Jakarta: Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) berharap revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat melindungi industri media konvensional dari perkembangan teknologi. UU Penyiaran yang baru harus mampu memberantas praktik pencurian konten.
"Nanti Komisi I dalam mempersiapkan RUU (penyiaran) ini bisa memasukkan hal-hal yang membatasi atau menjaga generasi muda ke depan agar tidak terlalu kebabalasan," ujar Ketua Umum ATVSI Syafril Nasution dalam rapat dengar pendapat di Komisi I, Kompleks Parlmene, Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Januari 2020.
Berdasarkan data yang dihimpun ATVSI pada 2016, penonton TV internet berdurasi 2 jam 26 menit. Sementara itu, penonton TV konvensional berdurasi 4 jam 44 menit.
Kondisi tersebut berubah pada 2019. Penonton TV konvesional berdurasi 4 jam 59 menit, sedangkan penonton TV internet meningkat menjadi tiga jam 20 menit.
"Jadi bisa dikatakan semakin hari semakin banyak yang beralih dari televisi konvensional kepada televisi internet ini," ujar dia.
Pada aspek materi iklan, terang dia, banyak yang beralih ke internet di era digital ini. Pertumbuhan iklan semakin hari juga meningkat dari 2012 sampai 2019.
Bahkan, iklan di internet sudah mengambil porsi di atas 10 persen daripada di TV konvensional. Sayangnya, belum ada aturan yang mengatur tentang iklan di internet.
"Sementara iklan-iklan yang berbasis di internet ini yang sampai hari ini yang kami merasakan, iklan yang berbiaya murah tanpa membayar pajak, tanpa disensor, ataupun tidak mengikuti aturan yang ada," terang dia.
Menurut dia, perkembangan teknologi juga memberikan dampak negatif lain, seperti maraknya hoaks. Warganet seringkali percaya hoaks tanpa mengklarifikasi.
"Pada RUU (penyiaran) nantinya yang sedang digarap oleh Komisi I, perlindungan terhadap materi daripada siaran internet ini bisa menjadi pertimbangan untuk dimasukkan ataupun dibatasi," ucap dia.
Jakarta: Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) berharap revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat melindungi industri media konvensional dari perkembangan teknologi. UU Penyiaran yang baru harus mampu memberantas praktik pencurian konten.
"Nanti Komisi I dalam mempersiapkan RUU (penyiaran) ini bisa memasukkan hal-hal yang membatasi atau menjaga generasi muda ke depan agar tidak terlalu kebabalasan," ujar Ketua Umum ATVSI Syafril Nasution dalam rapat dengar pendapat di Komisi I, Kompleks Parlmene, Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Januari 2020.
Berdasarkan data yang dihimpun ATVSI pada 2016, penonton TV internet berdurasi 2 jam 26 menit. Sementara itu, penonton TV konvensional berdurasi 4 jam 44 menit.
Kondisi tersebut berubah pada 2019. Penonton TV konvesional berdurasi 4 jam 59 menit, sedangkan penonton TV internet meningkat menjadi tiga jam 20 menit.
"Jadi bisa dikatakan semakin hari semakin banyak yang beralih dari televisi konvensional kepada televisi internet ini," ujar dia.
Pada aspek materi iklan, terang dia, banyak yang beralih ke internet di era digital ini. Pertumbuhan iklan semakin hari juga meningkat dari 2012 sampai 2019.
Bahkan, iklan di internet sudah mengambil porsi di atas 10 persen daripada di TV konvensional. Sayangnya, belum ada aturan yang mengatur tentang iklan di internet.
"Sementara iklan-iklan yang berbasis di internet ini yang sampai hari ini yang kami merasakan, iklan yang berbiaya murah tanpa membayar pajak, tanpa disensor, ataupun tidak mengikuti aturan yang ada," terang dia.
Menurut dia, perkembangan teknologi juga memberikan dampak negatif lain, seperti maraknya hoaks. Warganet seringkali percaya hoaks tanpa mengklarifikasi.
"Pada RUU (penyiaran) nantinya yang sedang digarap oleh Komisi I, perlindungan terhadap materi daripada siaran internet ini bisa menjadi pertimbangan untuk dimasukkan ataupun dibatasi," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)