Jakarta: DPR RI merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga medis lokal agar tidak kalah dengan dokter dari luar negeri.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyebutkan, revisi UU Pendidikan Kedokteran dianggap penting guna menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dia tidak ingin tenaga medis nasional terutama posisi dokter, diisi dokter impor.
"Terutama dalam mengantisipasi MEA yang akan datang ini. Bayangkan kalau kemudian seluruh rumah sakit kita harus diisi oleh tenaga-tenaga medis dari luar, terutama profesi dokter. Itu akan sangat menyakitkan," kata Supratman, dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 April 2018.
Agar ketakutan itu tak terjadi, politisi Gerindra ini menyebutkan bahwa DPR RI telah sepakat memasukkan revisi UU Pendidikan Kedokteran ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dengan begitu, pembahasan revisi bisa segera dilakukan dan menjadi acuan baru melahirkan dokter berkualitas.
Dalam revisi tersebut, Baleg menyerap aspirasi dari berbagai pihak, di antaranya organisasi dokter, yaitu Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Supratman menyatakan, aspirasi dari lima organisasi itu akan menjadi pokok perhatian dalam harmonisasi revisi UU Pendidikan Dokter. Salah satu fokus utama yang menjadi perhatian dalam menyusun draf revisi UU Pendidikan Kedokteran, yaitu mengenai dokter premier.
"Oleh karena itu kami menerima draf dan naskah akademisnya, karena memang kebetulan ini sudah masuk dalam prolegnas. Insya Allah dalam waktu dekat Baleg akan melakukan kegiatan penyusunan naskah dan drafnya. Kami juga akan segera mengharmonisasi Undang-Undang Pendidikan Kedokteran," ujar Supratman.
Sementara itu, Koordinator Komite Bersama Prof Dr Ilham Oetama Marsis menyampaikan, guna menghadapi tantangan abad 21, profesi dokter memerlukan kesiapan dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Terlebih, mutu pendidikan kedokteran telah banyak berubah sejak adanya General Agreement 0f Trade in Services (GATS), Mutual Recognition Agreement (MRA), Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
"Sehingga pengakuan mutu pendidikan kedokteran baik nasional, regional, dan internasional akan banyak mempengaruhi perkembangan dunia internasional," kata dia.
Jakarta: DPR RI merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga medis lokal agar tidak kalah dengan dokter dari luar negeri.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyebutkan, revisi UU Pendidikan Kedokteran dianggap penting guna menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dia tidak ingin tenaga medis nasional terutama posisi dokter, diisi dokter impor.
"Terutama dalam mengantisipasi MEA yang akan datang ini. Bayangkan kalau kemudian seluruh rumah sakit kita harus diisi oleh tenaga-tenaga medis dari luar, terutama profesi dokter. Itu akan sangat menyakitkan," kata Supratman, dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 April 2018.
Agar ketakutan itu tak terjadi, politisi Gerindra ini menyebutkan bahwa DPR RI telah sepakat memasukkan revisi UU Pendidikan Kedokteran ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dengan begitu, pembahasan revisi bisa segera dilakukan dan menjadi acuan baru melahirkan dokter berkualitas.
Dalam revisi tersebut, Baleg menyerap aspirasi dari berbagai pihak, di antaranya organisasi dokter, yaitu Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Supratman menyatakan, aspirasi dari lima organisasi itu akan menjadi pokok perhatian dalam harmonisasi revisi UU Pendidikan Dokter. Salah satu fokus utama yang menjadi perhatian dalam menyusun draf revisi UU Pendidikan Kedokteran, yaitu mengenai dokter premier.
"Oleh karena itu kami menerima draf dan naskah akademisnya, karena memang kebetulan ini sudah masuk dalam prolegnas. Insya Allah dalam waktu dekat Baleg akan melakukan kegiatan penyusunan naskah dan drafnya. Kami juga akan segera mengharmonisasi Undang-Undang Pendidikan Kedokteran," ujar Supratman.
Sementara itu, Koordinator Komite Bersama Prof Dr Ilham Oetama Marsis menyampaikan, guna menghadapi tantangan abad 21, profesi dokter memerlukan kesiapan dari sistem pendidikan kedokteran di Indonesia. Terlebih, mutu pendidikan kedokteran telah banyak berubah sejak adanya General Agreement 0f Trade in Services (GATS), Mutual Recognition Agreement (MRA), Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
"Sehingga pengakuan mutu pendidikan kedokteran baik nasional, regional, dan internasional akan banyak mempengaruhi perkembangan dunia internasional," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)