Jakarta: Indonesia membutuhkan setidaknya 120 tahun untuk menyamai keterampilan membaca Singapura, jika tidak ada terobosan untuk meningkatkan kemampuan literasi nasional. Rendahnya kemampuan membaca tidak hanya terjadi pada pelajar, namun juga orang dewasa dengan tingkat pendidikan tinggi.
Ada sejumlah kondisi yang membuat Indonesia sulit menyamai keterampilan membaca masyarakat yang ada di negara-negara maju dunia seperti Singapura dan Korea Selatan. Menilik data PISA 2016, keterampilan membaca Indonesia hanya ada di peringkat 66 dari 72 negara yang disurvei, dengan skor 397.
Sementara Singapura berada pada posisi satu dunia dengan skor keterampilan membaca 535.
"Kalau prosesnya tanpa terobosan, dan sama seperti sekarang yang kita lakukan, itu perlu 50 tahun bagi sebagian anak-anak yang levelnya sudah baik, baru bisa selevel dengan negara-negara seperti Singapura dan Korea," kata Inisiator Semua Murid Semua Guru (SMSG), Najeela Shihab, dalam diskusi SMSG yang digelar di FX Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 26 April 2018.
Bahkan untuk anak-anak yang di bawah itu, kata Najeela, akan membutuhkan 100-120 tahun untuk sampai ke level seperti Singapura. "Karena kesenjangan kita juga banyak, Bayangkan 100-120 tahun lagi itu kita ada di mana, tapi (kemampuan membaca) kita baru ada di situ," ujar kepala sekolah Cikal ini.
Tingkat keterampilan membaca pelajar Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang dirilis pada akhir 2016, tingkat keterampilan membaca siswa usia 15 tahun (kelas IX SMP dan X SMA) hanya berada di posisi 66 dari 72 negara yang disurvei.
Menurut Najeela, rendahnya keterampilan membaca bukan hanya terjadi di kalangan pelajar melainkan juga orang-orang dewasa dengan tingkat pendidikan tinggi. Sebanyak 70 persen orang dewasa, tingkat keterampilan membacanya hanya berada di bawah level I.
"Bisa baca (kalimat sederhana), bisa melengkapi kalimat (dengan kata-kata dasar), tapi enggak paham struktur kalimat atau paragraf. Jadi enggak paham apa yang dia baca," kata Najeela.
Najeela menyebutkan, pada pelajar kelas 2 SD, ada 47% anak yang sudah lancar membaca dan mampu memahami apa yang dibaca. Sementara ada 26,3% anak yang tidak lancar membaca tapi mampu memahami bacaan.
Adapun 20,7% anak lainnya lancar membaca, tapi tidak mampu memahami bacaan. Sedangkan sebanyak 5,8% sisanya tidak lancar membaca, dan juga tidak mampu memahami bacaan mereka.
"Padahal sudah dua tahun di sekolah. Bayangkan yang tidak sekolah yang di Indonesia ada 5,1 juta angkanya," tukas dia.
Tak berbeda jauh dengan kondisi yang terjadi di SMP. Sebanyak 37,6% pelajar SMP lancar membaca namun tidak bisa menangkap apa yang dibaca.
Jakarta: Indonesia membutuhkan setidaknya 120 tahun untuk menyamai keterampilan membaca Singapura, jika tidak ada terobosan untuk meningkatkan kemampuan literasi nasional. Rendahnya kemampuan membaca tidak hanya terjadi pada pelajar, namun juga orang dewasa dengan tingkat pendidikan tinggi.
Ada sejumlah kondisi yang membuat Indonesia sulit menyamai keterampilan membaca masyarakat yang ada di negara-negara maju dunia seperti Singapura dan Korea Selatan. Menilik data PISA 2016, keterampilan membaca Indonesia hanya ada di peringkat 66 dari 72 negara yang disurvei, dengan skor 397.
Sementara Singapura berada pada posisi satu dunia dengan skor keterampilan membaca 535.
"Kalau prosesnya tanpa terobosan, dan sama seperti sekarang yang kita lakukan, itu perlu 50 tahun bagi sebagian anak-anak yang levelnya sudah baik, baru bisa selevel dengan negara-negara seperti Singapura dan Korea," kata Inisiator Semua Murid Semua Guru (SMSG), Najeela Shihab, dalam diskusi SMSG yang digelar di FX Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 26 April 2018.
Bahkan untuk anak-anak yang di bawah itu, kata Najeela, akan membutuhkan 100-120 tahun untuk sampai ke level seperti Singapura. "Karena kesenjangan kita juga banyak, Bayangkan 100-120 tahun lagi itu kita ada di mana, tapi (kemampuan membaca) kita baru ada di situ," ujar kepala sekolah Cikal ini.
Tingkat keterampilan membaca pelajar Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) yang dirilis pada akhir 2016, tingkat keterampilan membaca siswa usia 15 tahun (kelas IX SMP dan X SMA) hanya berada di posisi 66 dari 72 negara yang disurvei.
Menurut Najeela, rendahnya keterampilan membaca bukan hanya terjadi di kalangan pelajar melainkan juga orang-orang dewasa dengan tingkat pendidikan tinggi. Sebanyak 70 persen orang dewasa, tingkat keterampilan membacanya hanya berada di bawah level I.
"Bisa baca (kalimat sederhana), bisa melengkapi kalimat (dengan kata-kata dasar), tapi enggak paham struktur kalimat atau paragraf. Jadi enggak paham apa yang dia baca," kata Najeela.
Najeela menyebutkan, pada pelajar kelas 2 SD, ada 47% anak yang sudah lancar membaca dan mampu memahami apa yang dibaca. Sementara ada 26,3% anak yang tidak lancar membaca tapi mampu memahami bacaan.
Adapun 20,7% anak lainnya lancar membaca, tapi tidak mampu memahami bacaan. Sedangkan sebanyak 5,8% sisanya tidak lancar membaca, dan juga tidak mampu memahami bacaan mereka.
"Padahal sudah dua tahun di sekolah. Bayangkan yang tidak sekolah yang di Indonesia ada 5,1 juta angkanya," tukas dia.
Tak berbeda jauh dengan kondisi yang terjadi di SMP. Sebanyak 37,6% pelajar SMP lancar membaca namun tidak bisa menangkap apa yang dibaca.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)