Krida Wibawa dari Gereja Santo Servatius Kampung Sawah, di Jati Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat -- Foto: Antara
Krida Wibawa dari Gereja Santo Servatius Kampung Sawah, di Jati Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat -- Foto: Antara

Belajar Nilai Toleransi di Kampung Sawah

Faisal Abdalla • 21 Mei 2017 08:46
medcom.id, Jakarta: Beberapa bulan terakhir publik di Tanah Air disibukkan dengan gaduh-gaduh toleransi dan kebhinekaan, imbas dari politik Ibu Kota. Namun, di Kampung Sawah yang terletak tidak jauh dari Ibu Kota, kegaduhan itu malah tidak terdengar.
 
Kampung Sawah terletak di dua Kelurahan yaitu Jati Warna dan Jati Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat. Masyarakat Kampung Sawah umumnya beretnis Betawi.
 
Namun berbeda dengan Betawi di daerah lain yang umumnya memeluk agama Islam, masyarakat Betawi di Kampung Sawah terdiri dari tiga pemeluk agama; Protestan, Katolik, dan Islam. Meski beragam, kisah kerukunan dan toleransi di kampung ini sudah melegenda sejak jaman dulu.

“Kampung sawah punya tradisi hidup berdampingan, istilahnya guyub. Guyub itu keseharian kami, sudah ada sebelum republik ini berdiri. Itu merupakan tradisi nenek moyang kami.” kata Jacob Napiun, salah seorang tokoh Kampung Sawah yang giat meyiarkan pesan toleransi dan kebhinekaan kepada Metrotvnews.com, Sabtu 20 Mei 2017.
 
Nilai-nilai persaudaraan dalam kemajemukan dijunjung warga Kampung Sawah dalam tradisi ngeriung bareng. Ngeriung bareng adalah kegiatan kumpul bersama-sama membicarakan setiap persoalan tanpa memandang suku, agama, jenis kelamin, maupun usia.
 
Melalui tradisi ngeriung bareng, persaudaraan dan kebersamaan warga Kampung Sawah dipupuk dengan baik sehingga mampu menekan potensi intoleransi dan perpecahan.  
 
Wujud toleransi warga Kampung Sawah juga tercermin dalam setiap acara besar keagamaan. Ketika Idul Fitri, masyarakat Kampung Sawah yang tidak beragama Islam turun langsung ke jalan mengamankan lingkungan dan rumah ibadah umat Islam. Begitupun yang umat Islam lakukan ketika sedang berlangsung perayaan Natal.
 
Di Kampung Sawah memang terdapat tiga rumah ibadah yang lokasinya berdekatan. Gereja Kristen Pasundan, Gereja Katolik St. Servatius, serta Masjid Agung Al Jauhar Yasfi. Ketiga titik tersebut membentuk kawasan yang dikenal dengan sebutan Segitiga Emas Kampung Sawah, simbol toleransi Kampung Sawah.
 
Intergrasi nilai-nilai toleransi kedalam budaya sehari-hari merupakan kunci dari keberhasilan warga Kampung Sawah dalam merawat kebhinekaan.
 
“Kehidupan bermasyarakat di kampung sawah yang rukun dikarenakan toleransi sudah menyatu dengan budaya kami. Bagi kami jika nilai-nilai toleransi hanya menginduk kepada ketokohan, nilai itu tidak akan bertahan lama. Jika tokohnya mati, maka nilai itu akan mati. Sebaliknya jika nilai-nilai toleransi berakar pada budaya nilai-nilai itu akan bertahan lama. Itulah yang dilakukan nenek moyang kami," pungkas Jacob.
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan