 5%-30% dari PDB. Sementara negara kepulauan kecil 20% dari bencana global menyebabkan kerugian hingga 5% dari PDB dan dibeberapa kasus bisa melebihi 100%.
“Kami melihat bahwa cuaca ekstrem, iklim, dan peristiwa terkait air menyebabkan 11.778 kejadian bencana yang dilaporkan antara tahun 1970-2021. Kondisi tersebut adalah masalah yang sangat serius dan menunjukkan ketidakadilan atau tidak adanya kepasitas yang sama di antar negara. Ketidakadilan iklim dapat dilihat dari wilayah yang paling tidak berkembang akan menjadi wilayah yang paling menderita dari dampak perubahan iklim saat ini," ujar Dwikorita.
Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan negara-negara di dunia ancaman perubahan iklim. Utamanya terhadap kehidupan manusia dan keselamatan peradaban dunia.
Hal itu diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada acara International Workshop on Climate Variability and Climate Services yana digelar di Bali.
“Perubahan iklim mengancam seluruh negara. Tidak peduli negara maju, berkembang, dan negara kepulauan kecil, semuanya mengalami bencana hidrometeorologi bahkan multi bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 22 Oktober 2023.
Sinergitas antara ilmu pengetahuan, kebijakan, dan layanan iklim sangat penting. Output dari layanan ini dibutuhkan untuk disandingan dengan assessment sains yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) guna meningkatkan pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah, isu-isu iklim, dan keadilan iklim.
"Sains dan IPCC tidak dapat bekerja secara optimal tanpa dukungan dari BMKG. Alasannya karena BMKG adalah lembaga layanan iklim senantiasa melakukan pengamatan sistematis dan berkelanjutan. Setidaknya ada 193 negara di bawah naungan WMO yang bekerja pada layanan iklim seperti BMKG," ujar Dwikorita
Output dari layanan iklim seperti BMKG sangat dibutuhkan untuk melengkapi kajian yang dilakukan oleh IPCC untuk meningkatkan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, terutama untuk mengatasi masalah-masalah, isu-isu iklim dan keadilan iklim. Namun perlu diingat, meskipun terdapat informasi layanan di bawah WMO dan kajian sains dari IPCC semuanya memerlukan sebuah kebijakan agar dapat dieksekusi.
“Oleh karena itu, kita memang perlu memperkuat keterkaitan antara sains, kebijakan, layanan informasi, terutama dalam memahami dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim serta dampaknya terhadap kehidupan manusia, yang juga berdampak pada keselamatan peradaban kita,” ujar Dwikorita.
BMKG telah mengambil peranan penting dalam mendorong layanan informasi iklim berdasarkan ilmu pengetahuan dan kebijakan hukum untuk mengantisipasi kondisi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.
"Dampak perubahan iklim dirasakan oleh seluruh negara tanpa terkecuali. Contohnya fenomena El Nino dan La Nina yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Tidak jarang, dalam satu negara bisa mengalami bencana banjir namun disaat bersamaan juga mengalami kekeringan. Akibatnya kondisi ini membuat banyak orang menjadi hidup menderita," ungkap Dwikorita.
Dalam laporan World Meteorogical Organization (WMO), ditegaskan bahwa laju perubahan iklim di dunia menganggu seluruh sektor kehidupan utamanya adalah perekonomian sebuah negara. Negara maju misalnya bisa mengalami 60% dari jumlah kejadian bencananya terkait cuaca namun umunya hanya 0,1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan data, bahwa di negara berkembang yang terdampak 7% dari bencana global menyebabkan kerugian 5%-30% dari PDB. Sementara negara kepulauan kecil 20% dari bencana global menyebabkan kerugian hingga 5% dari PDB dan dibeberapa kasus bisa melebihi 100%.
“Kami melihat bahwa cuaca ekstrem, iklim, dan peristiwa terkait air menyebabkan 11.778 kejadian bencana yang dilaporkan antara tahun 1970-2021. Kondisi tersebut adalah masalah yang sangat serius dan menunjukkan ketidakadilan atau tidak adanya kepasitas yang sama di antar negara. Ketidakadilan iklim dapat dilihat dari wilayah yang paling tidak berkembang akan menjadi wilayah yang paling menderita dari dampak perubahan iklim saat ini," ujar Dwikorita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)